Mengenal Konsep Gerakan Feminisme Psikoanalisis dalam Mengupayakan Gender Equality

Minggu, 3 Maret 2024 11:19 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam keluarga, peran gender dapat disosialisasikan pada tingkat sadar dan bawah sadar. Seorang feminis psikoanalisis berpendapat pengasuhan ganda dapat dijadikan cara untuk menghilangkan ketidakseimbangan pengasuhan yang dilakukan kedua orangtua anak.

Sebelum kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai pergerakan perempuan. Tujuan perempuan melakukan pergerakan sebelum kemerdekaan hingga saat ini adalah guna mengupayakan kesetaraan hak yang diperjuangkan.

Perjuangan perempuan bermula pada tahun 1928. Sejarah awal ini pertama kali diadakan di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928 yang dipelopori Kongres Perempuan Indonesia. Tanggal 22 Desember saat ini selalu diperingati sebagai Hari Ibu.

Sudut pandang perempuan juga ikut andil dalam sejarah Indonesia (Huda & Dodi, 2020). Perempuan yang memperjuangkan kesetaraan perempuan di Indonesia, salah satunya adalah RA Kartini. Pada masa penjajahan, RA Kartini memperjuangkan nasib perempuan terkait dengan pendidikan dan ketidak leluasaan kehidupan perempuan. Nasib perempuan Indonesia diperjuangkan oleh RA Kartini agar mendapatkan pendidikan yang layak dan dapat melakukan berbagai kegiatan tanpa ada peraturan yang membuat perempuan Indonesia memiliki keterbatasan ruang gerak (Himmah, 2020).

Pada abad ke-17 muncul Teori Feminis atau Feminist Legal Theory, yaitu gerakan perempuan dan pemikiran dengan perspektif gender yang menolak adanya diskriminasi marginal terhadap perempuan. Feminist Legal Theory atau Teori Hukum Feminis muncul dan dapat diketahui dalam bidang hukum dengan menggunakan gerakan studi hukum kritis.

Awal mula kemunculan gerakan feminis adalah adanya ketidak adilan yang dirasakan oleh perempuan (Fauzia, 2022). Bhasin dan Night dalam penelitian Astuti menjelaskan bahwa Feminisme merupakan kesadaran akan penindasan dan eksploitasi perempuan di masyarakat, tempat kerja, dan keluarga, disertai dengan kesadaran perempuan dan laki-laki untuk mengubah persepsi tersebut. 

Feminisme memiliki beberapa aliran. Salah satunya terdapat aliran feminisme psikoanalisis. Feminisme psikoanalisis bersumber dari teori psikologi Sigmund Freud mengenai psike atau psikis yang terdapat pada tiap inidividu serta perkembangan psikoseksual yang lahir dari gagasan Jacques Lacan.

Psikoanalisis merupakan kerangka teoritis dikembangkan oleh Sigmund Freud yang berfokus pada pemahaman tentang pikiran bawah sadar dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia (Imam Alfikri et al., 2023). Kristina Wolff dalam penelitian (Sausan et al., 2023) mengatakan bahwa sumber kodrat yang terdapat pada diri laki-laki untuk mendominasi peran dan resistensi minimal dari perempuan berupa penaklukan, terletak jauh di dalam cara berpikir manusia atau psike-nya. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Tong (dalam Sausan et al., 2023) yang menyatakan bahwa feminis psikoanalisis meyakini penjelasan fundamental bagaimana perempuan bertindak yang berasal dari dalam psikisnya, terutama cara berpikirnya. Inilah yang mendukung feminisme psikoanalisis dalam mengupayakan penghentian penindasan perempuan melalui pengubahan perkembangan kehidupan psikis manusia.

Pendekatan feminis dalam psikoanalisis menekankan pentingnya memasukkan perspektif gender dan kekuasaan dalam memahami pengalaman individu (Imam Alfikri et al., 2023). Gender tidak hanya mengenai status seseorang atau posisi mereka di masyarakat, melainkan mengenai konteks sosial di mana mereka integral. Kesetaraan gender berarti suatu keadaan atau kondisi yang setara antara perempuan dan laki-laki guna mendapatkan peluang dan kewenangan untuk manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), setara adalah sejajar (tinggi yang sama, dll) juga dapat dipahami sebagai sama level (posisi, dll); sebanding, sepadan, dan keseimbangan. Kesetaraan gender meliputi penghilangan, pemisahan ketidakadilan sistematis baik untuk perempuan ataupun laki-laki. Feminisme menekankan bahwa gender bukan sesuatu yang melekat pada individu secara alami, melainkan merupakan  konstruksi sosial yang melibatkan pembagian kekuasaan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan (Imam Alfikri et al., 2023). Dalam artian, kesetaraan gender adalah tidak ada standarisasi tugas dan tanggung jawab dualitas, penilaian, peminggiran, dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki  (Ramdhan, 2017).

Dalam keluarga, peran gender dapat disosialisasikan pada tingkat sadar dan bawah sadar. Seorang feminis psikoanalisis, Chadorow (dalam Sausan, 2023) berpendapat bahwa pengasuhan ganda dapat dijadikan cara yang berguna untuk menghilangkan ketidakseimbangan pengasuhannya yang dilakukan oleh kedua orangtua anak. Misalnya apabila anak melihat ketidakseimbangan peran gender di lingkungan keluarganya, maka akan mempengaruhi rasa dominasi yang meningkat pada anak laki-laki terhadap anak perempuan. Oleh karena itu, kesetaraan gender dapat dimulai dari lingkungan keluarga.

 

Sumber:

Fauzia, R. (2022). Sejarah Perjuangan Perempuan Indonesia Mengupayakan Kesetaraan Dalam Teori Feminisme. Journal of Comprehensive Science, 1(4), 861–881.

Himmah, Faiqotul. (2020). Sejarah perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam kebangkitan pendidikan perempuan di Jawa 1879-1904. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Huda,  H.  M.  Dimyati,  &  Dodi,  Limas.  (2020). Rethinking  Peran Perempuan dan Keadilan Gender: Sebuah Konstruksi Metodologis Berbasis Sejarah dan Perkembangan Sosial Budaya. CV Cendekia Press.

Imam Alfikri, M., Aji Dwiatmaja, I., Jember, U., Kalimantan Tegalboto No, J., Timur, K., Sumbersari, K., Jember, K., & Timur, J. (2023). Analisis Konsep Feminisme Psikoanalisis dalam Konteks Kekerasan Seksual. Jurnal Ilmiah Multidisipline, 1(10), 379–390. https://doi.org/10.5281/zenodo.10144328

Sausan, S. E. (2023). Keterkaitan Postmodern dan Psikoanalisis Terhadap Gerakan Feminisme Bebas Patriarki. Academia.Edu. https://www.academia.edu/94354932/KETERKAITAN_POSTMODERN_DAN_PSIKOANALISIS_TERHADAP_GERAKAN_FEMINISME_BEBAS_PATRIARKI

Tri Wahyudi Ramdhan, Kesetaraan Gender Menurut Perspektif Islam, h.78

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler