x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Biarkan Bakat Sains Remaja Kita Melapuk

Banyak remaja Indonesia meraih prestasi internasional dalam matematika dan sains, apa yang kita lakukan agar mereka terus cemerlang?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa bilang anak Indonesia tidak hebat? Cukup sering kita mendengar remaja dan mahasiswa Indonesia membubuhkan namanya sebagai yang terbaik dalam berbagai ajang internasional.

Kabar mutakhir: siswa-siswi SMA Indonesia merebut 1 emas, 2 perak, 2 perunggu, serta 3 penghargaan khusus dalam Asia-Pacific Conference of Young Scientists (APCYS) ke-3 yang berlangsung di Taiwan, 18-22 Agustus 2014. Dalam acara serupa yang berlangsung di Palembang tahun 2013, tim Indonesia meraih 3 medali emas, 2 perak, 3 perunggu, serta penghargaan khusus.

Meski menggunakan format konferensi, APCYS sekaligus merupakan ajang kompetisi. Siswa-siswi tingkat SMA ini menyajikan hasil penelitian mereka sekaligus dinilai oleh dewan juri. Remaja Indonesia membawakan 8 hasil riset di bidang fisika, matematika, ilmu komputer, ilmu lingkungan, dan ilmu-ilmu hayati.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Remaja Indonesia juga mencatat prestasi di ajang serupa yang mencakup wilayah yang lebih luas, yakni International Conference of Young Scientists (ICYS). Dalam konferensi yang berlangsung di Beograd, Serbia, tahun 2013, tim Indonesia meraih 2 medali emas dalam matematika dan ilmu hayati, 2 perak dalam ilmu komputer dan ilmu hayati, 2 perunggu dalam ilmu komputer dan ilmu lingkungan, serta 1 penghargaan khusus.

Berbagai keberhasilan tersebut memperlihatkan bahwa remaja Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan dengan remaja dari berbagai negara lain apabila memperoleh gemblengan khusus. Dengan merangkul dukungan berbagai pihak, Prof. Yohanes Surya bekerja keras melatih bakat-bakat remaja ini agar bersinar terang.

Di tengah tingkat literasi matematika dan sains remaja kita yang masih kurang, berbagai prestasi itu tentu saja membanggakan. Namun, kita patut pula merenungkan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2012 yang diumumkan pada Desember  2013.

PISA merupakan survei yang diadakan setiap tiga tahun sekali oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD). PISA mengukur kecakapan anak-anak berusia 15 tahun dalam menerapkan kemampuan matematika, sains, dan membaca untuk memahami persoalan di dunia nyata. Hasil PISA, yang di dalamnya terkandung penilaian terhadap ‘kemampuan menalar’ dan ‘kecakapan berpikir’, memberi gambaran umum mengenai tingkat literasi dalam ketiga bidang tersebut.

Sejak tahun 2000, Indonesia mengikuti kegiatan ini dan setiap kali pula Indonesia menempati posisi bawah. Dalam hasil PISA 2012 yang diumumkan Desember 2013, Indonesia nyaris menjadi juru kunci dari 65 negara yang secara sukarela mengikuti program ini. Rata-rata skor matematika anak Indonesia 375, membaca 396, dan sains 382. Capaian ini berada jauh di bawah rata-rata, yakni 494, 496, dan 501 untuk masing-masing bidang.

Dari kedua pencapaian tersebut, yang satu melambung dan yang lain terpuruk, setidaknya terdapat dua isu yang patut memperoleh perhatian kita bersama. Pertama, remaja yang sukses mengukir prestasi internasional harus diberi kesempatan untuk menapaki jenjang yang terus meningkat, baik dari sisi pendidikan, kemampuan riset, maupun pengembangan karakter.

Sudah sepantasnya remaja-remaja ini didukung agar bakat hebat yang mulai bersinar itu tidak redup kembali lantaran tidak ada beasiswa, bimbingan dari ilmuwan senior, hingga wadah pengembangan potensi ketika mereka sudah menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi. Kita sudah tahu, dana riset rendah padahal riset adalah tulang punggung kemajuan bangsa, tapi kita tak juga mau memperbesar porsinya.

Sudah banyak cerita otak-otak pintar kita yang lari ke luar negeri. Mereka bahkan diundang untuk mengembangkan kemampuannya di tempat-tempat yang menyediakan lingkungan yang mendukung. Tapi sepertinya kita tenang-tenang saja menyaksikan fenomena brain drain ini. Sebagian dari mereka memang kembali ke tanah air, tapi sayangnya tidak memperoleh apa yang mereka perlukan untuk berkembang.

Isu kedua terkait dengan pemerataan literasi matematika, sains, maupun berbahasa dan membaca. Hasil PISA 2012 itu semestinya menjadi indikator yang memperingatkan kita untuk menyusun strategi jangka panjang literasi. Negara-negara Asia yang menempati peringkat tertinggi PISA 2012, melampaui negara-negara Barat, seperti Korea Selatan dan Cina, mengembangkan strategi yang disiapkan secara serius.

Mereka meyakini bahwa penguasaan matematika, sains, dan bahasa merupakan kunci kemajuan. Keyakinan itu diwujudkan dengan menyusun strategi jangka panjang yang didukung penyediaan dana besar. Secara umum, tingkat literasi masyarakat—terutama remaja dan mahasiswa—terus ditingkatkan dan bakat-bakat hebat selalu diasah agar cemerlang.

Bagaimana dengan kita? ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler