Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan oleh asupan energi yang tidak mencukupi dalam jangka panjang dan infeksi berulang dalam 1000 hari pertama kehidupan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan stunting sebagai kondisi pada balita yang memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang dari standar pertumbuhan balita yang ditetapkan oleh WHO.
Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara dengan jumlah anak yang stunting di dunia, dan nomor dua kawasan Asia Tenggara setelah Laos. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, prevelensi stunting di Indonesia mencapai 27,7%. Artinya, sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%.
Menurut Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (Menkokesra, 2012), salah satu penyebab langsung terjadinya stunting pada balita adalah status imunisasi. Imunisasi adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak. Kebanyakan dari imunisasi ini adalah untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit- penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, campak, hepatitis B, dan sebagainya (Narendra, 2002).
Menurut Swathma dkk, 2016, diketahui bahwa dari 51 responden (100%) pada kelompok kasus, terdapat 25 responden (49,0%) yang memiliki riwayat imunisasi dasar tidak lengkap dan 26 responden (51,0%) memiliki riwayat imunisasi dasar lengkap. Hasil analilis besar risiko riwayat imunisasi dasar terhadap kejadian stunting, diperoleh OR sebesar 6,044. Artinya responden yang memiliki balita dengan riwayat imunisasi dasar tidak lengkap mempunyai risiko mengalami stunting 6 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki balita dengan riwayat imunisasi dasar lengkap.
Balita yang tidak diberikan imunisasi dasar lengkap maka imunitas tubuhnya akan menurun. Apabila balita tidak memiliki imunitas terhadap penyakit, maka balita akan lebih cepat kehilangan energi tubuh karena penyakit infeksi, sebagai reaksi pertama akibat adanya infeksi adalah menurunnya nafsu makan anak sehingga anak menolak makanan yang diberikan ibunya. Penolakan terhadap makanan berarti berkurangnya pemasukan zat gizi dalam tubuh anak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi dasar sangat penting bagi imunitas balita, dimana sesuai dengan target nasional bahwa imunisasi dasar lengkap harus mencapai target sampai 100,0%. Karena anak yang tidak diimunisasi secara lengkap akan mengalami gangguan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi karena produksi antibodi menurun yang mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk, hal dapat mengganggu produksi berbagai jenis enzim untuk pencernaan makanan. Makanan tidak dapat dicerna dengan baik dan ini berarti penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan sehingga dapat memperburuk keadaan gizi.
Sebagai reaksi pertama pada tubuh anak adalah berkurangnya nafsu makan sehingga anak menolak makanan yang diberikan ibunya, penolakan terhadap makanan berarti berkurangnya pemasukan zat gizi ke dalam tubuh anak. Dampak akhir dari permasalahan ini adalah gagalnya pertumbuhan optimal yang sesuai dengan laju pertambahan umur, sehingga akan mempertinggi prevalensi stunting.
Ikuti tulisan menarik Naila Mauhibatul Muhja lainnya di sini.