Perkawinan merupakan perbuatan keagamaan di samping perbuatan hukum dan menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga serta harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun selama perkawinan berlangsung. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari Pasal tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa pernikahan bertujuan membangun keluarga. Membentuk keluarga adalah salah satu HAM yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sesuai dengan Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Perkawinan sebagai salah satu bentuk hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita yang terjalin didasarkan atas adanya ikatan lahir batin diantara keduanya, berkaitan dengan perkawinan tidak luput dari permasalahan yang kompleks. Misalnya saja, pengakuan negara atas anak yang dilahirkan, masalah perceraian, pembagian harta ataupun masalah warisan dan lainnya. Dengan arti akan menimbulkan akibat hukum baik bagi pasangan suami-istri tersebut maupun pada hal-hal lain dan pihak lain yang terkait dengan perkawinan.
Perjanjian Pranikah merupakan pilihan yang sifatnya tidak wajib untuk mengantisipasi akibat dari masalah tersebut. Perjanjian Pranikah dapat dilakukan asal tidak melanggar asas-asas hukum, agama, dan kesusilaan. Perjanjian Pranikah harus dibuat dalam Akta Notaris lalu di daftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan ditandatangani sebelum proses ijab kabul. Segala isi perjanjian pranikah tidak dapat diubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.
Perjanjian Pra Nikah sudah diatur pada Pasal 29 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 dimana kedua belah pihak bisa mengajukan perjanjian tertulis sebelum melangsungkan perkawinan yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan yang isinya berlaku terhadap pihak ketiga tersangkut.
Secara garis besar, poin penting yang perlu dicantumkan di dalam isi Perjanjian Pra Nikah tersebut terdiri dari pemisahan harta kekayaan, pemisahan hutang, penghasilan, tanggung jawab terhadap anak-anak hasil pernikahan. Dengan adanya Perjanjian Pra Nikah, masing masing pihak akan telindungi dari tindakan hukum yang terjadi pada satu pihak, stabilnya kondisi finansial, dan menghadirkan keterbukaan agar hubungan pernikahan tetap harmonis.
Ikuti tulisan menarik Inge Lusiana lainnya di sini.