x

Iklan

Adila Firani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 Oktober 2023

Rabu, 8 November 2023 06:37 WIB

Entertainment Journalism, Agen Globalisasi dan Koneksi Warga

Entertainment journalism tidak lepas dari anggapan remeh karena dinilai sebagai desk kurang penting dalam ruang jurnalistik. Namun, kini entertainment journalism telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi berita. Produk entertainment journalism memengaruhi bagaimana masyarakat melihat diri mereka sendiri dan dunia di sekitar. Entertainment journalism berperan sebagai agen globalisasi kultural sekaligus wadah sosialisasi yang signifikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Entertainment Journalism merupakan salah satu desk jurnalisme yang berfokus dalam peliputan terkait ranah hiburan seperti film, teater, televisi, buku, musik, selebriti, termasuk seni dan melibatkan setiap peristiwa-peristiwa yang berada di dalamnya. Entertainment journalism hadir sebagai salah satu bentuk dari berkembangnya perusahaan media akibat semakin canggihnya teknologi dan internet sehingga urgensi publik dalam mengonsumsi berita tidak hanya berfokus pada berita-berita mutlak yang general seperti hukum, politik, ekonomi, agama, serta topik pemberitaan yang  bersifat hard news.

Joel Penney (2022) dalam bukunya yang berjudul Pop Culture, Politics, and the News mengemukakan, "Products of entertainment journalism ultimately result in content that can be enjoyed at any time, often referred to as 'soft news.' This characteristic makes entertainment journalism products more frequently consumed as they are typically crafted with a lighter and concise approach." Maka, dapat dimengerti jika modern ini format entertainment journalism lebih banyak berbentuk soft news.

Entertainment journalism dalam hal ini juga dapat menampilkan sisi lain dari pemberitaan seni dan hiburan yang lebih luas. Artinya, tidak hanya memberitakan penampilan dari permukaan seni dan hiburan itu atau sebatas mereviewnya secara sederhana, tetapi juga memberitakan aspek “how” yang terlibat dari seni dan hiburan di dalamnya. Seperti berita terkait proses pembuatan karya seni, latar belakang lirik musik, inspirasi dan pesan dari sebuah film hingga kritik dan respon sosial yang diberikan untuk seni dan hiburan tersebut. Sejalan seperti yang dikatakan Tanner Mirrlees (2013) jika, “entertainment products are not only used by viewers—to relax after a day’s work, to imagine or empathize with the lives of others, or to purge repressed emotions—but are also carriers of symbols that communicate something about cultures.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Entertainment journalism dalam perjalanannya tak lepas dari anggapan remeh beberapa orang, termasuk dari orang-orang yang bekerja di media itu sendiri. “Entertainment journalism is often considered a trivial intrusion on other journalism. Perhaps the popularity of entertainment news is affecting other sectors of journalism, particularly current affairs and politics,” Woodley (2018). Mendukung pernyataan ini, Penney (2022) dalam bukunya Pop Culture, Politics, and the News menyatakan bahwa entertainment content selaras tumbuh membantu masyarakat menjalin hubungan dengan isu-isu terkini. Termasuk increasingly became a driver of political reporting and opinion, particularly in tandem with activism efforts addressing the media representation of marginalized identity groups as well as celebrity-fueled public advocacy.

Mirrlees (2013) dalam bukunya juga mengemukakan jika, “entertainment news is a part of the political-economies for many countries because the consumption of entertainment media is something ritualistically done by millions of people every day.” Pernyataan ini juga dibuktikan dengan realita bahwa saat ini pemberitaan terkait entertainment dapat menjadi bahan campaign isu politik di dalamnya.

Contoh nyata yang bisa dilihat adalah, pada pemilihan presiden di Amerika 2020 lalu, saat semua media memberitakan topik yang sama, “celebrity who has voted in 2020 election” berhasil menjadi trending selama beberapa waktu, dan juga memicu meningkatnya jumlah vote dari kalangan muda karena fans mereka akan “mendengarkan” apa yang idola atau selebriti kesukaannya suarakan. Peristiwa ini kemudian baik langsung maupun tidak langsung juga dimaksimalkan para selebriti dengan platform and their influence untuk menyuarakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan atau nilai-nilai tertentu.

Dalam buku Global Entertainment Media: Between Cultural Imperialism and Cultural Globalization milik Tanner Mirrlees (2013) dikemukakan jika sebuah produk entertainment memiliki beberapa fungsi termasuk to conveys an array of representations of societies and cultures, which may shape how people perceive themselves and the world. Hal ini membuat produk dari entertainment journalism dapat memengaruhi bagaimana seseorang atau kelompok direpresentasikan dalam publikasi media juga memengaruhi bagaimana masyarakat secara umum melihat nilai-nilai budaya yang terpapar melalui produk entertainment journalism seperti film, musik, hingga saluran televisi. “TV shows and films show their viewers certain ways of being, thinking, and acting as people in society: how things are or ought to be,” Jelas Mirrlees (2013).

Oleh karena itu, dapat dipahami secara menyeluruh dan mendasar jika produk dari entertainment journalism bukan hanya sebatas produk penghibur kala suntuk, melainkan sebuah produk berpengaruh yang dapat menawarkan ide hingga nilai dan perspektif sebuah budaya. Singkatnya, entertainment journalism juga bagian dari agen sosialisasi (dan akulturasi) yang signifikan. Itulah mengapa, produk-produk yang dihasilkan merupakan sumber pengaruh, baik secara eksplisit maupun diam-diam bagi masyarakat.

Contoh yang masih relevan hingga saat ini adalah saat New York Times menghadirkan berita dengan judul “BTS Becomes the First K-Pop Act to Top Billboard Album Chart” yang membahas bagaimana sebuah lagu yang tidak berbahasa Inggris bisa mendapat posisi nomor satu di chart tangga musik internasional yang juga membuka pintu as they called paved the way to other Asia Musicians. Ini menunjukkan bagaimana fenomena K-pop menjadi cultural globalization karena memberikan pandangan sekaligus atmosfer baru kepada ruang musik dunia.

Maka, entertainment journalism yang memiliki fokus pada content making and content production ini dianggap sebagai bagian dari cultural globalization. Globalisasi sendiri sejak 1980-an memiliki arti yang beragam dan menjadi sebuah konsep yang berbeda-beda bagi banyak orang atau kelompok. Namun, “cultural globalization is the rapid movement of ideas, attitudes, and values across national borders,” jelas Clarkson (1996). Artinya dalam hal entertainment content production, cultural globalization menjadi salah satu paradigma dasar yang melandasi bagaimana sebuah konten entertainment journalism di produksi, yaitu dengan tetap memerhatikan aspek-aspek keragaman dan keunikan. Masih dalam buku yang sama, Mirrlees (2013) mengatakan jika cultural globalization paradigm’s focus on discourse, cultural complexity, consumption, and the play of meanings.

 

Daftar bacaan: 

  • Clarkson, S. (1966). Book Review: International Politics and Economics: Aspects of Political Development. International Journal.
  • Mirrlees, Tanner. (2013).  Global Entertainment Media: Between Cultural Imperialism and Cultural Globalization. Routledge.
  • Penney, Joel. (2022). Pop Culture, Politics, and the News. Oxford University Press 198 Madison Avenue.

Ikuti tulisan menarik Adila Firani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

16 jam lalu

Terpopuler