Pameran ini mengajukan pertanyaan reflektif dengan mengutip Rilke, seperti "Jika Anda melihat satu mawar, apakah Anda melihat semua mawar? Atau apakah setiap bunga berbeda?" Substansi dari sublimasi tersebut berfungsi sebagai pintu gerbang menuju refleksi yang lebih dalam dalam karyanya.
Zhou dikenal dengan lukisan abstrak dinamisnya yang mencerminkan kefanaan alam dan mengeksplorasi bagaimana alam terhubung dengan pikiran batin kita. Karyanya menjalin tema-tema ini, dengan sapuan kuas yang memadukan garis-garis puitis dan lingkaran cahaya yang lembut, menciptakan pandangan yang kompleks tentang realitas. Ia menggambarkan karya seninya sebagai "perpaduan antara sukacita dan kesedihan, pencarian introspeksi diri, dan penemuan alam dan diri sendiri."
Lahir pada akhir tahun 1960-an dari sebuah keluarga artistik, Zhou Li tumbuh di sekitar kaligrafi dan lukisan tinta tradisional. Dia pindah ke Prancis untuk belajar pada tahun 1994 dan mulai membuat lukisan abstrak pada tahun 1998. Kembali ke Tiongkok pada tahun 2003. Ia menetap di Shenzhen, pos terdepan reformasi dan keterbukaan Tiongkok, sebuah kota yang identik dengan modernisasi yang cepat. Ini bukan tempat yang biasa bagi seniman arus utama, namun, kota metropolis yang ramai ini telah menjadi latar belakang lukisan Zhou.
Cathy Fan Direktur Content China pada laman news.artnet.com menyebut eksistensi Zhou selama dua dekade terakhir, mampu beradaptasi dengan apa yang sering disebut sebagai "efisiensi Shenzhen" dengan baik dan mengukuhkan dirinya sebagai seniman abstrak terkemuka di Tiongkok. Selain membuat lukisan berskala besar di studionya, ia juga mengajar di Akademi Seni Rupa Guangzhou, memandu para mahasiswanya dalam perjalanan membuat sketsa keliling Tiongkok. Sementara itu, ia juga menyeimbangkan perannya sebagai seorang ibu dari dua orang anak. ***
Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.