x

sumber ilustrasi: motherandbaby.co.uk

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Selasa, 21 Februari 2023 07:09 WIB

Jika Melakukan Ikhtiar agar Memiliki Anak, Jangan Hanya Istri Saja yang Melakukan Pemeriksaan

Umumnya masyarakat Indonesia menganggap bahwa anak merupakan penerus garis keturunan. Kemudian juga merawat orang tua atau menemani orang tua ketika memasuki usia senja. Bahkan tidak sedikit pula yang menganggap bahwa anak merupakan jalan untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memilih untuk tidak memiliki anak silahkan, begitu juga memilih untuk memiliki anak silahkan. Sah-sah saja, sebab setiap orang berhak untuk memilih jalan hidupnya. Perlu diingat bahwa yang paling penting adalah saling menghargai, bukan saling mencaci maki, dan jangan pula memaksa orang lain agar sepaham dengan pilihan kita.

Akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan sebuah keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak dalam pernikahan atau yang lebih dengan istilah childfree. Pilihan untuk tidak memiliki anak bagi masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi timur tentu merupakan sebuah hal tabu.

Umumnya masyarakat Indonesia menganggap bahwa anak merupakan penerus garis keturunan. Kemudian juga merawat orang tua atau menemani orang tua ketika memasuki usia senja. Bahkan tidak sedikit pula yang menganggap bahwa anak merupakan jalan untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Belum lagi nyinyiran dari orang-orang sekitar ketika sudah lama menikah, tetapi tak kunjung memiliki anak. Maka tidak mengherankan berbagai ikhtiar dilakukan baik melalui pengobatan modern, maupun pengobatan alternatif. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah pihak perempuan yang menjadi korban, dengan kata lain selalu disudutkan jika belum memiliki keturunan.

Alahasil banyak ditemui kasus hanya istrinya saja yang disuruh untuk berobat ke dokter ataupun pengobatan alternatif. Padahal bisa saja masalah sulit untuk memiliki anak tersebut bersumber dari sang suami.

Ibu saya dikenal sebagai tabib pengobatan alternatif, dan merupakan generasi ketiga. Mereka yang berobat itu dari segala jenis usia, dan berbagai macam keluhan. Seperti misalnya patah tulang, bayi kecengklak, kwalik, kesambet (kesurupan), dan lain sebagainya.

Selain itu banyak juga pasangan suami istri yang datang untuk melakukan ikhtiar agar memiliki anak. Nah, banyak yang datang berobat hanya sang istri saja. Sementara sang suami tidak mau datang berobat dengan dalih bahwa dirinya baik-baik saja. Terkait hal itu ibu dengan tegas menolak untuk menanganinya.

"Kalau mau ikhtiar agar memiliki keturunan baik itu di pengobatan modern maupun pengobatan alternatif, jangan pihak perempuan saja yang disuruh untuk periksa. Baik suami maupun istri harus diperiksakan juga, sebab tidak jarang masalahnya justru bersumber di pihak suami," begitulah ujar ibu.

Suatu ketika ibu kedatangan sepasang suami istri, di mana sang istri masih merupakan kerabat jauh dari ibu. Mereka sudah sekitar tujuh tahun berumah tangga, namun belum juga diberikan amanah mendapatkan buah hati. Awalnya sang suami itu ngotot bahwa istrinya lah yang memiliki masalah. Kemudian istrinya menceritakan bahwa sebelumnya suaminya itu pernah menikah, akan tetapi karena tidak kunjung memiliki anak, istrinya pun diceraikan. Mantan istrinya pun kini sudah menikah lagi, dan memiliki anak.

Setelah istrinya menceritakan hal itu, baru sang suami mau untuk diperiksa. Ternyata benar bahwa masalahnya justru terletak pada suaminya. Lebih lanjut ibu menuturkan bahwa kalau masalah sulit untuk memiliki anak itu terletak pada istri, mudah untuk diobati. Sebab obat herbalnya banyak, dan mudah untuk ditemukan. Sementara jika masalahnya terletak pada suami, obat herbalnya sedikit, dan sulit untuk ditemukan.

Cerita lainnya kali ini datang dari kerabat jauh ayah, kerabat ayah curhat kepada ayah perihal anak perempuannya yang selalu disalahkan oleh keluarga suami, karena tidak kunjung memiliki anak. Ikhtiar ke dokter sudah, namun tidak ada hasilnya. Kerabat ayah tersebut lalu menelepon ibu bahwa anak perempuannya saja yang akan datang, sementara menantunya tidak ikut. Tentu saja ibu meminta agar keduanya harus datang juga.

Setelah mereka datang, ibu menanyakan apakah ketika ikhtiar ke dokter keduanya ikut diperiksa. Ternyata hanya istrinya saja yang diperiksa, suami berdalih bahwa istrinya pernah hamil tetapi keguguran di bulan pertama. Ia berargumen bahwa istrinya lah yang bermasalah, bukan dirinya. Argumen tersebut dibantah oleh ibu, bahwa jika demikian masalahnya justru pada suami. Ternyata setelah diperiksa benar saja masalahnya terletak pada suami.

"Kalau misalnya tidak percaya atas perkataan saya, masnya bisa memeriksakan ke dokter, jangan hanya istrinya saja," ujar ibu. Satu bulan kemudian mereka datang lagi ke rumah ibu, mereka menceritakan setelah diperiksakan ke dokter ternyata memang benar masalahnya terletak pada suami.

Maka dari itu ketika melakukan ikhtiar agar memiliki keturunan, jangan pihak istri saja yang melakukan ikhtiar. Tetapi harus keduanya, baik suami maupun istri. Apalagi kalau sampai sang istri malah disalahkan. Intinya ya ikhtiar dengan sabar.

 

 

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler