x

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Sabtu, 6 Januari 2024 19:34 WIB

Tiga Prinsip Kepemimpinan

Indonesia sedang memilih pemimpin. Seperti apa idealnya mereka? Ikuti terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Udoyono

Intro

 

Lingkungan sosial politik sangat menentukan tingkah laku semua orang. Karena kondisi sosial budaya sangat beragam maka kepemimpinan yang muncul juga sangat beragam. Demikian juga pemikiran tentang pokok ini. Pemikiran itu tercermin dalam quotes para cendekiawan dari berbagai negara.

Kutipan cendekiawan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Dari sekian banyak quotes itu mari kita belajar tiga kutipan dari tiga orang cendekiawan berikut ini. Pertama kita akan belajar dari Mahatma Gandhi.

I suppose leadership at one time meant muscles; but today it means getting along with people. Mahatma Gandhi

Saya kira kepemimpinan dulu berarti otot (memakai kekerasan); tapi sekarang ia artinya bergaul dengan orang.

 

Sejarah dunia menunjukkan bahwa di masa lalu hampir semua pemerintahan di muka bumi ini ditegakkan dengan kekerasan.  Apalagi kekuasaan besar. Tidak ada kekaisaran yang dibangun dengan kasih sayang. Coba lihat bagaimana kekaisaran Romawi, Cina kuno, India, Britania raya dll.  Semuanya dibangun dengan penaklukan dan penjajahan.

 

Kekerasan melahirkan tanggapan dengan kekerasan pula.  Entah berapa jumlah pembrontakan sebagai tanggapan atas penjajahan itu.  Dan entah berapa jumlah korban yang jatuh Ketika pembrontakan itu ditumpas.

 

Mahatma Gandhi benar sekali Ketika mengatakan sekarang ini saatnya kepemimpinan ditegakkan dengan kemampuan bergaul, bukan kekerasan.

 

Tapi apa substansi dari bergaul (getting along with people)?  Apakah sekedar berbasi basi untuk menjalin hubungan baik?  Atau ada Tindakan yang lebih jauh lagi?

 

Berbasa basi tentu sebuah tindakan yang sangat baik. Itulah dasar untuk terciptanya hubungan baik. Meskipun demikian itu saja belum cukup.  Hubungan baik yang tercipta itu harus dipakai untuk mempelajari kondisi sosial ekonomi politik dan budaya rakyatnya.  Dari situ dia harus mampu menangkap aspirasi atau harapan rakyatnya.  Tentu saja harapan untuk kondisi yang semakin baik.

 

Kemudian dia harus mampu merumuskan dan mengorganisasikan serangkaian tindakan untuk memecahkan segala permasalahan rakyatnya.  Dia harus mampu mengorganisasikan segenap unsur yang ada dalam masyarakat untuk mencapai kemajuan di berbagai bidang. 

 

Agar bisa melakukan tugas mulia itu dia harus mampu mendamaikan unsur unsur yang berbeda atau bahkan bertentangan di dalam masyarakatnya. Tujuannya agar mereka bisa bekerjasama dengan harmonis untuk menggapai cita cita bersama.

 

Pemimpin harus mampu berdiri di semua golongan. Dia tidak boleh menganakemaskan sesuatu golongan dan menganaktirikan sesuatu golongan. 

 

Itu semua membutuhkan kemampuan bergaul yang baik.  Tentu tidak cukup sekedar berbasa basi. Dia harus mampu menjalin dialog dan menciptakan saling percaya antar golongan dalam masyarakat.

 

Kalau dia mampu menciptakan hubungan harmonis antar golongan maka mereka akan bisa bekerjasama dengan baik.  Jika mereka bisa bekerjasama dengan baik maka segenap potensi akan dimaksimalkan. Selanjutnya sasaran yang sudah ditetapkan akan lebih mudah dicapai.

 

 

Kutipan kedua berasal dari Iskandar Zulkarnain alias Alexander the Great. Saya tahu ada pendapat bahwa kedua nama ini adalah dua orang berbeda. Tapi saya tidak sependapat. Saya yakin kedua nama ini merujuk pada seseorang yang sama. 

 

Alasan bahwa Alexander the Great berasal dari masyarakat kafir lantas disimpulkan bahwa dia juga kafir tidak bisa diterima. Bukankah lingkungan sosial nabi Muhamamad saw dan para nabi juga kafir. Tapi mereka tidak ikut jadi kafir.

Berikut ini kutipannya.

I am not afraid of an army of lions led by a sheep; I am afraid of an army of sheep led by a lion. Alexander the Great

Saya tidak takut dengan sebuah pasukan singa yang dipimpin seekor kambing; saya takut dengan pasukan kambing yang dipimpin singa.

 

Sudah pasti kalau kata ‘singa’ dan ‘kambing’ di sini adalah kiasan.  Kata ‘singa’ adalah metafora dari orang yang memiliki kompetensi tinggi. Sedangkan kata ‘kambing’ adalah metafora dari orang orang yang tidak memiliki kompetensi.

 

 

Jadi saya yakin Alexander ingin mengatakan bahwa peran pemimpin sangat menentukan. Kalau pimpinannya memiliki kemampuan yang mumpuni maka meskipun dia memimpin orang orang yang kurang kompeten dia akan tetap mampu menjadikan mereka sebagai tim yang mumpuni. Itulah yang dia maksud dengan frasa ‘singa memimpin kambing’.

 

Apa maksudnya ketika dia mengatakan ‘singa dipimpin kambing’?  Dia ingin mengatakan bahwa orang orang yang kompetenpun jika dipimpin oleh seseorang yang tidak mumpuni maka mereka tidak akan menjadi tim yang solid.  Tim yang lemah itu tidak akan menjadi pasukan yang menakutkan jika dalam militer. 

 

Indonesia membutuhkan pimpinan yang mumpuni di sema level.  Sejak dari rumah tangga sampai level negara, kita membutuhkan orang yang memiliki kecakapan bekerja.  Kita butuh pemimpin yang mampu memimpin ‘kambing’ dan sekaligus ‘singa’ agar menjadi tim yang mampu memecahkan semua masalah dan mencapai cita cita masyarakat adil makmur.  

 

Kutipan ketiga berasal dari Mwai Kibaki, seorang politisi yang pernah menjabat sebagai presiden Kenya sejak tahun 2002-2013. Dia adalah alumni Universitas Makarere, Kenya dan London School of Economics, Inggris. Inilah kutipannya.

Leadership is a privilege to better the lives of others. It is not an opportunity to satisfy personal greed. Mwai Kibaki

Kepemimpinan adalah kedudukan khusus untuk memperbaiki kehidupan liyan.  Ini bukan kesempatan untuk memuaskan kerakusan pribadi.

 

Kalimat mutiara mantan presiden Kenya ini benar benar bijaksana.  Posisi kepemimpinan sejatinya adalah untuk memperbaiki kondisi kehidupan rakyatnya atau anak buahnya.  Seorang pemimpin di level apapun wajib mengembangkan kondisi anak buah atau rakyatnya. Dia harus memajukan Kesehatan, Pendidikan, ekonomi, budaya dan semua aspek kehidupan anak buah atau rakyatnya.

 

Kepemimpinan bukan kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya untuk keluarga dan kelompoknya.  Inilah bedanya antara republik yang demokratis dengan monarki.  Republik demokrasi dibangun untuk kepentingan rakyatnya sedangkan monarki absolut hanya menguntungkan pemimpin, keluarganya dan kliknya sendiri.

Penutup

 

Apapun posisi Anda, jadilah pemimpin yang mampu menciptakan hubungan baik dengan semua unsur yang Anda pimpin.  Banyaklah belajar dan membaca agar kompetensi Anda baik. Dengan kata lain jadilah ‘singa’. Kemudian pakailah posisi kepemimpinan Anda untuk memajukan kondisi anak buah, atau rakyat Anda. Jangan dipakai untuk kepentingan sendiri atau klik Anda.

Semoga kita orang Indonesia mendapat pemimpin yang memiliki kesadaran ini dan mampu mewujudkannya.  

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 jam lalu

Terpopuler