x

Imunisasi dan PHBS terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak

Iklan

Audrey Alicia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2022

Sabtu, 17 Desember 2022 07:02 WIB

Saat Usia SD Karakter Anak Mulai Berubah; Haruskah Anda Khawatir?

Perubahan karakter seorang anak mulai terasa saat ia memasuki jenjang SD. Ada orang tua yang resah karena si anak terasa mulai tidak penurut, dan lebih suka bermain. Sebenarnya anda tak perlu khawatir soal ini. Toh, usia SD memang masa bermain. Di sekolah formal, anak akan belajar semua naluri manusia, mulai dari berempati hingga hormat pada yang lebih tua. Hal-hal yang mungkin tidak didapatkan ketika memilih home schooling.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Anak pada usia Sekolah Dasar adalah umur manusia aktif dan peniru yang ulung serta tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar" Piaget (dalam Desmita, 2011)
 
Apakah kalian pernah berpikir bahwa anak akan berubah karakternya jika telah memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar? Anda melihat pada waktu kecil mereka terlihat sangat lembut hati, menurut dan lucu. Kemudian setelah beranjak anak-anak anda mulai mendengar mereka berkata kasar, meniru sesamanya dan membanding-bandingkan diri dengan temannya. Dari manakah mereka mendapatkan semua itu?
 
Aku pernah mendengar perkataan teman, seorang guru bahasa Inggris sebuah sekolah dasar, bahwa yang orang awam pahami adalah di sekolah anak SD hanya belajar tentang dasar angka, dasar warna dan dasar bahasa. Tetapi faktanya tidak seperti itu, di sekolah dasar inilah menjadi tangga pertama bagi seorang anak untuk membentuk karakternya.
 
Padahal, mereka belum mengalami puber tapi mengapa ya mereka telah berubah karakternya? Kejadian ini terjadi pada keponakanku sendiri. Waktu itu ibunya pernah bilang, saat belum sekolah jika disuruh oleh ibunya ia akan langsung menurut dan melakukan apa yang diminta. Sekarang keponakanku telah berada di kelas 2 SD dan jika disuruh ia melawan dan bahkan tidak mendengarkan perkataan ibunya. Si keponakan memilih melanjutkan bermain video game bersama temannya atau bermain di luar rumah bersama anak-anak komplek sebaya. Sungguh itu membuat kakakku kesal dan sering berkata, “Adik sekarang sudah berubah! Nggak seperti waktu umur 5 tahun, menurut sekali.”
 
Suyadi dan Ade, pada sebuah artikelnya yang membahas tentang karakteristik anak pernah mengatakan bahwa karakteristik anak-anak usia sekolah dasar adalah anak yang suka bermain. Dunia bermain dan belajarnya anak sebagian besar melalui permainan yang mereka lakukan. Bermain juga mempunyai fungsi sebagai sarana refreshing untuk memulihkan tenaga anak setelah lelah belajar dan dihinggapi rasa jenuh. Tak mengherankan jika keponakanku memang selalu berfikir tentang main, main dan main. Apapun itu judulnya yang penting bermain.
 
Saat menjemput keponakanku di sekolah aku menyadari bahwa tanpa sengaja bermain bersama teman-temannya dapat membentuk karakter pada dirinya. Misalnya saat bermain bersama temannya ia dapat mengontrol ego jika temannya meminjam mainannya. Bermain juga dapat meningkatkan rasa empati saat menolong temannya yang jatuh saat kejar-kejaran. Si anak juga bisa menjadi lebih kreatif karena mengembangkan proses berpikir serta muncul ide-ide baru dan lain-lain.
 
Saat kumpul keluarga besa, aku dapat melihat sendiri perbandingan keponakanku yang bersekolah di sekolah formal dengan sepupunya yang sepantaran tetapi home schooling. Karakternya sungguh jauh berbeda. Walaupun kakakku sering mengeluh tentang keponakanku yang suka bermain dan tidak menurut itu, tetapi ia sangat sopan terhadap orang-orang yang lebih tua dan mau diajak berbincang dengan anggota keluarga lain. Beda dengan keponakanku yang home schooling ini, ia enggan diajak ngobrol, tidak ada unggah-ungguh-nya kalau kata orang Jawa. Dia hanya tenggelam dalam gadget. Sungguh perbedaan yang jauh dalam karakter seorang anak yang sepantaran.
 
Lalu bagaimana jika orang tua khawatir dengan perubahan karakter anaknya jika disekolahkan di sekolah formal dan berniat untuk meng-home schooling-kan anaknya? Apakah anak yang bersekolah di sekolah formal mempunyai karakter yang baik dan luhur semua? Itu semua kembali lagi dengan bagaimana cara orang tua bisa mendidik anak tersebut. Tentu saja anak tidak bisa dilarang atau dikekang 100% untuk melihat lingkungan luar, jika dituntun dan diberitahu tentang mana yang baik dan yang buruk maka seiring berjalannya waktu anak akan bisa berpikir serta memilah mana yang boleh ia lakukan dan tidak boleh dilakukan. Tetapi jika anak disekolahkan di sekolah formal maka anak akan belajar semua naluri manusia dan tidak bisa didapatkan ketika berada di rumah saja atau home schooling.
 
Alasan mengapa para orang tua harus menyekolahkan anaknya di sekolah formal adalah ketika di sekolah anak mendapat kehidupan sosial yang seimbang dengan belajar, misalnya interaksi sosial dengan teman-temannya, belajar sopan santun dengan gurunya, jajan di kantin. Di sekolah anak dilatih untuk memiliki mindset daya saing dan juang yang tinggi misalnya anak diikuti perlombaan oleh sekolah untuk berlomba dengan anak-anak antar sekolah yang lain.
 
Jika anak di-home schooling-kan maka ia tidak dapat merasakan itu dan menganggap tidak perlu berjuang dengan siapapun karena tidak ada siapapun dan merasa hanya ada dia di situ. Pada dasarnya, pengertian dari home schooling itu sendiri adalah pendidikan alternatif yang berbasis keluarga dan lingkungan serta dilakukan di rumah. 
 
Bagaimanapun anak umur sekolah dasar harusnya disekolahkan di sekolah formal agar dapat berkembang, dalam artian anak dapat mengenal dunia luar dan berelasi dengan sesamanya agar dapat belajar naluri alami manusia. Di sekolah formal anak dapat mengenal identitas kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia, karena di sekolah formal setiap Senin pagi anak-anak akan upacara di dalam upacara ada pembacaan Pancasila dan Proklamasi.
 
Di sekolah formal juga anak-anak mengenal iman kepercayaannya masing-masing, misalnya pada hari Jum’at anak laki-laki diajarkan untuk sholat Jum’at dan di sekolah formal juga mengadakan perayaan-perayaan hari besar seperti Idul fitri, natal, paskah, dan lain-lain yang semua itu tidak mungkin di dapat anak jika hanya di rumah.
 
Memang bukanlah hal yang mudah bagi banyak orang tua untuk mempertimbangkan mau menyekolahkan anaknya di sekolah formal atau ingin mengawasi dan mengajar anaknya sendiri di rumah itu semua adalah keputusan para orang tua. Namun, banyak hal yang akan anak dapatkan ketika bersekolah di sekolah formal termasuk dalam pembentukan karakter. Karena pada dasarnya, anak ialah manusia yang salah satu kebutuhannya berinteraksi dengan sesama. Tidak perlu khawatir tentang perubahan karakter anak yang mengejutkan, karena orang tua juga mempunyai peran dalam sebuah karakter anak. Jika orang tua masih terus mengkhawatirkan lingkungan luar dan membatasi anak, bagaimana tanggung jawab orang tua untuk membentuk karakter anak dengan baik?
 

Ikuti tulisan menarik Audrey Alicia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler