x

ilustrasi seseorang berjalan di dalam terowongan (unsplash.com/\x40wilstewart3)\xd sumber : https://unsplash.com/photos/_XpHc4Qy-8k

Iklan

Maftuh Ihsan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 September 2023

Rabu, 27 September 2023 19:32 WIB

Kita adalah Filsuf bagi Diri Sendiri

Filsafat merupakan suatu proses mencari hakikat kebenaran segala sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti ingin mencari kebenaran untuk diri kita sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa yunani Philoshopia. Kata Philoshopia berasal dari dua kata yakni philos dan shopia. Kata philos bermakna cinta dan Shopia berarti kebijaksanaan, kearifan, pengetahuan. Jadi secara etimologis filsafat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan, cinta akan kearifan, cinta akan pengetahuan. [ Ali Maksum 15-16 ].

Secara terminologis, filsafat adalah proses berpikir secara radikal, sistematis dan universal terhadap sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.[ Ali Maksum,21]. Filsafat juga bisa diartikan sebagai hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya [ Purwantana, 1-2]. Ada juga yang mendefinisikan bahwa filsafat adalah memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam [ Ahmadi, 1-2 ]. 

Singkatnya, filsafat adalah berpikir. Tentu berpikir tentang segala apapun yang ada dan yang mungkin ada. Secara pasti berpikir yang dimaksud adalah berpikir secara mendalam untuk mencari akar persoalan ( Radikal) serta runtut ( sistematis) dan bersifat umum nan kesemestaan ( universal). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Filsafat harus membumi

Menurut pandangan saya, filsafat bukan sesuatu yang sulit, seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Karena filsafat tidak hanya sesuatu yang bersifat melangit, sulit dipahami dan sulit dijelaskan. Filsafat bukan hanya memahami rasionalisme, empirisme, kritisisme dan lainnya, yang tentu, hal tersebut sulit dipahami. Filsafat bukan hanya mempelajari Plato, Aristoteles, Descartes, Aquinas, Nietzsche dan lainya. 

Namun, filsafat sebenarnya mudah. Mudah untuk dipahami,mudah dimengerti terutama dalam kehidupan sehari-hari. Benar, filsafat hakikatnya selalu hadir dalam sehari-hari. Filsafat selalu bersama dalam kehidupan,dalam setiap nafas perbuatan. Filsafat kali ini harus membumi bukan terus melangit. Jika filsafat hanya terus ingin melangit maka filsafat tidak akan eksis, tidak akan dipelajari, dan bahkan dijahui seperti kasus yang kebanyakan terjadi per hari ini. 

Kita adalah filsuf bagi diri sendiri

Tanpa kita sadari, kita adalah seorang filsuf. Ya kita adalah filsuf bagi diri kita sendiri. Tidak usah muluk-muluk ingin menjadi filsuf bagi orang lain. Tidak usah muluk-muluk ingin menjadi filsuf seperti plato, Aristoteles, descartes, aquinas, Nietzsche, spinoza dan sebagainya. Kita sudah menjadi filsuf bagi diri kita sendiri dan seyogyanya kita harus bangga karena hal itu. 

Kok bisa, apa sebabnya? 

Pertama, adalah berpikir. Tanpa kita sadari filsafat selalu hadir dalam laku sehari-hari. Ya. filsafat selalu hadir dalam kehidupan kita sehari hari. Sebagai contoh, kita adalah manusia dan setiap manusia pasti mempunyai beragam persoalan dan selanjutnya manusia juga pasti ingin untuk memecahkan persoalan tersebut.

Untuk memecahkan suatu persoalan pasti dibutuhkan proses berpikir. Ya. Ketika kita ingin memecahkan persoalan apapun yang hadir dalam hidup, kita pasti melakukan proses berpikir untuk mendapatkan solusi. Proses berpikir untuk mendapatkan solusi dari persoalan bukan cuma berpikir yang ecek-ecek, remeh-temeh dan sembarangan, tentu yang dilakukan adalah berpikir secara mendalam. 

Satu contoh , kita sebagai manusia pasti seringkali mempunyai persoalan bagaimana caranya hidup nyaman dan tenang. Tentu untuk mendapatkan jawaban bagaimana hidup nyaman dan tenang, hal yang pertama kali dilakukan adalah berpikir. Berpikir tentang: bagaimana ya caranya hidup nyaman? Apakah hidup nyaman itu disebabkan oleh uang, pasangan, dan kemewahan? Bagaimana cara mudah untuk mendapatkan hidup nyaman dan tenang? Dan tentu setelah melalui proses berpikir itulah lambat laun jawaban dan solusi akan muncul dengan sendirinya. 

Oleh karena itu, seperti yang sudah dijelaskan diawal, filsafat adalah proses berpikir. Maka orang yang berpikir adalah orang yang berfilsafat dan orang yang berfilsafat adalah filsuf. Ada sebuah adagium mengatakan "Setiap manusia adalah filsuf ".  Ucapan tersebut tidak salah karena manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berpikir, namun untuk menjadi seorang filsuf ,berpikir yang dilakukan bukan sembarang berpikir, tetapi berpikir yang dilakukan adalah berpikir yang bersungguh-sungguh dan sampai pada akar persoalan. 

Kedua, mencari kebenaran. Sudah dijelaskan diawal bahwa filsafat merupakan suatu proses mencari hakikat kebenaran segala sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti ingin mencari kebenaran untuk diri kita sendiri. Kita ingin mencari kebenaran untuk keberlangsungan hidup, kita pasti ingin mencari kebenaran menurut hati nurani diri sendiri. Tidak usah muluk-muluk untuk mencari kebenaran milik orang lain. Tidak usah rakus untuk mencari kebenaran milik bersama. Yang paling utama dicari adalah kebenaran untuk diri sendiri. 

Setiap manusia harus menemukan kebenaran milik dirinya sendiri. Supaya apa? Supaya manusia tidak gampang goyah dan tidak mudah diombang ambingkan oleh sesuatu yang hadir dalam kehidupan. Supaya manusia mempunyai pegangan ( prinsip) dalam menjalani kehidupan. Supaya manusia mempunyai sikap terhadap personalan yang ada, bukan hanya ikut-ikutan. 

Mencari kebenaran merupakan Filsafat. Tentu orang yang mencari kebenaran adalah orang yang berfilsafat dan orang yang berfilsafat adalah seorang filsuf. Hmmmm.. Menarik bukan?. 

Sebagai penutup, menegaskan, bahwa kita adalah filsuf. Ya kita harus sadar itu, kita adalah filsuf bagi diri kita sendiri. Kita akan selalu menjadi filsuf untuk diri sendiri asalkan kita selalu mau untuk berpikir secara mendalam nan sungguh-sungguh serta selalu ingin mencari kebenaran sedalam-dalamnya untuk diri kita sendiri, dan khususnya untuk keberlangsungan hidup kita sendiri. 

Sekian.

 

Referensi

 

1. Ali Maksum ( 2010 ). Pengantar Filsafat:Dari masa Klasik hingga postmodernisme. Yogyakarta:Ar-ruzz Media. 

2. Drs. Purwantana ( 1988 ). Seluk beluk Filsafat Islam. Bandung: CV Rosada. 

3. Drs. Ahmadi ( 1989 ). Seluk beluk Filsafat. Bandung. 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Maftuh Ihsan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

8 jam lalu

Terpopuler