x

Ilustrasi Muda-mudi Melayu. Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Iklan

Nayoko Aji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 November 2021

Selasa, 12 Maret 2024 19:00 WIB

Bahasa Indonesia Diakui Unesco, Apa Silap Malaysia

Bahasa yang merupakan unsur budaya yang paling penting, dari bahasa tercipta juga sastra, film, lagu dan lain sebagainya. Misal dikatakan oleh Malaysia bahwa Bahasa Indonesia itu adalah Bahasa Melayu, bagaimana dengan sastra Indonesia, film Indonesia, lagu Indonesia dan budaya umum yang sudah me-Nasional di Indonesia? Masihkan Malaysia mampu mengatakan bahwa itu semua Melayu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pascapenetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam Konferensi Umum Unesco, membuat netizen negeri tetangga (Malaysia) seperti kebakaran jenggot. Hal ini terlihat dari sejumlah komentar yang muncul di unggahan Presiden Joko Widodo. Kebanyakan mereka mengatakan bahwa seharusnya yang diresmikan adalah Bahasa Melayu, sebab bahasa yang digunakan Indonesia sendiri adalah Bahasa Melayu. Mereka yang berpendapat seperti itu dari kalangan yang terlalu terobsesi pada ke-Melayu-an.

Di Malaysia pengakuan Bahasa Indonesia bukan Bahasa Melayu ditegaskan Rektor Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (UIAM) Profesor Emeritus Tan Sri Dato' Dzulkifli bin Abdul Razak dalam artikel Koran Utusan Malaysia, terbit 30 November 2023. Berjudul: Alahai Malaysia Dimana Silapnya?

Profesor Emeritus Tan Sri Dato' Dzulkifli bin Abdul Razak (lahir 1951) ialah ahli akademik dan pendidik Malaysia. Beliau kagum dengan perkembangan Bahasa Indonesia daripada Bahasa Melayu. Gundah terkait bahasa Melayu yang semakin dipinggirkan oleh warga Malaysia sendiri. Juga mengkritisi kebijaksanaan system pendidikan vernakuler yang dirasa ganjil dan hanya berlaku di Malaysia. Kegundah bertambah terkait martabat Bahasa Melayu yang kian merana setelah Bahasa Indonesia ditetapkan Unesco.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Malaysia, bahasa tak lagi punya jiwa bangsa. "Bahasa Malaysia adalah Melayu, tapi Bangsa Malaysia menjadi tidak jelas," Propaganda Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu atau sebaliknya adalah percuma, termasuk teori Alam Melayu hanya buat warga Malaysia terlena mimpi masa lalu, karena tak sanggup menatap masa depan. "Seminar, simposium atau lomba pidato Bahasa Melayu bahkan tiap hari digelar, percuma", selama kebijakan Pemerintah Malaysia tetap gunakan Bahasa Inggris.

Indonesia tidak menafikan kalau Bahasa Indonesia berakar dari Bahasa Melayu. Apapun namanya, yang berhasil memartabat bahasa itu adalah Indonesia. Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek Drs. Muh. Abdul Khak, M.Hum. menjelaskan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa negara sedangkan Bahasa Melayu adalah bahasa daerah yang ada di Indonesia. Ia juga mengungkapkan bahwa ada lebih dari 80 Bahasa Melayu yang menjadi bahasa daerah di Indonesia dan Malaysia sendiri tidak terlibat dalam upaya pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Unesco.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Kerajaan Malaysia juga sedang melakukan proses internasionalisasi Bahasa Melayu. Usaha yang dilakukan pemerintah Kerajaan Malaysia ini sebenarnya rancu. Kerancuan itu terjadi karena pemerintah Kerajaan Malaysia belum mampu memartabatkan Bahasa Melayu di dalam negeri Malaysia sendiri. Belum semua rakyat Malaysia terutama dari etnis non Melayu bisa bertutur Bahasa Melayu dengan baik.

Usaha internasionalisasi Bahasa Melayu oleh pemerintah Kerajaan Malaysia berkesan hanya berupa pencitraan. Pemerintah Kerajaan Malaysia gencar melakukan seminar, simposium dan lomba pidato Bahasa Melayu untuk penutur asing. Ironisnya penutur asing Bahasa Melayu yang diundang adalah pelajar-pelajar asing alumni dari perguruan tinggi Indonesia atau lulusan BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing).

Kegaduhan netizen Malaysia atas ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO juga karena mereka terlalu percaya dengan propaganda Konsep Alam Melayu dan propaganda bahwa Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu. Propaganda tersebut sering disampaikan oleh beberapa profesor / tokoh-tokoh Malaysia yang terlalu terobsesi dengan ke-Melayu-an. Setelah penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO, ini menjadi klimaks kegagalan dan merupakan pukulan keras bagi para tokoh-tokoh tersebut.

Propaganda ke-Melayu-an pemerintah Kerajaan Malaysia sebenarnya menjadi bumerang buat Malaysia sendiri, karena Malaysia bukan wilayah pusat peradaban Melayu. Propaganda konsep Alam Melayu yang menyebut semua suku di Nusantara adalah Melayu dan Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu justru mengakibatkan Malaysia kebingungan atas jati dirinya. Malaysia terlalu kecil untuk bisa mengangkangi semua budaya yang ada di Nusantara. Berbagai suku dengan budaya, adat istiadat di Indonesia bisa lestari, berkembang detail dan setara sesame suku seluruh Indonesia. Di Malaysia suku-suku dan budayanya tersebut menjadi bias karena semua itu dianggap Melayu.

Bahasa yang merupakan unsur budaya yang paling penting, dari bahasa tercipta juga sastra, film, lagu dan lain sebagainya. Misal dikatakan oleh Malaysia bahwa Bahasa Indonesia itu adalah Bahasa Melayu, bagaimana dengan sastra Indonesia, film Indonesia, lagu Indonesia dan budaya umum yang sudah me-Nasional di Indonesia? Masihkan Malaysia mampu mengatakan bahwa itu semua Melayu?

Sejarah itu berjalan di segala sisi sosial budaya dari suatu masyarakat. Dari bukti prasasti (batu bertulis), peninggalan budaya menunjukkan pusat peradaban Melayu itu berada di Palembang, Jambi dan Riau yang masuk wilayah Indonesia. Malaysia berusaha menasbihkan diri sebagai bangsa dan negara Melayu. Maka dengan perkembangan bahasa Indonesia, Malaysia merasa  tersubordinasi. Sikap hipokrit ini yang menjadikan konsep Alam Melayu seperti benang kusut dan percuma saja.

Dari bahasapun para ahli bahasa seharusnya tahu dimana pusat beradaban itu berada. Dalam sosiologi, ada fenomena centre-periphery (model pusat-pinggiran). Di wilayah Indonesia juga banyak dialek bahasa Melayu yang mempunyai perbedaan cukup jauh, sehingga sering disebut bahasa tersendiri seperti bahasa Banjar di Kalimantan, bahasa Minang di Sumatra Barat, bahasa Betawi di Jakarta, dan lainnya yang sebetulnya ialah rumpun bahasa Melayu. Seperti Banjar, Minang dan Betawi di Indonesia, Kedah di Malaysia juga merupakan pinggiran Melayu yang tentunya juga punya sejarah budaya Melayu.

Perbedaan sejarah kemerdekaan menumbuhkan mentalitas dasar orang Indonesia dan Malaysia yang sangat berbeda. Mentalitas dasar jugalah yang membentuk jati diri dan semangat Nasionalis bangsa Indonesia lebih daripada warga negara Malaysia pada umumnya. Dari awal pembentukan negara Malaysia, Presiden Soekarno menyebut bahwa pembentukan negara Malaysia itu tanpa konsep. Tanpa konsep karena konsepnya mutlak mengikuti Inggris. Contoh kecil dalam bidang bahasa, pengejaan huruf alphabet Malaysia mengikuti ejaan Inggris. Padahal kosa kata Melayu jelas tidak sesuai jika dieja menurut ejaan Inggris. Contoh huruf “C” dieja apa, jika dirangkai menjadi kata “Cinta” dieja apa.

Berbeda dengan Indonesia, konsep negara Indonesia tercipta oleh founding father orang Indonesia sendiri. Meskipun sempat mengalami try and error dalam pembentukan konsep bernegara, (karena pernah NKRI berbentuk Republik Indonesia Serikat / RIS). Pernah juga Indonesia mengalami pemberontakan-pemberontakan dalam negeri untuk mengganti konsep bernegara.

Perbedaan selanjutnya, di Indonesia pendekatan yang dianut adalah asimilasi. Di sini, mereka yang berasal dari kelompok minoritas pendatang didorong untuk sepenuhnya beradaptasi dengan budaya mayoritas tempatan, termasuk dalam hal bahasa, nama, dan lainnya. Hasilnya, banyak dari komunitas Tionghoa dan India di Indonesia yang telah berbaur sepenuhnya dengan budaya suku tempatan.

Sementara itu, di Malaysia integrasi menjadi prinsip yang dianut. Membiarkan mereka yang bukan dari etnis mayoritas bumiputra untuk tetap menjalani hidup dengan identitas kultural mereka. Komunitas Tionghoa dan India di Malaysia tetap memelihara bahasa dan tradisi mereka. Dalam integrasi dan asimilasi, tidak ada satu pendekatan yang mutlak benar atau salah. Tapi yang aneh di Malaysia, untuk diaspora dari suku-suku di Nusantara bisa dilakukan dengan pendekatan asimilasi menjadi 1 etnis Melayu. Hal itu semakin menambah rumit menyimpulkan identitas bangsa.

 

https://nangnayokoaji.blogspot.com/2024/03/bahasa-indonesia-diakui-unesco-apa.html#more

 

Ikuti tulisan menarik Nayoko Aji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler