x

Data Dokumentasi Tempo

Iklan

Zainal Putra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Minggu, 10 September 2023 23:51 WIB

Dalam Pendakian Kehidupan, di Mana Posisi Anda?

Ada tiga tipe pendaki gunung kehidupan berdasar teori adversity qoutient yang dipopulerkan Paul G. Stoltz PhD (1997). Ketiga tipe itu adalah: quitters, campers, dan climbers. Anda termasuk yang mana?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alkisah, ada dua orang anak muda yang di kampungnya dikenal sebagai orang yang gagah, berani dan tampan. Pemuda yang pertama sebut saja namanya Ramlan dan yang kedua bernama Yahya. Mereka berdua bersahabat dekat dan sama–sama telah menikah dengan satu orang anak. Memang mereka mengambil keputusan yang cepat untuk urusan menikah, karena menurut mereka dengan menikah dapat menentramkan hati, menjaga mata, menghidari diri dari perbuatan zina dan menjaga keturunan.

Pada suatu ketika sambil beristirahat di atas jambo blang selepas semekoh padee di sore itu, mereka berbincang mengenai peningkatan nasib perekonomian keluarga mereka. Hasil perbincangan di sore itu, mereka memutuskan untuk mencari emas yang katanya ada di puncak Gunung Geureudong. Gunung itu berada lumayan jauh dari tempat tinggal mereka, harus mengarungi lima anak sungai dan melewati medan jalan yang menanjak nan terjal. Butuh waktu lima hari dan lima malam untuk sampai ke sana.

Menurut kabar burung yang beredar di perkampungan, belum ada satu orangpun yang berhasil menaklukkan puncak Gunung Geureudong itu, yang menurut pantauan citra satelit memang memendam kandungan emas yang luar biasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua anak muda itu nekad banting setir dari petani biasa di kampungnya dan meninggalkan isteri beserta sang si buah hati dan sekarang berupaya menjajal emas di puncak Gunung Geureudong yang kilauannya membuat pikiran mereka tidak bisa tidur semalam suntuk.

Setelah menempuh perjalanan selama dua hari dan dua malam,  tibalah mereka di kaki Gunung Geureudong itu. Diperkirakan butuh waktu selama tiga hari dan tiga malam lagi untuk sampai ke tempat tujuan. Karena mataharipun mulai tenggelam di ufuk barat yang menandakan bahwa malam akan segera tiba, kedua anak muda itu sepakat beristirahat di kaki gunung dengan membangun sebuah kemah untuk mereka berdua.

Tatkala malam mulai larut, maka rasa sejuk dan dinginnya hawa Gunung Geureudong mulai merasuk ke tulang–tulang menembus selimut tebal kedua pemuda itu. Nyamuk–nyamuk nakal juga kian berdatangan karena mangsa yang telah lama ditunggu, kini sudah ada di depan mata. Belum lagi dengan suara burung hantu yang membuat bulu kuduk jadi merinding. Dan ternyata mereka memang tidak bisa tidur di malam itu.

Singkat cerita, malam pertama mereka lalui di sana (di kaki gunung) penuh dengan tantangan. Pemuda yang pertama tadi yang bernama Ramlan, benar–benar takluk oleh banyak tantangan malam itu. Dia menangis tersedu–sedu di depan sahabatnya Yahya, teringat kepada isteri dan anaknya di kampung. Dia juga bersumpah tidak akan melanjutkan lagi perjalanan dan besok pagi–pagi dia akan kabur, pulang lagi ke kampung  halaman walaupun sendirian.

Dan ternyata benar, Ramlan menepati janjinya semalam. Di pagi buta, tanpa pamit pada rekannya Yahya, Ramlan buru–buru berkemas dan balik pulang ke kampung halaman, dia ikhlas menguburkan impiannya dan siap menjadi petani lagi di kampungnya. Sedangkan sahabatnya si Yahya, malam itu mampu bertahan dari gigitan nyamuk nakal dan tidak mampan ditembus hawa sejuk dingin Gunung Geureudong, karena rupanya dia diam–diam ada membawa lotion anti nyamuk dan selimut rancangan khusus untuk pendaki.

Kemudian dengan membaca Bismillah, pemuda yang bernama Yahya itu bertekad melanjutkan perjalanan walaupun sendirian demi menggapai impian untuk sampai ke puncak gunung. Kini Yahya sedang dalam melanjutkan perjalanannya.

Kisah di atas mendeskripsikan kepada kita bahwa secara umum ada dua tipe manusia di dunia ini dalam mengarungi kehidupan. Tipe pertama adalah seperti si Ramlan, mudah takluk pada tantangan dan akhirnya menyerah dengan membawa pulang kehampaan. Sedangkan tipe kedua adalah seperti si Yahya, mampu bertahan dari kesulitan dan siap melanjutkan perjuangan demi menggapai masa depan yang cerah.

Untuk mencapai keberhasilan/kesuksesan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam lingkungan organisasi, sangat diperlukan sosok pekerja keras yang tidak kenal ujen uroo  --pergi pagi dan pulang paginya lagi sudah biasa baginya dalam bekerja, pantang menyerah dan tahan banting. Lebih lanjut ini dikenal dalam teori adversity qoutient yang dipopulerkan oleh Paul G. Stoltz PhD (1997), Presiden PEAK Learning Inc. Ia seorang konsultan sumber daya manusia yang sangat terkenal di dunia dan telah meneliti selama sembilan belas tahun mengenai kunci sukses bagi para top manager di perusahaan terkemuka dunia.

Secara spesifik Stoltz mendefenisikan adversity qoutient adalah bagaimana seseorang mampu menghadapi tantangan dalam setiap kondisi, memiliki daya tahan tinggi dan tahan banting dalam menghadapi kesulitan, hambatan, tidak akan mengulangi kesalahan dan bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya. Stoltz mengibaratkan keberhasilan perjuangan hidup dalam mengarungi samudera kehidupan ini, atau perjalanan karier seseorang itu seperti peristiwa pendakian puncak gunung yang sangat tinggi.

Dalam menempuh pendakian itu, ternyata terdapat tiga tipe pendaki, yaitu pertama quitters, adalah mereka yang menghentikan pendakian. Tipe orang yang seperti ini adalah orang yang tidak sanggup menghadapi tantangan, menghindar dan melarikan diri dari masalah. Orang ini dikenal dengan orang yang lemah mental seperti mental toge, rapuh dan mudah patah oleh tekanan. Dan tentunya orang seperti ini tidak dapat bekerja di bawah tekanan.

Kedua campers, adalah mereka yang berkemah. Tipe orang yang seperti ini mereka yang pergi tidak seberapa jauh. Biasanya orang semacam ini cenderung mencari posisi nyaman dalam bekerja dan menyembunyikan diri dari situasi yang tidak bersahabat. Golongan ini juga cepat merasa puas atas apa yang telah dicapai.

Ketiga climbers, adalah para pendaki, yaitu individu yang melakukan usaha melewati rintangan dan berani menghadapi tantangan sepanjang hidupnya. Orang tipe seperti ini, terus melanjutkan pendakian dengan segala risiko yang akan dihadapi hingga pada akhirnya mencapai puncak gunung yang diinginkannya.

Mereka adalah para pemegang motto: ‘menyerah atau mati’, baginya dari pada menyerah pada keadaan, lebih baik mati berkalang tanah. Karena itu bagi pribadi seperti ini memiliki sikap militansi sangat tinggi dalam mencapai tujuannya. Tidak ada seorangpun yang dapat menghalanginya. Pribadi yang masuk kategori tipe ketiga ini tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah diraihnya.

Tatkala satu puncak gunung telah sukses dia taklukkan, maka dia dengan segera melakukan persiapan dan mengatur srategi demi menaklukkan puncak gunung lainnya yang lebih tinggi.

Kesimpulannya, bila Anda mau menjadi sukses maka jadilah pribadi yang tangguh, pantang menyerah, mampu mengatasi kesulitan dan tahan banting. Ini tentunya ditemukan pada individu yang masuk dalam kategori tipe ketiga (climbers).

Akhirnya Anda dapat menakar diri, seberapa kuat tingkat daya tahan banting yang Anda miliki. Apakah Anda termasuk dalam kategori quitters, campers atau climbers. Saya pikir hanya diri Andalah yang tahu. Dan jadilah pribadi yang tidak pernah mau menyerah, walau sepedih apapun kehidupan yang Anda jalani.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Kalimat tersebut diulangi sebanyak dua kali oleh Allah swt di dalam Surah ke-94 Alam Nasyrah yaitu dalam ayat kelima dan keenam. Wallahua’lam.

(Zainal Putra SE MM adalah CEO PT Putra Human Capital Learning Consultant)

Ikuti tulisan menarik Zainal Putra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu

Terpopuler