Mengapa kita menjadi laki-laki yang canggung untuk memeluk bapak? Padahal bapak adalah satu-satunya orang yang siap memanggul kita ketika kita sedang terjatuh. Bapak adalah tulang punggung keluarga kita. Bapak adalah orang yang selama ini bertengkar dengan rasa kesalnya demi menyambung kehidupan kita dari hari ke hari
Padahal bapak adalah satu-satunya orang yang akan maju paling depan ketika kita sedang disakiti teman kita pada masa kecil. Padahal, bapak adalah lambang kejantanan bagi dunia, , dan masih ada banyak padahal-padahal lain yang terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu.
Aku tahu, selain ibu, bapak adalah orang yang paling merindukan kita pada saat kita sedang merantau untuk bekerja atau kuliah. Tapi beliau tak pernah dan mungkin tidak akan pernah mengucapkan rasa rindu itu.
Memang, pada saat menelepon mereka di kampung, ibulah yang selalu mengingatkan kita untuk tetap sembahyang, untuk jangan telat makan, untuk segera pulang kalau bisa sebulan sekali, itupun masih terlalu lama menurut ibu. Ibulah yang selalu menangis dengan tersedu-sedu, dan kita membayangkan wajah ibu yang agak sedikit keriput dialiri dengan air mata kerinduan yang sangat menyiksa.
Begitupun disaat kita pulang dari rantauan. Ibu adalah satu-satunya manusia yang paling antusias untuk menyambut kepulangan kita, air matanya akan menyiksanya lagi dengan kebahagiaan. Pelukannya akan selalu menjadi erat dan sangat lama untuk kita.
Tapi, dimana bapak saat kita sedang menelpon? Dimana bapak saat kita sedang pulang?
Tentu, bapak tidak akan kemana-mana, ia berada disamping ibu saat kita sedang mendengarkan nasihat-nasihat dari ibu dari telepon, bapak selalu mendengarkan suara kita yang semakin hari semakin berat. Biasanya, bapak akan duduk-duduk di beranda, menikmati kopi dan menghisap rokoknya sembari melamun menikmati suara kita.
Ketika kita pulang, bapak juga masih ada di rumah, tak akan kemana-mana dan tak mungkin kemana-mana. Sebenarnya beliau juga menantikan kita pulang kerumah. Bapak hanya akan menyapa kita satu kali dan setelah itu hilang kembali, menuju beranda dan menikmati rokoknya. Tanpa pelukan, bapak tidak akan memeluk anaknya dengan sembarangan.
Bapak tidak akan kemana-mana, beliau akan selalu ada dihati kita.
Setelah sekian lama merenung, aku mungkin tahu alasan mengapa kita tumbuh menjadi anak yang canggung untuk memeluk bapak. Jawabannya mungkin adalah, karena kita sudah tumbuh menjadi anak yang sudah bisa melamun di beranda.
Ikuti tulisan menarik Ariyo Rizky Valentino lainnya di sini.