Minta Restu

Senin, 10 Juli 2023 12:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bea menyampaikan niatan Vinsen untuk menikahi Bea, Bapa dengan ekspresi biasa, datar tanpa ekspresi, apakah bapak mengizinkan?

Seperti pada malam-malam sebelumnya, aku, Mama, Bapa dan 2 adikku makan bersama dengan sayur yang dipetik Mama dan ikan sambal. Saat kembali ke Kupang, suasana makan malam ini yang paling aku rindukan. Kami makan di ruang tengah, lesehan dengan makanan dibagian tengah dan kami mengelilinginya. Sebenarnya semua sudah selesai makan, tapi semuanya masih tetap di tempat yang sama, sebelum aku bergerak mengangkat piring kotor yang sudah ditumpuk didepanku.

Keringatku sudah mengucur dari tadi, bukan karena sambal yang mama buat, tapi aku grogi ingin mengatakan ini pada seluruh keluargaku, makan malam adalah waktu yang tepat. Tapi bingung ngomong dari mana dan harus bilang apa. Otakku berfikir bagaimana memulai, sedangkan hatiku mendoroang agar aku berani bilang ini.

“Ma, Pa….” aku memberi jeda, sambil melihat satu persatu mata mereka yang kini sudah menatap ku.

“Vinsen bilang dia serius mau nikah samaku. Keluarganya bilang mau datang ke kita punya rumah bulan September,” wajah bapa ekspresinya masih sama, datar tanpa kaget atau senang.

“2 bulan lagi berarti?” aku menjawab dengan anggukan dari pertanyaan bapa.

“Mereka mau bawa apa?” aku diam tanpa suara apapun hanya menunduk. “Katanya, Minggu Vinsen mau kerumah bilang ke bapa,”

Berbeda dengan mama, aku yakin dia senang mendengar kabar ini, sangat terlihat dari senyumnya yang mengembang dan matanya yang berbinar. Kedua adikku juga sama, mereka senang karena sebentar lagi akan ada acara besar di rumah, setelah pesta kikir gigi dan sambut baru kami tak pernah ada acara besar lagi.

“Ya udah, kau berhenti saja kuliahnya,” kata Mama. “Tidak, dia tetap kuliah sampai selesai,” jawab Bapa dengan suara yang meninggi.

Mama diam tanpa kata, saat mendengar suara Bapa yang meninggi. Aku juga tak ingin berhenti kuliah, karena aku sudah semester 7, 1 semester lagi aku lulus.

“Angkat semua piringnya, aku tunggu Vinsen minggu di rumah,” kata Bapa, aku dan adek-adek langsung ambil bagian untuk mengangkat hal-hal yang ada didepan kami untuk dikembalikan kebelakang, dapur.

Selanjutnya hening, aku tidak berani memecahkan kesunyian ini. Aku dan adek-adek sudah masuk kamar kami, karena di rumah ini hanya ada 2 kamar. Kami bertiga tidur di kamar yang sama sejak kecil hingga kini.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Diah Simangunsong

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Menikmati Pagi di Watu Mitong, Riung

Senin, 4 September 2023 15:19 WIB
img-content

Bimsalabim Jadi Apa, Prok, Prok, Prok!

Selasa, 11 Juli 2023 16:00 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler