x

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Minggu, 7 Januari 2024 09:10 WIB

Debat Pilpres Ketiga: Menanti Visi Geopolitik, Bukan Akronim atau Istilah

Ajang debat mestinya memperlihatkan seberapa kuat komitmen mengisi ruang gagasan, cara pandang dan program-program geopolitik ketiga capres. Sehingga mereka dapat menghadirkan optimisme masa depan Indonesia yang terjaga integrasinya, disegani kedudukannya sebagai negara berdaulat, sekaligus menghadirkan daya dukung bagi pencapaian cita-cita nasional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Malam Senin ini Debat Ketiga Pilpres bakal digelar. Tiga tema strategis sudah disiapkan oleh KPU, yakni Pertahanan Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik. Ketiga isu ini saling berkelindan satu sama lain. Para mahasiswa semester satu atau dua pasti familiar dengan isu-isu tersebut karena merupakan bagian dari pokok materi kajian tentang Wawasan Nusantara (Wasantara) dan Ketahanan Nasional (Tannas) dalam matakuliah wajib umum Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Tulisan ini mengulas salah satu dari tema tersebut : Geopolitik.

Istilah Geopolitik (Geographical Politic) dipromosikan oleh Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1946) yang merupakan pengembangan dari pemikiran Frederich Ratzel (1944-1904) tentang Ilmu Bumi Politik atau Political Geography.  Kedua istilah ini mirip, tetapi memiliki fokus perhatian yang berbeda. Geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. Sementara Ilmu Bumi Politik sebaliknya, mengkaji fenomena geografi dari aspek politik (Dwi Sulisworo dkk, 2012).

Berdasarkan kajian berbagai literatur, Geopolitik ini dapat diposisikan ke dalam dua ranah yang berbeda, namun tetap saling berkaitan. Yakni pertama Geopolitik sebagai ilmu dan kedua Geopolitik sebagai ideologi atau cara pandang atau wawasan nasional (National Outlook).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai ilmu, Geopolitik mengkaji kebijakan-kebijakan politik suatu negara serta strategi untuk mewujudkan kebijakan tersebut berdasarkan pertimbangan posisional atau letak geografisnya dalam lanskap dan ekosistem politik global. Sedangkan sebagai ideologi, Geopolitik merupakan faham, ajaran atau doktrin yang berisi wawasan atau cara pandang kolektif untuk melangsungkan, memelihara dan mempertahankan keutuhan dan integrasi suatu negara-bangsa.

Melengkapi pemahaman tersebut, Prof. Ermaya Suradinata (2001) menjelaskan, bahwa Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor–faktor geografi, strategi dan politik suatu negara, yang dalam impelementasinya diperlukan suatu strategi yang bersifat nasional.

 

Geopolitik Indonesia

Dalam konteks atau ranah yang bersifat ideologis sebagaimana pemahaman di atas, maka Geopolitik Indonesia tidak lain adalah Wawasan Nusantara. Yakni cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

Terdapat 8 aspek (Asta Gatra) yang harus senantiasa menjadi dasar pertimbangan kebijakan sekaligus proyeksi untuk mempertahankan Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh dan mewujudkan tujuan nasional. Kedelapan aspek ini terdiri dari dua jenis. Pertama aspek alamiah yang meliputi geografi, demografi dan sumber daya manusia dan dikenal dengan istilah Tri Gatra. Kedua aspek sosial yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan yang kemudian dikenal dengan istilah Panca Gatra.

Di atas proyeksi dari doktrin Wawasan Nusantara itulah Geopolitik Indonesia diletakan. Baik dalam konteks pembuatan kebijakan-kebijakan politik nasional maupun dalam kerangka hubungan internasional dan percaturan global. Yakni untuk tujuan melangsungkan, memelihara dan mempertahankan persatuan dan kesatuan negara-bangsa demi tercapainya tujuan nasional atau visi abadi bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni :

“…Melindungi segenap bangsa Indoneisa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan  sosial…”

Beralas pemahaman dasar itulah, maka gagasan dan program ketiga Paslon Capres-Cawapres dalam kerangka hubungan internasional dan percaturan global ditakar dan dipertimbangkan. Seberapa kuat dan lugas komitmen yang mengisi ruang gagasan, cara pandang dan program-program geopolitik mereka dapat memastikan masa depan Indonesia terjaga integrasinya, disegani kedudukannya sebagai negara besar berdaulat, sekaligus dapat menghadirkan daya dukung bagi pencapaian tujuan dan cita-cita nasional.

 

Isu-isu Strategis Geopolitik

Pasca berakhirnya perang dingin antara blok barat (AS dan sekutunya di Eropa) dan blok timur (Uni Soviet dan sekutunya) yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet tahun 1991, dinamika politik global telah menghadirkan Tiongkok (RRC) sebagai kekuatan baru dunia (emerging force) dalam perebutan pengaruh politik kawasan. Dan ini membuat Amerika Serikat, negara yang nyaris tanpa pesaing berarti pasca berakhirnya perang dingin menjadi cemas. AS mencemaskan pengaruh politiknya berkurang terutama di Kawasan Asia Pasifik.

Di tengah rivalitas RRC dan Amerika Serikat itu, Indonesia sebagai negara besar berdaulat, yang memiliki posisi geografis strategis, jumlah penduduk yang besar serta sumber daya alam melimpah tentu tidak boleh bersikap pasif. Ketiga aspek alamiah dalam doktrin Wawasan Nusantara ini merupakan modal strategis yang harus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan nasional maupun dalam kerangka turut menghadirkan tatanan dunia yang harmoni, aman dan damai.

Dalam debat minggu malam nanti, publik tentu berharap bisa memperoleh gambaran utuh perihal bagaimana ketiga Capres menyikapi situasi rivalitas kedua negara besar itu. Baik dalam perspektif kepentingan ekonomi, politik maupun pertahanan dan keamanan.

Selain itu, berbagai isu global yang saat ini tengah menyita perhatian dunia internasional termasuk masyarakat Indonesia juga penting dicermati. Bagaimana ketiga kandidat melihat dan menyikapinya dari sudut pandang geopolitik, hubungan internasional dan pertahanan-keamanan. Mulai dari kasus imigran atau pengungsi Rohingnya, konflik Palestina-Israel, perang Rusia-Ukraina, konflik Laut China Selatan, hiingga isu proliferasi senjata nuklir di Indo-Pasifik, akibat uji coba nuklir Korea Utara dan dibentuknya pakta nuklir AUKUS antara Australia, Inggris, dan AS.

 

Modalitas Geopolitik Indonesia

Di tengah percaturan global yang diwarnai rivalitas pengaruh dua kekuatan besar Tiongkok dan AS serta berbagai isu krusial lainnya. Terutama menyangkut aspek pertahanan-keamanan dan hegemoni politik-ekonomi, Indonesia memiliki modalitas strategis yang mestinya dapat memberikan kekuatan dan wibawa, baik untuk kepentingan domestik maupun dalam kerangka turut serta menghadirkan tatanan dunia yang aman dan damai.

Modalitas itu antara lain adalah letak geografi yang strategis, jumlah penduduk yang besar, sumber daya alam melimpah, perkembangan ekonomi yang bagus, peran aktif di negara-negara Islam, tidak terikat pada pakta militer manapun (non-blok), serta memainkan peran kunci sebagai penjaga stabilitas di kawasan Asia Tenggara.

Dalam debat nanti, penting dicermati bagaimana ketiga Capres membaca modalitas itu dan mengolahnya dalam visi geopolitik mereka sebagai faktor-faktor yang dapat memberikan kekuatan bagi masa depan Indonesia. Visi geopolitik, bukan akronim atau istilah serupa di acara cerdas cermat !

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu