x

Yushistira

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 17 Oktober 2022 18:50 WIB

Cerpen Psikologi Yudhistira ANM Massardi: Wanita dalam Imajinasi

Punya istri pencemburu berat memang bisa merepotkan, Tapi dialah wanita dalam imajinasi seorang penulis yang menjadi kenyataan. Sebuah cerpen psikologis yang cukup menarik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Repot juga ya punya istri seperti  Tessa.  Apalagi suaminya berprofesi sebagai penulis fiksi. Setiap kali sang suami selesai menulis sebuah kisah cinta, muncul berbagai pertanyaan atau “interogasi”. Misalnya, “Pasti itu pengalaman pribadi! Pasti kamu punya pacar seperti itu!” Tessa memang pencemburu kelas berat.

Masa lalu sang suami memang lumayan buruk. Mungkin karena itu Tessa tidak pernah bisa betul-betul mempercainya. Tapi, sejak mereka menikah enam tahun lalu, sang suami sudah insaf. Ia tak pernah selingkuh lagi. Ia hanya menyintai Tessa. Tapi toh istrinya tetap kurang percaya.  Maka, sebagai suami yang terus menerus dicemburui dan diteror syak wasangka seorang istri, ia merasa bagai berhadapan dengan polisi anti-huru-hara sepanjang hari. Rumah berubah  menjadi ruangan interogasi.

                                                                          ***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan memilih sudut pandang orang pertama (aku), Yushistra ANM Massardi seolah-olah menceritakan pengalaman hidupnya sendiri. Judulnya Wanita dalam Imanjinasi. Cerpen yang ditulis Yudhistira pada Juni 1991 ini menjadi salah satu dari 16 cerpen yang terkumpul dalam buku berjudul sama. Diterbitkan oleh Garamedia Pustaka Utama pada 1994.

Hampir semua cerpen Yudhistira dalam kumpulan ini boleh disebut sebagai sastra psikologi, lebih-lebih cerpen yang berjudul Siapakah Suamiku?. Karena itu, sebenarnya menarik  cerpen-cerpen itu diterangkan secara psikologi juga. Tinggal siapa tokoh psikologi atau psikoanalisa yang menjadi acuan. Misalnya, Sigmund Freud,  Carl Gustaf Jung, Abraham Maslow, atau yang lain.

Secara sekilas, saya menduga bahwa Tessa ini mengalami semacam kecemasan (anxitas) ringan. Ada konflik batin dan frustasi yang menghambat keinginantahuan dia terhadap sesuatu. Jangan-jangan suaminya memang punya pacar baru. Jangan-jangan suaminya memang selalu membayangkan pacar lamanya. Jangan-jangan suaminya sudah tidak menyintainya lagi. Jadi, ada semacam “ancaman” psikis dan berbagai tekanan lain yang dapat menimbulkan anxitas. Kondisi itu diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang biasa disebut sebagai khawatir. Lalu muncul rasa takut dan tidak bahagia yang dapat dirasakan dalam berbagai level.

Di mata Sigmund Freud, soal anxitas ini bisa jadi urusan panjang.  Dia membedakan lagi antara kecemasan objektif (objective anxiety) dan kecemasan neurotik (neuritik anxiety). Kecemasan objektif merupakan respons realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu lingkungan. Jadi orang tersebut merasa takut.  Sedangkan kecemasan neurotik berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri seseorang. Karena konflik dalam alam bawah sadar itu tidak disadari oleh orang tersebut, maka dia juga tidak menyadari alasan dari kecemasan itu. Freud meyakini bahwa bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara Id-ego-superego. Nah, kalau analisa Freud ini kita teruskan, bisa jadi akan lebih panjang lagi.

                                                                       ***

Yang juga menarik dari cerpen ini, seperti diceritakan Yudhis sendiri, “Tessa adalah nama yang kuberikan kepada wanita di dalam sebuah karanganku, yang sekonyong-konyong muncul dalam perwujudan seorang wanita yang juga bernama Tessa dengan deskripsi yang lengkap sebagaimana yang kulukiskan. Dia bagaikan menyeruak dari alam imajinasi, menginjak dunia nyata, dan memukauku. Sehingga, dengan seluruh nganga dan keterpanaan, aku kemudian datang kepada keluarganya dan meminangnya untuk kujadikan istriku. Dialah wanita yang kunikahi enam tahun lalu. Tessa. Istriku.” Jadi, nterpretasi dari judul cerpen ini adalah bahwa Tessa inilah yang dimaksud Yudhis sebagai wanita dalam imajinasi itu.

Yudhis melanjutkan:  “Kecemburuan Tessa yang berlebihan seperti itu mungkin bisa dipahami dari kenyataan bahwa dia sendiri hadir dalam kehidupanku sebagai bagian dari imajinasiku.  Karena itu setiap kali ada wanita lain di dalam imajinasiku, dia menganggapnya sebagai sebuah ancaman nyata terhadap ketenagan jiwa dan rumah tanngganya.”

                                                                        ***

Seperti biasa, saya akan tulisankan ulang sebagian ending-nya. Ini saya sengaja agar Anda yang tidak sempat membaca cerpen ini bisa punya sedikit gambaran isinya:

Tessa, di dalam tidurnya, mungkin bisa tetap hadir sebagai wanita di dalam imajinasiku. Tapi, begitu dia terbangun, maka duniuaku serentak menjadi  terbalik. Jadi, mungkin sebaiknya aku hanya berhadapan dengan Tessa di kala dia tidur.  Dan ketika dia bangun, mungkin sebaiknya aku tidur atau meluncur di dalam alam imajinasiku yang bebas, tanpa sensor, tanpa kecurigaan.

Tapi, jika Tessa tidur terus, siapa yang akan mengurus anak-anak dan rumah tangga kami? Itulah persoalannya. Jadi, mungkin sebaiknya aku berdamai saja. Mungkin masih ada jalan. Dan cinta yang terus bergolak, selalu memiliki kekuatan hebat untuk membangun apa saja, untuk mendobrak apa saja yang merintangi jalannya. Setidaknya-tidaknya, aku masih mempercayai hal itu. Dan aku bahagia karenanya.

*Atmojo adalah penulis yang meminati bidang filsafat, hukum, dan seni.                                        

###

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler