x

Iklan

Try Adhi Bangsawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2022

Rabu, 11 Oktober 2023 07:04 WIB

Geopark, Koreksi atas Kebijakan Pembangunan

Geopark menjadi wujud pembangunan keberlanjutan (Sustainble Development), dengan mengawinkan warisan dan keberagaman geologi, flora dan fauna, dan warisan budaya disuatu wilayah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kerusakan lingkungan telah menjadi perhatian dunia. Dampak dari industrialisasi yang melesat sejak abad-19 turut serta memperparah kerusakan lingkungan. Semua itu menghasilkan apa yang disebut ahli ekologi Amerika Garrett Hardin pada tahun 1968 sebagai, "Tragedi milik bersama". Oleh karena itu, banyak kalangan cendikiawan memperbincangkan persoalan ini sampai pada solusi atas semua permasalahan ini adalah kebijakan lingkungan. Salah satu kebijakan disinyalir dapat menjawab semua itu adalah Geopark (taman bumi), sebagai alternatif paradigma pembangunan dari ekstraktif ke konservatif.

Kebijakan publik yang ditujukan untuk perlindungan lingkungan sudah ada sejak zaman kuno. Semisal saluran pembuangan yang dibangun di Mohenjo-daro (peradaban Indus, atau Harappa) dan di Roma (peradaban Romawi kuno), yang masing-masing berusia sekitar 4.500 tahun dan 2.700 tahun yang lalu. Negara-kota Yunani kuno membuat aturan pemanenan hutan sekitar 2.300 tahun yang lalu, dan masyarakat feodal Eropa mendirikan cagar perburuan, pemanenan kayu untuk royalti, yang secara efektif mencegah eksploitasi berlebihan, pada tahun 1000 Masehi (Britanica, 2023). Di nusantara, kita kenal dengan hutan larangan, hutan tutupan, hutan ladang, sebentuk aturan tidak tertulis yang hingga kini masih banyak kita temui di kawasan hutan adat, di Baduy misalnya.

Dalam perbincangan yang lain, upaya dunia dalam menyikapi isu lingkungan adalah pengembangan Geopark yang terdapat di 30-an negara yang berstatus Unesco Global Geopark (UGG). Geopark menjadi wujud pembangunan keberlanjutan (Sustainble Development), dengan mengawinkan warisan dan keberagaman geologi, flora dan fauna, dan warisan budaya disuatu wilayah. Upaya menegaskan pembangunan berkelanjutan adalah keterlibatan pemuda dalam Geopark tergambar dalam Geopark Youth Forum (GYF) diberbagai daerah yang memiliki warisan geologi dan dimajukan menjadi Geopark.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Geopark dan Isu Lingkungan dalam Perbincangan Global

Sejak tahun70-an Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menyoroti isu lingkungan dalam beberapa konferensi tingkat tinggi. 1972 di Stockhlom, 1992 di Rio de Janeiro, 1996 di Kyoto, dan 2009 di Kopenhagen. Berbagai konferensi mengenai isu lingkungan, tidak serta merta menyelesaikan apa yang kita kenal hari ini sebagai perubahan iklim, perbincangan global mengenai kerusakan lingkungan seolah menguap-nguap di udara, dan tidak menyelesaikan beragam kerusakan lingkungan.

Terbaru, majelis tertinggi United Nations Environmental Assembly (UNEA) dalam bidang lingkungan hidup ditingkat global. Pertemuan ini dilaksanakan dua tahun sekali yang terfokus pada isu lingkungan hidup internasional yang membahas tantangan lingkungan hidup dari isu kemiskinan dan pengaturan sumber daya alam, energi, serta bisnis yang berkelanjutan.

Artinya, tidak dapat disangkal bahwa isu lingkungan sudah menjadi perhatian global. Sebab, perubahan iklim yang hari ini terasa diberbagai Negara tidak saja menjadi tanggungjawab Negara yang terus melakukan eksploitasi terhadap lingkungan, tetapi menjadi komitmen bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Seringkali, isu lingkungan sebagai ‘dikte’ global bagi Negara ketiga seperti Indonesia untuk taat pada beragam perjanjian internasional yang berfokus pada lingkungan. Sedangkan, Negara-negara adidaya terus melakukan eksploitasi di berbagai Negara berkembang, utamanya Asia.

Pada kesempatan yang lain, dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, kita mengenal Geopark sebagai sebuah konsep perubahan paradigma pembangunan dari ekstraksi ke konservasi yang sudah ‘distandarisasi’ global melalui UNESCO. Dengan memiliki tiga tujuan, konservasi, edukasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Walau tidak semua wilayah di Indonesia memiliki potensi pengembangan Geopark, setidaknya tulisan ini menjadi pengantar untuk diskusi lebih lanjut, mempertimbangkan Geopark sebagai alternatif pembangunan yang ramah lingkungan. Di indonesia sendiri, terdapat 10 Geopark Unesco Global Geopark (UGG) yang menegaskan Geopark menjadi perbincangan dalam percaturan global dalam konteks isu lingkungan hidup dan pembangunan keberlajutan (Sustainble Development).

Geopark Dalam Tataran Praktik adalah Kebijakan

Perlu disadari, pada tataran praktik pengembangan geopark di tiap-tiap daerah di Indonesia belum nampak komitmen yang utuh dalam menjaga kerusakan lingkungan dan pembangunan keberlanjutan. Luasnya kawasan Geopark tidak secara otomatis masuk ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), jelas ini melemahkan Geopark sebagai konsepsi pembangunan keberlanjutan. Satu sisi mendorong pengembangan Geopark, tapi pada sisi lain terus membiarkan eksploitasi terhadap sumber alam.       

Secara fundamental, landasan pengembangan geopark adalah geologi atau ilmu bumi. Warisan geologi inilah menjadi awal mula pembentukan Geopark di seluruh dunia. Sebagai sebuah konsep pembangunan yang utamanya pertimbangan ilmu geologi, justru seringkali dikesampingkan atas pertimbangan ekonomi semata. Padahal, wujud nyata pembangunan berkelanjutan adalah mempertimbangkan kondisi alam dalam kacamata geologi. 

Dewasa ini, menyoal kebijakan publik tidak bisa mengesampingkan soal lingkungan. Kerusakan lingkungan sudah semestinya menjadi indikator dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Salah satu wujud nyata pengembangan Geopark sebagai instrumen pembangunan dari ekstraksi ke konservasi adalah penetapan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) dan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).

 Penetapan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) dan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) sebagai sebuah kebijakan adalah langkah nyata meneguhkan pembanguan berkelanjutan di Indonesia melalui Geopark. Dengan menetapkan KCAG dan KBAK pemerintah dapat mengurangi ekploitasi terhadap sumber daya geologi disuatu wilayah yang terbentuk puluhan bahkan ratusan juta lamanya, oleh sebab itu, warisan geologi perlu dilindungi dengan ditetapkan sebagai KCAG.

Penetapan KCAG diatur dalam  Permen ESDM nomor 32 tahun 2016. oleh karena keunikan dan terbentuknya secara alami, maka memerlukan upaya perlindungan. KCAG ini sebagai laboratorium alam yang bermanfaat untuk apapun. KCAG atau warisan geologi dapat menjadi acuan penyusunan tata ruang oleh pemerintah daerah atau pusat, dan Geopark (Geosite) - wisata berbasis edukasi tentang ilmu kebumian.

Dalam praktinya, seringkali pengembangan wisata misalnya tidak membicarakan keberlangsungan alam. Akhirnya terfokus pada urusan permukaan, kulitnya saja, padahal kalau wilayahnya sudah rusak, pariwisata hanyalah omong kosong. Kalau alamnya sudah rusak, apa yang dipromosikan?

Selain itu, penetapan KCAG akan membantu pemerintah dalam penyusunan RTRW. Bila pemerintah memahami fungsi warisan geologi tidak hanya ditambang, maka ini akan membantu untuk menetapkan zona pembangunan industri, perkebunan,  kehutanan, pertanian dan lainnya. Penetapan Kawasan Cagar Alam Geologi akan memandu pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan.

Ulasan Penutup

Kerusakan lingkungan kian hari sudah terasa sampai ke jantung sunyi. Derap pembangunan yang melesat, seolah melirik sinis keberlangsungan lingkungan untuk masa depan yang akan datang. Kerusakan alam seolah menjadi hisapan semata, biasanya beralaskan pertimbangan ekonomi, untuk kepentingan ekonomi semata.

Geopark tidak saja bicara mengenai geologi atau ilmu kebumian, terdapat beragam disiplin ilmu mampu mengkaji, bahkan mengembangkan khazanah ilmiah melalui Geopark. Terdapat soal geologi, biologi, sosial, bahkan politik didalamnya. Upaya menegaskan Geopark dengan menetapkan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) atau Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) adalah langkah nyata keseriusan pemerintah daerah dan pusat dalam mengembangkan Geopark pada tataran kebijakan. Hal ini menegasikan, Geopark bukan sebatas konsepsi saja, tetapi ditegaskan dalam praktik.  Terlepas dari pada itu, Geopark tidak lepas dari koreksi sebagai konsep pembangunan.

Ikuti tulisan menarik Try Adhi Bangsawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu