Novel grafis terkenal Palestine karya Joe Sacco sedang dicetak ulang untuk menanggapi lonjakan permintaan di tengah-tengah perang Israel di Gaza, demikian ungkap penerbit karya tersebut. Novel komik ini menceritakan tentang kunjungan jurnalis dan seniman berdarah Malta-Amerika ke Tepi Barat yang diduduki Israel dan Jalur Gaza selama dua bulan pada awal tahun 1990-an.
Sembilan edisi buku komiknya diterbitkan dari tahun 1993 hingga 1995 oleh penerbit AS Fantagraphics, sebelum akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku satu jilid di AS pada tahun 2001.
Salah satu pendiri Fantagraphics, Gary Groth, mengatakan bahwa permintaan untuk buku ini melonjak setelah Israel memulai serangan brutal di Gaza dua bulan lalu yang sejauh ini telah menewaskan 18.000 orang.
"Kami menghabiskan persediaan beberapa ribu eksemplar dengan cepat dan sedang mencetak ulang sekarang," kata Groth kepada The Observer.
"Para pengecer dan pedagang grosir mulai memesan buku ini dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa setiap elemen dalam rantai distribusi - konsumen dan pengecer - menunjukkan permintaan akan buku ini."
Mengutip laman newarab.com, novel ini telah memenangkan sejumlah penghargaan dan dipuji sebagai 'potret kehidupan yang terlalu nyata di bawah pendudukan Israel'.
Akademisi terkenal Palestina-Amerika, Edward Said, mengatakan dalam pengantarnya untuk buku tersebut: "Kecuali satu atau dua novelis dan penyair, tidak ada yang bisa menggambarkan keadaan yang mengerikan ini dengan lebih baik daripada Joe Sacco."
Sacco mengatakan bahwa permintaan akan buku tersebut memicu perasaan campur aduk dalam dirinya.
"Buku itu sendiri masih memiliki relevansi adalah bukti yang menyedihkan atas tragedi yang dialami oleh orang-orang Palestina - meskipun, dalam beberapa hal, ini juga merupakan penghargaan atas ketabahan mereka, keengganan mereka untuk menyerah," katanya kepada The Observer.
Karya Sacco yang lain termasuk 'Catatan Kaki di Gaza', di mana ia mencoba untuk mengungkap kejadian-kejadian di sekitar pembantaian warga sipil oleh Israel pada tahun 1956 di kota Rafah, di bagian selatan daerah kantong Palestina. Sisi Palestina di perbatasan Rafah yang berbatasan dengan Mesir saat ini menampung ribuan warga Palestina yang melarikan diri dari serangan udara dan darat Israel yang tak henti-hentinya di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober. ***
Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.