x

Ilustrasi Pelestarian Lingkungan.

Iklan

Bibi Suprianto

Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada (UGM)
Bergabung Sejak: 21 April 2023

Jumat, 21 April 2023 14:19 WIB

Muslim Merawat Bumi

Dalam agama ketidak sasaran diri tak hanya berhubungan dengan hati, tapi juga pada etika terhadap alam. Islam mengajarkan umatnya untuk bijak terhadap alam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Krisis lingkungan adalah salah satu bentuk ketidakpedulian manusia terhadap alam dan agama. Saya khawatir, kerusakan yang kita lakukan terhadap alam adalah bunuh diri. 

Problematika yang terlihat saat ini adalah ketidaksadaran pada diri. Banyak yang mengetahui bahwa alam itu penting, tetapi sebagian besar dari kita tidak sadar pentingnya  aksi  menjaga alam. Kita selalu abai. Kita hanya sebatas memuji. Jarang berpikir, bagaimana kita bisa berkontribusi terhadap alam. 

Sifat kita sebagai manusia selalu mengejar kenyamanan sendiri sehingga sering mengorbankan aspek-aspek lingkungan di luar diri kita. Ketika kita lupa dengan aspek-aspek lingkungan, maka akan menambah daftar ketidakpedulian manusia terhadap alam. Ini adalah ketidaksadaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam agama, ketidaksadaran tidak hanya berhubungan dengan hati kita, tetapi juga baik dan buruk yang berpotensi untuk penilaian etika lingkungan.  Agama mengajarkan kita untuk bisa mengontrol alam. Konsep ini terlihat dalam ajaran Islam, tentang peran muslim dalam menjaga lingkungan.

Muslim merupakan satu dari umat enam agama yang memiliki konsen dalam menjaga lingkungan. Konsen tersebut dapat dilihat dari sejarah Arab Badui yang hidup di bumi untuk berkebun dan beternak. Keseharian yang mereka lakukan merupakan proses untuk menjaga ekosistem alam dari kerusakan. Jika tanaman dan peternakan tidak dikembangkan, maka akan membuat ketidakseimbangan antara manusia, alam dan hewan. Proses ini terus dikembangkan oleh muslim untuk mencintai lingkungan dan menjaga alam.

Alasan tersebut menjadi sebuah perjalanan penelitian saya untuk mengungkapkan bahwa muslim adalah salah satu agama yang mengajarkan prinsip ekologi melalui spiritualitas agama. Prinsip ekologi inilah yang menjadi pandangan saya tentang bagaimana Islam menerapkan nilai-nilai etika lingkungan.

Menjadi Ekologis, Menjadi Salih

Ekologis adalah sebuah kesadaran pada manusia. Kesadaran ini muncul dari kebiasaan peduli terhadap lingkungan. Mereka yang mengakui sebagai ekologis, menjunjung tinggi nilai-nilai lingkungan secara alami. Nilai-nilai ini disebut “menjadi”, yaitu proses belajar ekologis di lingkungan masyarakat.

Proses menjadi ekologis ditemukan di Pesantren Al-Imdad di Yogyakarta. Pesantren ini mengadopsi nilai-nilai ekologi melalu visi misi dan praktik dan etika lingkungan. Hampir setiap hari saya berkunjung ke Pesantren Al-Imdad, aktivitas menjaga lingkungan dilakukan setiap pagi.

Setelah sholat subuh dan belajar al-Qur’an, para santri melakukan aktivitas bersih-bersih di kamar dan lingkungan pesantren. Aktivitas ini dilakukan karena merupakan kewajiban santri  menjaga dan memelihara lingkungan dari kotoran sampah. Kewajiban yang dilakukan oleh santri merupakan tanggung jawab sebagai santri dan sebagai muslim yang diwajibkan untuk menjaga lingkungan.

Untuk menjaga tanggung jawab sebagai santri salih, Pesantren Al-Imdad memiliki peraturan untuk menegaskan kembali kesadaran lingkungan mereka. Ada beberapa peraturan yang dibuat Pesantren Al-Imdad untuk menjaga lingkungan di Pesantren.

Peraturan tersebut adalah: 1) membuang sampah pada tempat yang telah disediakan; 2) menjemur pakaian pada tempat yang telah disediakan; 3) melaksanakan piket sesuai dengan jadwal dan tugas yang telah ditetapkan oleh pengurus. Hal ini merupakan aturan yang disepakati oleh Pesantren Al-Imdad dalam menjaga tanggung jawab santri. Jika aturan tersebut dilanggar, Santri akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan.

Dengan adanya aturan tersebut, santri harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab dalam menjaga lingkungan di Pesantren Al-Imdad.

Walaupun, tanggung jawab dalam menjaga lingkungan pada santri tumbuh dan berkembang melalui proses regulasi, motivasi dan praktik lingkungan. Mereka menyadari bahwa lingkungan adalah bagian dari ciptaan Tuhan, dan harus dijaga. Bagi mereka, Tuhan adalah pencipta alam yang memberikan mandat kepada manusia untuk menjaga bumi. Jika bumi rusak, manusia akan merasakan dampak negatifnya.

Pesantren memiliki tujuan untuk menciptakan generasi soleh menuju Salih_sadar lingkungan melalui etika lingkungan dan praktik Pesantren Al-Imdad. Dalam Islam, semua aktivitas lingkungan hidup adalah ibadah manusia. Mengelola dan menjaga lingkungan dari pencemaran sampah merupakan bagian dari Ibadah. Sehingga dengan kata lain, menjadi ekologis adalah menjadi sadar lingkungan hidup.

Prinsip ekologi Islam merupakan sumber pemahanan Muslim terhadap lingkungan. Prinsip ini memiliki nilai dan peran dalam menjaga alam. Muslim yang mempraktikkan prinsip ekologi Islam adalah mereka yang memiliki kesadaran secara lahirian dan batiniah.

Konsep ini ditemukan di Pesantren Al-Imdad melalui empat prinsip ekologi dalam Islam. Namun, ada dua prinsip yang dijelaskan di sini. Pertama yaitu konsep khalifah. Khalifah berperan dalam Islam untuk menjaga lingkungan. Secara istilah khalifah dapat diartikan dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah amanat, wakil, pengganti Nabi Muhammad. Sedangkan dalam bahasa Arab Al-Khalifah diartikan sebagai gelar manusia yang diciptakan di muka bumi dan pengganti pemimpin Islam setelah Nabi Muhammad.

Istilah ini kemudian muncul dalam arti yang lebih luas. Quraish Shihab mengatakan bahwa khalifah adalah bagian dari masyarakat yang hidup di alam (ard) dan memiliki hubungan antara manusia, alam, dan hewan, dan mereka diberi amanat oleh Allah. Mangunjaya juga mengatakan bahwa khalifah adalah amanat Tuhan bagi manusia dalam menjaga hubungan manusia dengan alam di muka bumi.

Dalam konteks khalifah di Pesantren Al-Imdad. KH Habib Abdus Syakur selaku pemimpin Pesantren Al-Imdad mempraktikan khalifah sebagai manusia dalam menjaga lingkungan. KH Habib Abdus Syakur adalah pahlawan lingkungan yang mencintai alam. Beliau selalu memberikan motivasi kepada Santri untuk menjadi Santri Salih. Baginya, Santri Salih adalah generasi yang bertakwa dan sadar lingkungan. Mereka akan menjadi generasi di masa depan untuk melakukan perubahan sosial masyarakat.

Dari tahun ke tahun, KH Habib Abdus Syakur semakin optimis dalam merespon permasalahan lingkungan, seperti peran Pesantren Al-Imdad 13 tahun lalu dalam menanam 5000 tanaman di Lereng Merapi Yogyakarta. KH Habib Abdus Syakur mengajak masyarakat dan beberapa takmir masjid untuk mengikuti penghijauan di Gunung Merapi. Menurut KH Habib Abdus Syakur mengatakan, ada 30 takmir masjid yang menjadi pengikutnya untuk membantu penghijauan Gunung Merapi. Lebih dari seribu anak tanaman seperti jati, simon, kelapa, dan tanaman lainnya ditanam di Lereng Gunung Merapi.

KH Habib Abdus Syakur sangat optimis dalam berkontribusi terhadap bencana alam seperti letusan gunung berapi tahun 2010 lalu. Sasarannya, ialah penghijauan pasca gunung meletus di Yogyakarta. Ini merupakan inisiatif dari KH Habib Abdus Syakur dalam melihat permasalahan lingkungan gunung Merapi.

Tidak hanya itu, peran KH Habib Abdus Syakur dalam menggerakkan Pesantren Peduli Lingkungan dalam masyarakat, salah satunya adalah memberikan bibit tumbuhan bagi masyarakat. Ia bercerita tentang sejarahnya, ketika masyarakat memiliki masalah lingkungan seperti sampah, Pesantren diamanatkan untuk mengambil sampah di rumah masyarakat.

Masyarakat juga diberikan tanaman pepaya untuk ditanam di halaman rumah. Tujuannya adalah untuk mencegah masalah lingkungan di masa depan. Dia menegaskan, saat ini kita tidak merasakan bencana, tetapi 20 tahun ke depan, manusia akan merasakan dampak negatif dari masalah lingkungan.

Sebagai seorang khalifah yang diamanatkan Tuhan untuk menjaga alam, KH Habib Abdus Syakur memberikan kepedulian terhadap manusia dan alam. Ia tidak ingin pesantren dan masyarakat merasa terganggu dengan masalah lingkungan. KH Habib Abdus Syakur berjuang untuk merespon masalah lingkungan melalui ikhtiar Islam sebagai khalifah. Baginya, khalifah adalah manusia yang berakal. Manusia diamanatkan untuk menjaga bumi dengan baik. Mereka harus menjaga keseimbangan di bumi dari kerusakan yang ada.

Kedua, konsep mizan.  Mizan atau keseimbangan merupakan bagian dari ekosistem lingkungan yang harus diperhatikan. Ekosistem mendorong hubungan antara manusia, hewan, dan alam. Ekosistem juga dapat menjadi bagian dari spiritualitas manusia seperti hubungan antara manusia, hewan, alam dan Tuhan. Dalam konteks environmentalisme, keseimbangan kosmis antara Tuhan, manusia, dan alam sering kali ditujukan untuk menonjolkan tanggung jawab  mereka.

Untuk menjaga keseimbangan ini, umat manusia harus menyembah sang pencipta, menaati aturan-aturan-Nya, bertindak secara bertanggung jawab terhadap alam, menjaga kehidupan, dan menghindari penyalahgunaan dan pemborosan (Arnez, 2014, hlm. 80). Inilah konsep Takwa.

Takwa adalah pembelajaran Muslim dalam hubungan manusia-Tuhan. Takwa yang bisa diterjemahkan sebagai ketakutan moral takwa berhubungan dengan kehidupan yang akan datang.

Di sisi lain, hubungan manusia dengan Tuhan adalah hubungan vertikal, sedangkan hubungan manusia, hewan dan alam adalah hubungan horizontal. Ketika manusia menggerakkan spiritualitas untuk menjaga ekosistem, manusia akan mendapatkan keseimbangan seperti interaksi antara manusia, Tuhan, alam dan hubungan hewan.

Komitmen tradisi Islam terhadap lingkungan yang menjembatani sistem sosial, simbolik, dan etika juga bersinggungan dengan kosmologi, ilmu alam, yurisprudensi, dan lainnya, membuka studi lingkungan, dan humaniora lingkungan di dalamnya, ke percakapan disiplin tentang pemahaman manusia tentang yang gaib dan tidak diketahui (Gade , 2019, hlm.18).

Domain ini dalam Islam sebagai konsep tentang rahmatan lil'alamin dalam menghubungkan di dunia. Prinsip-prinsip ekologi Islam sebagai mizan atau menjaga keseimbangan bumi merupakan bagian dari pembelajaran Islam di Pesantren Al-Imdad.

KH Habib Abdus Syakur menyampaikan bahwa dalam ekosistem alam, manusia memiliki hubungan dengan manusia, alam, hewan dan Tuhan. Kaitannya adalah sadar lingkungan dalam krisis lingkungan. Bagi KH Habib Abdus Syakur, jika pohon berkurang, dan sampah semakin banyak, akan menjadi masalah. Manusia harus menjaga keseimbangan ini. Al-Imdad memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan alam. Mereka mengelola sampah, membuat pupuk, menanam tanaman dan memelihara hewan.

Inilah sustainability ecology yang dijelaskan pada bab 3 tentang bagaimana mereka mengelola sampah menjadi pupuk, bukan menjadi masalah lingkungan.

Refleksi Ekologi

Penelitian yang telah saya lakukan merupakan bentuk dari kekhawatiran diri terhadap alam. Bumi yang saat ini mengalami krisis lingkungan merupakan perbuatan dari manusia. Kerusakan-kerusakan lingkungan seperti tanah longsor, banjir, kebakaran hutan dan deforestasi adalah perbuatan kita sebagai manusia.

Kita sebagai manusia harus memiliki kesadaran dalam menjaga alam dari kerusakan yang berkepanjangan. Dengan adanya refleksi diri terhadap lingkungan, menyadarkan kita bahwa agama telah mengajarkan manusia untuk melindungi bumi dari kerusakan.

Agama merupakan dogma yang memberikan pemahaman kepada manusia baik secara tektual maupun kontektual dalam ajarannya. Nasr mengatakan bahwa krisis lingkungan merupakan bentuk kerusakan yang begitu parah. Penyembuhan terhadap bumi yaitu dengan cara kembali pada tradisi lama dalam agama yaitu rediscovery of nature penemuan kembali alam dengan memahami prinsip-prinsip ekologi dalam agama.

Ikuti tulisan menarik Bibi Suprianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

7 jam lalu

Terpopuler