Madilog: Crawala Ilmu Logika

Jumat, 25 Oktober 2024 19:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Tan Malaka
Iklan

Rekomendasi untuk insan yang masih terperangkap dalam logika mistika, dan kesesatan berpikir

Judul: Madilog

Penulis: Tan Malaka

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengarang penerbit: Tim Narasi

Tahun terbit: cetakan kelimabelas, 2019

Jumlah halaman: 560 halaman

Pada tahun 1925 sebelum Smpah Pemuda dan titik pertama Indonesia ada, Tan Malaka telah menulis Nar de Republik (menuju repiblik Indonesia) di usia 27. Di buku itu Tan Malaka mengkonsepkan bagaimana Indonesia menurut pandangan dia.

Singkatnya, Tan Malaka ingin menunjukkan masyarakat adil makmur. Tetapi, ide di buku itu baru sisi luar saja. Ibaratnya baru kulit atau cangkangnya saja, beliau belum menceritakan isinya.

Pada tahun 1943 Tan Malaka bercerita tentang apa yang seharusnya ada di alam jiwa dan pikiran manusia Indonesia yang adil makmur dalam sebuah buku yang berjudul Madilog. Banyak yang mengatakan buku yang judulnya singkatan dari Materialisme, Dialektika, Logika ini adalah magnum opus-nya Tan Malaka.

Menurut Tan Indonesia yang adil makmur tidak tercapai kecuali dengan madilog. Dari bab awal beliau menekankan materialisme.

Materialisme sederhannya adalah cara memandang dunia yang berpijak pada fakta dan hal hal yang kongret dan bisa di buktikan. Sumber ketertinggalan kata tan malaka adalah logika mistika,  tan malaka menjabarkan kalau ada masalah kita harus menjabarkan solusinya yang kongkret penjelasan dan sebabnya bagaimana bukan di dunia ghaib yang kita tidak tahu ada atau tidak, benar atau salah, mempengaruhi realitas kehidupan kita atau tidak, hal ini yang menurut Tan Malaka menghambat, kita seringkali masih berfikir pada hal hal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.

 

Pemikiran ini menjadi semakin relevan 50 tahun terahir kehidupan yang kita jalani “anomali” dibandingkan kehidupan sebelumnya.

 

Cara berpikir MADILOG

logika mistika menjadi bab pertama. Sederhananya kita menjawab persoalan kongkret dengan jawaban yang tidak konkret, cara pandang yang kurang jelas, tidak ada basis penelitian, tidak ada basis pengamatan yang belum terbukti kebenarannya dan jika seandainya salah, kira kira siapa yang akan bertanggung jawab. Jika kita menggunakan basis pemikiran yang konkret maka kita bisa menelusuri bagaimana kita dapat menuju suatu kesimpulan.

 

Contoh pada saat penanganan covid-19, ketika ada kebijakan mewajibkan orang menggunakan masker kita dapat menelusuri kesimpulan datangnya dari mana, jika seandainya salah maka ada orang yang bisa dimintai pertanggung jawaban orang yang membuat ide tersebut. Karena jelas siapa sebagai pembuat kebijakan dan metedologinya bagaimana, ada alur pertanggung jawaban yang jelas.

 

Sedangkan pemikiran mistika ini seringkali terjadi asal claim. Jika pada saat penanganan covid-19 banyak orang meninggal mendadak, batuk parah tanpa sebab, jika kita tidak menggunakan cara pikir yang konkret, bisa jadi kita menganggap bahwasannya itu kiriman, adzab, karena pemimpin yang dzolim, masyarakat banyak maksiat dlsb. Seandainya itu salah, siapakah yang harus disalahkan?. Karena statement seperti ini tidak ada catatan pertanggung jawabannya.

Disinilah kritik Tan Malaka didalam bab logika mistika beliau melihat masyarakat kita terlalu banyak menggunakan cara pikir yang tidak konkret, terlalu mendominasi pemikiran mistika ini. Kendatipun demikian beliau tidak menganggap ini salah. Setidaknya jika kita menggunakan basis pemikiran yang tidak konkret maka jawabanya adalah “tidak tau” kita tidak membuat claim baru yang tidak jelas pembuktiannya. 

 

Tan Malaka melihat hal ini sebagai masalah dalam proses berpikir kita, ini seringkali menghambat untuk berkembang. Bentuk hambatan secara sederhana, ketika kita memiliki kesimpulan yang salah tentang realitas misalnya ”ini disebabkan oleh ini tapi kita kira oleh itu” kemungkinan terbesarnya solusi kita tidak tepat, atau yang kedua kita menjadi tidak kreatif dalam mencari kesimpulan yang benar. 

 

Lalu timbul pertanyaan, “bagaimana jika penjelasan itu tidak ada” masalahnya adalah untuk mengetahui bahwa penjelasan itu tidak ada kita harus mencoba untuk mencari penjelasan itu. Jadi “keberadaan penjelasan itu terbatas pada diri kita yang melakukan upaya pencariannya”.

 

Ketika dahulu kita tidak tahu cara kerja bumi bagaimana terjadinya siang dan malam yang berusaha mencari kebenarannya adalah kita sendiri. Jika kita terbiasa dengan blok dipikiran kita bahwasannya seseuatu itu tidak ada penjelasan tanpa pembuktian bagaimana kita bisa melatih kemampuan untuk mencari penjelasannya “sedangkan penjelasan itu datang karena upaya kita” penjelasan itu tidak datang secara tiba tiba.  




Materialisme

Didalam MADILOG terdapat satu kata yaitu Materialisme. Banyak yang mengatakan bahwa materialisme ini muncul dari pemikaran dialektika Karl Marx, Materialisme Dialektika Historis. Hal ini ada benarnya bahwa memang Materialisme dalam konteks perkembangan filsafat pemikiran pada saat itu sebenarnya mengkritik idealisme. 

 

Cara berpikir materialisme itu melihat ide ide, nilai nilai, tradisi, kebudayaan pemikiran, dlsb itu didahului oleh suatu faktor materinya terlebih dahulu. Matter atau Materi mendahului ide artinya kalau kita menggunakan kerangka pikir Materialisme ketika melihat suatu tradisi, budaya, nilai nilai pemikiran dlsb kita akan mempertanyakan factor materialnya yang 

mendorong itu menjadi ada. 

 

Contoh pembahasan diskusi tentang hak ibu pengganti “surrogate mother” munculnya ini dikarenakan adanya teknologi yang membuat perempuan bisa meminjamkan rahimnya ke orang lain. Dengan adanya teknologi itu barulah kita keluar dengan ide ide, hak ibu pengganti, peraturan khusus untuk penyedia jasa. Ide ide tentang surrogate mother ditemukan karena adanya teknonologi yang menjadi materinya. Sedangkan pemikiran Idealisme melihatnya justru ide mendahului materi, perubahan bisa datang karena ide, kepercayaan pemikiran dlsb itu bisa mendorong perubahan Materi. Begitu kira kira kritiknya

 

Namun yang kita serap dari MADILOG bukanlah potongan itu, tetapi lebih ke arah bagaimana spirit dari materialisme itu melihat segala sesuatu mengacu pada matter atau materi atau kebendaan atau sesuatu yang konkret dengan kata lain pencarian kebenaran tentang realitas kita akan mengacu pada empirisme bagaimana kita mengacu pada empirisme, berpijak pada bukti bukti empiris untuk mengetahui realitas yang benar seperti apa atau bahasa sederhananya berpikir ilmiah 

 

Seperti yang dikemukakan Tan Malaka bahwa masyarakat adil makmur akan dicapai apabila manusia Indonesia ber MADILOG, yang tan malaka maksud adalah sesuai dengan rangkuman kutipan diatas pada haman 295-296 dalam buku MADILOG. Masyarakat Indonesia harus membaca realitas dengan akurat sehingga dalam konteks misalnya kemakmuran kita bisa mencapai kemajuan ekonomi, pengelolaan sumber daya yang baik dlsb dengan solusi yang konkret. Kemudian dari sisi keadilan apapun itu gerakan sosial yang mempunyai tujuan ideal masyarakat Indonesia yang adil kita harus tetap membaca peta realitas dengan benar barulah dapat menyusun strategi yang tepat untuk mencapai kesana, memhami peta realitas adalah kunci menemukan strategi efektif untuk mencapai apapun tujuannya termasuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur. 

 

Bahwa nantinya didalam dinamika sosial akan ada perbedaan ideologi, nilai moral, nilai etik, bentuk pendekatan, definisi itu sudah menjadi langkah berikutnya akan tetapi langkah dasar yang menjadi fundamental kita memerlukan pemahaman yang akurat tentang bagaimana dunia ini bekerja, bagaimana bisa memahami akibat dengan berpijak pada bukti bukti dlsb setelah itu baru lah merumuskan tujuan, solusi dan memperjuangkan nilai yang baik.

 

Kelebihan dan kelemahan buku MADILOG

Menurut pribadi, bukan tentang kelebihan dan kelemahanya melainkan sesuai kebutuhanya, MADILOG bisa berdampak positif oleh orang yang benar-benar mempelajarinya. Kendatipun demikian, bisa sangat berdampak negatif untuk orang yang salah kaprah memahami isi bukunya. MADILOG sangat berpengaruh dan selalu relate di segala zaman, terlebih untuk lingkungan akademisi, sangat direkomendasikan untuk orang-orang yang masih terperangkap pada logika mistika dan sesat berpikir.

 

Kritik 

Kritiknya lebih tertuju pada beberapa golongan yang melarang keras buku-buku seperti MADILOG dan buku-buku yang dianggap komunis atau menyalahi aturan, seperti dahulu buku karangan Pramoedya Ananta Toer, Tan Malaka, dan tokoh-tokoh pahlawan Indonesia yang lain. Seperti yang pernah dikatakan oleh Milan Kudera "Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya. Maka pastilah bangsa itu akan musnah".



Bagikan Artikel Ini
img-content
Fikri qulhaq

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Madilog: Crawala Ilmu Logika

Jumat, 25 Oktober 2024 19:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler