x

Wartawan Sedang Bekerja. Foto: Mikahil Momontov dari Pixabay.com

Iklan

Adila Firani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 Oktober 2023

Rabu, 1 November 2023 06:43 WIB

Media sebagai Aktor Politik dan Demokrasi

Media tidak hanya mencerminkan realitas politik, tetapi juga membentuk realitas politik. Media memiliki peran yang penting dalam membentuk persepsi masyarakat tentang isu-isu politik dan pemimpinnya. Karena itu media berkontribusi secara signifikan pada dinamika politik suatu negara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam buku Sistem Komunikasi Indonesia milik Nurudin (2004) dikemukakan bahwa kehadiran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers merupakan gerbang penting dari munculnya kebebasan pers dan semakin jelasnya fungsi media bagi publik dan pemerintah. Media tidak lagi berfungsi sebagai katarsis yang terseret-seret untuk publik juga tidak lagi tunduk begitu saja terhadap keputusan pemerintah. Artinya media memiliki kebebasan yang independen untuk melaporkan sebuah peristiwa.

Namun, kebebasan yang media miliki bukanlah kebebasan semena-mena yang membuat media bisa mengeluarkan berita sesuai kehendak mereka. Produk yang dihasilkan media adalah produk jurnalistik, karenanya harus tetap mengikuti kaidah dan etika jurnalistik. Oleh karena itu, sederhananya dapat dipahami bahwa kebebasan media merujuk pada kebebasan yang bertanggung jawab sebagai jembatan antara publik dan pemerintah.

Tanggung jawab ini juga yang membuat media disebut sebagai aktor politik, sebab media memiliki peran penting untuk memengaruhi bagaimana publik melihat sesuatu. Media sebagai pemengaruh opini publik sejalan dengan teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw (1972) yang menggambarkan bagaimana media memengaruhi apa yang dianggap penting oleh publik melalui intensitas pemberitaan. Teori ini memberikan wawasan tentang peran media dalam membentuk agenda publik dan memengaruhi persepsi publik terhadap isu-isu tertentu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini terjadi karena ketika suatu isu terus-menerus diberitakan oleh media, masyarakat akan cenderung menganggap isu tersebut penting dan memprioritaskannya dalam perbincangan sehari-hari. Maka, kemampuan ini yang membuat media sebagai aktor politik berperan sentral dalam partisipasi publik untuk mencari, menemukan, mengolah, membuka wacana, memicu kesadaran, membangun diskusi, dan mengatur agenda tertentu.

Dalam perkembangannya, media sebagai aktor politik juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan atas isu dunia yang sedang terjadi. Kemampuan media sebagai agen perubahan juga tercetak jelas dengan bagaimana media memberitakan isu politik dan atau apa yang sedang terjadi di dalam sistem pemerintahan itu sendiri. Mudahnya, dapat dipahami jika kemampuan ini membuat media juga memengaruhi persebaran demokratisasi di sebuah wilayah.

Katharine Graham, the former publisher of The Washington Post pernah mengemukakan, “The media are the ultimate guardians in preserving freedom and democracy. They have a moral responsibility to expose unethical and illegal actions in government, so that the public can make better decisions about their leaders,” pernyataan ini merujuk pada peran media sebagai pilar keempat dari sebuah demokrasi atau dikenal dengan the fourth estate of democracy.

McLeod (et all, 2002) dalam hasil penelitiannya yang berjudul Steven Chaffee and the  Future  of  Political  Communications, mengemukakan jika peran media lebih dari sebatas an political actor, sebab sejak kebebasannya media sudah memulai fungsi dan tanggung jawabnya kepada publik untuk menjadi watchdog terhadap sistem pemerintahan yang sedang diselenggarakan di dalamnya.

Oleh karena itu, dalam konteks demokrasi media dianggap sebagai pilar keempat yang mengawasi tiga pilar lain yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif dalam tanggung jawab mereka atas nama demokrasi itu sendiri (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Namun, McLeod juga menyampaikan jika, “[...] emphasizing  the  pluralistic  functions  of watchdog,  providing  a forum for  ideas,  and helping  people  play  active  roles  are  much more likely to attentively use the news media, thus  indirectly  stimulating  their  knowledge and  participation [...]”

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa dalam perannya sebagai agen of change konteks demokrasi, media memiliki peran secara tidak langsung untuk menghadirkan stimulan kepada publik. Gambaran nyata dari bagaimana media menjalankan perannya sebagai institusi/aktor politik demokrasi adalah ketika 1998 media perlahan-lahan dan bertahap menstimulasi publik dengan  pemberitaan mereka, media membantu menginformasikan kepada publik tentang perubahan politik yang sedang berlangsung.

Media kemudian menjadi wadah diskusi publik untuk keresahan, ketidakpuasan hingga berbicara tentang perubahan yang mereka harapkan dalam tatanan politik Indonesia yang akhirnya memunculkan kesadaran publik tentang pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan.

Selama peristiwa 1998, media juga berperan dalam membentuk citra dan narasi terkait peristiwa 1998. Mereka memberikan interpretasi dan analisis tentang apa yang terjadi, dan bagaimana perubahan tersebut akan memengaruhi masa depan Indonesia. Media, melalui opini, editorial, dan wawancara, secara tidak langsung membantu merumuskan cerita tentang perjuangan dan harapan rakyat Indonesia dalam mencapai reformasi.

Daftar bacaan:

McCombs and Shaw. (1972). The agenda-setting function of mass media. Public Opinion Quarterly.

McLeod, Jack. M. (2001). Steven Chaffee and the  Future  of  Political  Communications. Political Communication Journal.

McQuail, D. (2020). McQuail's Mass Communication Theory (7th ed). Sage Publications Ltd.

Nurudin. (2004). Sistem Komunikasi Indonesia. PT Grafindo Persada, Jakarta.

Ikuti tulisan menarik Adila Firani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu