x

Sundaland

Iklan

Nayoko Aji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 November 2021

Jumat, 23 Desember 2022 06:37 WIB

Polemik Kata Nusantara; Malaysia Ingin Menegakkan Hagemoni Sejarah Melayu?

Bukan hanya istilah Nusantara saja, selama ini banyak klaim Malaysia atas budaya, adat istiadat, bahkan bahasa Indonesia. Mungkinkah Malaysia mengalami krisis identitas sebagai bangsa? Hal itu terlihat dari adanya propaganda Malaysia untuk mendominasi sejarah dan budaya Melayu. Berbagai kalangan masyarakat bahkan lembaga resmi pemerintahan Malaysia gencar menggelar propaganda itu. Salah satu doktrin itu adalah bahwa semua suku-suku di Nusantara adalah Melayu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Etimologi kata Nusantara berasal dari dua diksi Sansekerta, yaitu  “nusa” yang berarti pulau dan “antara” yang berarti di antara. Dengan demikian Nusantara berarti “pulau-pulau perantara”. Kata Nusantara pertama kali digunakan pada 1365 M oleh Patih Gajah Mada dalam sumpahnya untuk menyatukan seluruh wilayah taklukan Kerajaan Majapahit (1293-1500M), dikenal dengan Sumpah Palapa.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII–XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Kata yang mengandung arti yang sama dengan Nusantara adalah Dwipantara. Istilah ini berasal dari Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Saat itu Kertanegara memperkenalkan konsep Cakrawala Mandala Dwipantara, yang  dalam bahasa Sansekerta, kata dwipa memiliki arti yang sama dengan kata “nusa” yang berarti pulau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit, kata Nusantara tidak digunakan lagi sampai abad ke-20. Pendiri Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara lah yang menggunakan istilah Nusantara untuk menggantikan penggunaan kata Hindia-Belanda.

Saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Nusantara sebagai nama untuk Ibu Kota Negara (IKN) yang berlokasi di Kalimantan Timur. Hal itu sempat menjadikan warga negara/netizen negara, tetangga khususnya Malaysia, merespon dengan nada protes. Itu terjadi karena pengertian Nusantara versi negeri jiran ternyata berbeda.

Dalam Kamus Dewan Melayu Malaysia, istilah Nusantara bermakna Kepulauan Melayu. Merujuk pada Encyclopedia Britannica, Kepulauan Melayu (Malay Archipelago) adalah kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau Indonesia dan sekitar tujuh ribu pulau Filipina. Kadang-kadang, pulau Nugini (Papua) ikut masuk dalam pengertian Kepulauan Melayu. Makna dari Kepulauan Melayu sama dengan Hindia Timur.

Dari segi cakupan wilayah sebenarnya makna Nusantara antara Indonesia dan Malaysia tidak jauh berbeda. Namun istilah Nusantara bermakna Kepulauan Melayu itu yang menjadikan rancu, apalagi di benak warga negara Malaysia kata Melayu seolah-olah berpusat di Malaysia.

Bukan hanya istilah Nusantara saja, selama ini juga banyak klaim Malaysia atas budaya, adat istiadat, bahkan bahasa Indonesia. Mungkinkah Malaysia mengalami krisis identitas jati diri bangsa? Benarkah pelajaran sejarah di Malaysia sebagai alat propaganda?

Krisis identitas jati diri bangsa itu tampak dengan adanya upaya propaganda Malaysia untuk mendominasi sejarah dan budaya Melayu. Hegemomi Malaysia atas Melayu banyak diupayakan berbagai kalangan masyarakat bahkan lembaga resmi pemerintahan Malaysia. Usaha tersebut bisa dilihat dengan adanya banyak channel YouTube, seminar-seminar hingga simposium berskala Internasional yang diselenggarakan.

Hegemoni Malaysia atas Melayu yaitu dengan berusaha menutupi sebagian sejarah bahkan ada yang sampai terjadi pembelokan sejarah, terutama sejarah yang berkenaan dengan Indonesia. Sebetulnya menutupi sebagian sejarah (memberi kacamata kuda) itu seperti dogma dalam sains. Tidak ada tempat dogma dalam sains, dogma dengan sendirinya akan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Juga sejarah itu berjalan di segala sisi sosial budaya dari suatu masyarakat. Jika ada pembelokan sejarah maka akan nampak karena akan tidak sinkron dengan sisi sosial budaya yang lain di masa itu.

Sejarah itu harus ditelusur dengan metodologi yang sangat kuat dan dalam. Dan sejarah dibangun diatas sumber yang valid. Sumber sejarah yang menonjol, yaitu sumber primer/utama dan sumber sekunder/pendukung. Sumber primer adalah sumber sejarah yang ditulis langsung oleh pelaku sejarah atau saksi mata sejarah. Prasasti merupakan sumber primer dari jaman prasejarah. Sumber sekunder adalah sumber sejarah yang ditulis bukan pelaku maupun saksi mata yang tidak hidup sezaman. Sumber sekunder tidak bisa dijadikan rujukan utama, karena validitasnya diragukan, dan hanya sebagai sumber pendukung.

Tanpa memperhatikan hal tersebut, penulisan ulang atau sekedar peliputan sejarah yang tidak benar akan menghasilkan sesuatu yang absurd. Sejarah yang tidak benar itu kalau dipararelkan dengan sisi sejarah lain yang benar, maka dengan sendirinya akan tampak paradoks. Akibat hegemoni Malaysia atas sejarah dan budaya Melayu sehingga banyak sejarah versi Malaysia menjadi tampak absurd hingga paradoks.

Hegemoni Malaysia atas Melayu juga dilakukan dengan mendoktrin superioritas etnis Melayu. Dengan memunculkan konsep alam Melayu yang mengadopsi konsep Austronesia menjadikan semua suku-suku di Nusantara adalah Melayu. Pada awalnya Malaysia mengungkapkan bahwa konsep alam Melayu tidak ada sangkut-pautnya dengan suatu negara di Nusantara. Namun di sisi lain Malaysia berusaha menasbihkan diri sebagai bangsa dan negara Melayu. Sikap hipokrit ini yang menjadikan konsep alam Melayu seperti benang kusut dan rekayasa Malaysia saja.

Sejumlah fakta menggugurkan konsep alam Melayu tersebut. Malaysia sebagian besar Melayu, tetapi pusat peradaban Melayu bukan di sana. Jumlah populasi dan sebaran wilayah Melayu sebagian besar ada di Indonesia. Bahkan istilah Melayu dikenal pada tahun 100-150M untuk menyebut pulau Sumatra. Setelah itu pada tahun 651M biksu I-Tsing menyebut kerajaan Sriwijaya sebagai wilayah Melayu.

Suku-suku di Nusantara, seperti suku Jawa mempunyai sejarah tersendiri yang sudah mempunyai bukti keberadaannya bahkan sebelum istilah Melayu muncul. Semenanjung besar di wilayah Nusantara pada zaman es disebut Sundaland. Dan orang Arab pada awal penyebaran agama Islam menyebut orang Nusantara sebagai bani Jawi (Jawa).

Semakin Malaysia menarik sejarah Melayu ke belakang, maka sejarah Melayu di Nusantara akan kembali ke pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Kalimantan (Borneo) yang sejak zaman es wilayah itulah yang merupakan wilayah pesisir/pantai. Selain letak geografis yang mendukung, wilayah itu juga yang mempunyai bukti-bukti pra sejarah yang valid dengan adanya prasasti-prasati. Bahkan jika sejarah ditarik jauh kebelakang lagi, ada teori asal etnis Melayu juga berasal dari Homo Soloensis dan Homo Wajakensis yang berasal dari pulau Jawa.

Namun sebetulnya di dalam negeri Malaysia itu sendiri banyak kendala dalam usaha pentasbihan Malaysia sebagai bangsa dan negara Melayu. Meskipun populasi etnis Melayu di Malaysia adalah mayoritas, namun ada juga etnis China dan etnis Tamil yang jumlahnya cukup signifikan. Sampai zaman modern sekarang ini fakta yang ada yaitu tidak ada diaspora Malaysia di seluruh wilayah yang dikatakan wilayah alam Melayu. Fakta sesungguhnya yaitu Malaysia itu merupakan diaspora dari suku-suku yang ada di Indonesia.

Kegagalan Malaysia membina sebuah bangsa menjadi bangsa Melayu atau bangsa Malaysia bisa dilihat dari tidak konsistennya menyebut bahasa resminya. Di awal kemerdekaan Malaysia (tahun 1957) menyebut bahasa resminya yaitu bahasa Melayu. Pada tahun 1970 menyebut bahasa resminnya dengan bahasa Malaysia. Pada tahun 1986 kembali disebut bahasa Melayu. Tahun 2007 kembali lagi disebut bahasa Malaysia. Sekarang bahasa resminya kembali disebut bahasa Melayu?

Propaganda tanpa fakta tentunya akan menimbulkan kegagalan. Dengan membangun ilmu logika yang mengantarkan akal kepada cara pengambilan kesimpulan yang benar, akan memberikan solusi kongkret terhadap pandangan absurd (Socrates, 470-399 SM). Asusmsi dengan sendirinya akan dipatahkan dengan kebenaran yang berdasarkan fakta.

Kritik buat pemerintahan Malaysia, identitas jati diri bangsa itu dibentuk dari keseluruhan masyarakat yang bermukim. Jika yang bermukim terdiri dari banyak etnis, maka identitas jati diri bangsa terjadi dari asimilasi sosial budaya semua unsur masyarakat itu. Tidak ada superioritas etnis tertentu. Tiap etnis ada kekurangan dan kelebihan masing-masing, yang dari itu kita diwajibkan untuk saling mengenal. “Barangsiapa tidak mau belajar dari sejarah, akan dikutuk untuk mengulanginya.” - George Santayana.

 

Kontribusi penulis :

7212926536 (BSI)

0094612558 (BCA)

https://nangnayokoaji.blogspot.com/2022/12/jangan-ada-dusta-di-nusantara-kita.html#more

 

Ikuti tulisan menarik Nayoko Aji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler