Legenda Nyai Endit, Proyek Tol Getaci, dan Kontes Pilkada Garut
Selasa, 29 Oktober 2024 18:47 WIBTur kecil di sekitar Situ Bagendit, mengingatkan pada sebuah legenda. Di wilayah yang kini dikenal sebagai Banyuresmi, Garut, terdapat kisah rakyat Nyai Endit yang medit alias pelit.
***
Dalam legenda Situ Bagendit, Nyai Endit digambarkan sebagai seorang janda kaya yang serakah dan angkuh, menolak memberi bantuan kepada rakyat miskin. Hingga suatu hari, seorang lelaki tua memohon air, tapi Nyai Endit menolaknya dengan kasar.
Pak Tua itu akhirnya menancapkan tongkatnya ke tanah. Air pun meluap dan menenggelamkan seluruh kekayaan Nyai Endit, menciptakan Situ Bagendit yang kini menjadi objek wisata.
Legenda tersebut adalah pengingat tentang bahaya keserakahan dan pentingnya sikap welas asih. Ironisnya, ketika rencana pembangunan Tol Getaci (Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap) akan segera dihadirkan, kita melihat bagaimana Garut kembali dihadapkan pada pilihan antara mengejar modernisasi dan menjaga keseimbangan lingkungan serta nilai-nilai kearifan lokal.
Tol Getaci adalah Proyek Strategi Nasional (PSN). Ia akan menjadi jalan tol terpanjang di Indonesia, membentang sepanjang 206,65 km untuk menghubungkan wilayah Gedebage di Bandung, Jawa Barat, hingga Cilacap, Jawa Tengah.
Proyek, yang dalam tahap pembebasan lahan dan ditargetkan rampung pada 2026, itu bertujuan meningkatkan konektivitas di selatan Pulau Jawa. Bentang tol ini akan menghubungkan berbagai daerah di Jawa Barat hingga Jawa Tengah, terutama untuk kawasan yang belum memiliki akses tol memadai.
Tol Getaci juga akan melintasi sejumlah kecamatan di Garut, seperti Kadungora, Leles, Leuwigoong, Banyuresmi, dan Garut Kota. Exit toll antara lain terdapat di sekitar Situ Bagendit, sehingga aksesibilitas menuju Garut akan meningkat pesat.
Saat ini, Situ Bagendit--dengan dua sisi view mengarah ke Gunung Guntur dan Cikuray yang menjulang tinggi--pada 2022 dipugar Pemprov Jabar dan pemerintah pusat dengan dana Rp85 miliar. Maka, hadir berbagai fasilitas baru seperti waterpark, kubah keong hitam, masjid terapung, teater terbuka, jogging track, dan pusat kuliner.
Pemerintah berharap Situ Bagendit yang memiliki sejarah panjang akan memiliki daya magnet kuat untuk menyedot lebih banyak wisatawan domestik dan mancanegara. Di sekitar Situ Bagendit juga sudah tumbuh sejumlah komplek perumahan, termasuk bagi komunitas tukang cukur, sebagai perwujudan janji kampanye Jokowi.
Di sisi lain, pendirian gudang logistik swasta mulai tumbuh di kawasan dekat rencana gerbang tol sekitar Bagendit. Tak ayal, para pebisnis lain ikut membidik kawasan ini sebagai gula-gula, dan harga tanah pun melonjak,
Seiring dengan itu, Pemkab Garut berhasrat memindahkan pusat pemerintahannya ke perbukitan yang menghadap ke Situ Bagendit. Dari sinilah mereka ingin mengaransemen dan menjadi dirigen bagi orkestra dinamika pembangunan Garut yang modern.
Namun, dengan peningkatan akses dan fasilitas, apakah Garut sudah siap untuk mengelola limpahan arus wisatawan dan pelaku bisnis dengan baik? Di sinilah kita berkerut kening.
Kembali ke Situ Bagendit sendiri, yang sudah divermak sedemikian rupa, kini seperti pasein akut di ranjang rumah sakit: hidup segan, mati tak mau. Urat nadi warisan Nyai Endit itu hanya sedikit berdenyut di akhir pekan atau hari libur. Fasilitas yang dibangun dengan sentuhan modern dan suntikan dana besar, sedang dalam darurat membutuhkan infus darah segar dan tatakelola yang lebih baik.
Agaknya, kondisi Situ Bagendit menjadi cerminan loyonya pembangunan di Kota Intan ini dalam hampir dua tahun terakhir di tangan sosok penjabat (pj) bupati kiriman pusat. Terbukti, hasrat sang "pj" untuk berlaga di Pilkada Garut 2024, urung karena hasil surveinya jeblok--pertanda tak punya prestasi bagi Garut.
Pengelolaan Berimbang
Sebagaimana kisah Nyai Endit, infrastruktur ini menjadi peluang sekaligus ujian bagi pemerintah daerah. Peningkatan ekonomi memang menjanjikan, namun jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik dan harmoni, maka berbagai potensi manis bisa berubah menjadi kopi pahit.
Diharapkan bahwa Tol Getaci akan memperkuat ekonomi lokal, membuka peluang bagi bisnis kecil di sekitar Garut untuk tumbuh, terutama dalam sektor kuliner dan kerajinan. Jangan sampai nasib masyaraktnya justru terpinggirkan, bahkan laksana anak ayam mati di lumbung padi, karena tergerus oleh keserakahan pemodal besar.
Situ Bagendit bisa berkembang menjadi pusat aktivitas ekonomi dengan adanya penginapan, restoran, dan kios oleh-oleh. Namun, agar transformasi ini sukses, pengelolaan yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan, agar tak menjadi kumuh akibat banyaknya pengunjung.
Harapan melalui Pilkada
Saat ini, Pilkada Garut 2024 menampilkan dua pasang kontestan calon bupati: Helmi Budiman-Yudi Nugraha dan Abdusy Syakur-Putri Karlina. Mereka memiliki kesempatan untuk menawarkan visi bagi masa depan Garut di era modernisasi ini. Satu kubu memiliki rekam jejak ikut meletakkan dasar-dasar pembangunan Garut modern, kubu kedua menjanjikan "energi baru" yang masih mengawang-awang.
Kehadiran Tol Getaci bukan hanya tentang menambah akses, tapi bagaimana para calon pemimpin akan memastikan bahwa kemajuan yang diusung tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan dan identitas budaya. Modernisasi Garut bukan sekadar mempercantik Situ Bagendit atau memperluas aksesibilitas dengan hadirnya Tol Getaci.
Lebih dari itu, ini adalah tentang bagaimana legenda dan nilai-nilai lokal, seperti cerita Nyai Endit, tetap hidup dan menjadi bagian dari perkembangan zaman. Situ Bagendit bisa menjadi ikon budaya yang tidak hanya mempercantik lanskap, tetapi juga membawa kisah moral tentang pentingnya berbagi dan nilai kemanusiaan, sehingga pembangunan ekonomi selaras dengan identitas lokal.
Misteri Bunga Teratai
Asep Ichsanuddin, salah satu tokoh muda setempat, mengingatkan tentang “tuah” Situ Bagendit yang seolah turut mengawasi keseimbangan kawasan itu. Ia menunjuk misteri hamparan bunga teratai liar yang tampak memberikan peringatan: revitalisasi yang disikapi tidak bijak akan mendatangkan “gulma” pengganggu ekologi danau.
"Teratai ini tumbuh liar di luar kebiasaan. Ia tumbuh berkembang ketika ada masalah dalam pengelolaan Situ Bagendit," ujarnya, mengisyaratkan bahwa alam turut bereaksi ketika keseimbangan terganggu, mencerminkan potensi ketidakharmonisan di masyarakat sekitar dalam menyambut perubahan yang datang.
Revitalisasi Situ Bagendit diharapkan bukan hanya sebagai wajah alam yang indah, tetapi juga sebagai cerminan budaya, sejarah, dan nilai moral dari generasi ke generasi. Di tengah derasnya arus modernisasi, legenda Nyai Endit mengingatkan pentingnya kebijaksanaan dalam pembangunan, agar Garut berkembang tanpa kehilangan jati diri yang telah membentuk identitasnya.
Jika harmoni benar-benar terjaga, bunga teratai yang tumbuh liar ini tak lagi dilihat sebagai “pengganggu.” Di dalam pangkal tangkainya, tersembunyi biji-bijian yang tak hanya berkhasiat bagi kesehatan, tapi juga bernilai ekonomis.
“Bagi orang Cina, biji teratai sering dijadikan camilan yang berkhasiat mengobati penyakit ginjal,” ungkap Asep. Ia memperlihatkan, bahkan gejala alam yang muncul tanpa rencana dan menjadi hama pun, dapat membawa manfaat jika ditangani dengan bijak.
Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis
3 Pengikut
Wajah-wajah Lama di Balik Razia PSK
5 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler