x

Siswa membaca koran bersama saat peringatan Hari Pers Nasional, di SDN Kertajaya 4, 9 Februari 2015. Selain itu para siswa di kenalkan juga terhadap profesi seorang jurnalis. TEMPO/Fully Syafi

Iklan

Putu Suasta

Politisi Demokrat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pers dan Demokrasi: Refleksi Hari Pers Nasional

Kebebasan pers yang kini didegung-didegungkan kadang bergerak terlalu liar, seakan tanpa batas, dan tak jarang justru kontra produktif dengan perkembangan demokrasi di negeri ini

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kematangan sistem demokrasi dalam sebuah negara tercermin dalam kebebasan pers yang sehat dan bertanggungjawab. Setelah melewati era Orde Baru yang identik dengan pembredelan pers dan sistem kontrol ketat terhadap kebebasan berpendapat, kini masyarakat Indonesia dapat menghirup nafas kebebasan dalam menyampaikan aspirasi terutama melalui kerja-kerja jurnalistik tanpa takut mendapat sensor dan kontrol represif dari pemerintah. Namun kebebasan pers yang kini didegung-didegungkan kadang bergerak terlalu liar, seakan tanpa batas, dan tak jarang justru kontra produktif dengan perkembangan demokrasi di negeri ini. Dalam kaitan ini perlu kita refleksikan kembali terutama di Hari Pers Nasional yang kita rayakan bulan ini, sejauh mana kerja-kerja jurnalistik telah dipraktekkan secara sehat dan bertanggungjawab di negeri ini.

Balance and Cover Both Side

Di masa pemerintahan SBY pers nasional mendapat momentum kebangkitan luar biasa dan memainkan peran secara efektif sebagai salah satu saluran aspirasi dan partisipasi publik dalam mengontrol tranparansi pemerintah. Kebangkitan tersebut ditandai dengan lahirnya berbagai surat kabar, majalah, progam berita televisi dan portal-portal berita berbasis internet. Ada banyak peristiwa penting disorot media untuk membangkitkan respon publik dan akhirnya membantu pemerintah dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh kasus perseteruan KPK vs Polri (Cicak vs Buaya); kasus Prita Mulyasari; Kasus Bank Century dan berbagai peristiwa penting lainnya. Respon publik berkat sorotan media terhadap peristiwa-peristiwa tersebut mendorong pemerintah mengambil kebijakan yang sesuai dengan aspirasi rakyat. Dalam konteks ini kebebasan pers telah memberi sumbangsih nyata bagi pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada sisi lain, pertumbuhan pesat kanal-kanal berita tidak selalu dibarengi dengan integritas moral para insan pers dalam menegakkan kode etik jurnalistik. Cara-cara peliputan dan penyampaian berita yang berat sebelah dan bersifat main hakim sendiri masih marak terjadi. Dalam kasus pembocoran dokumen pemerintah AS oleh wikileaks, misalnya, beberapa media  menyeret nama pemerintah Indonesia tanpa konfirmasi dan penyelidikan lebih lanjut, hanya berdasarkan pada satu sumber sehingga berita yang disampaikan berat sebelah dan lebih mirip gosip atau kabar tak berbasis fakta. Metode kerja jurnalistik seperti ini dapat merugikan negara karena akan memunculkan spekulasi tak penting dan justru kontra produktif dengan perkembangan demokrasi.

Keprihatinan atas kerja-kerja jurnalistik seperti di atas mendorong SBY berkali-kali menekankan pentingnya para insan pers untuk berpegang teguh pada prinsip balance and cover both side. Tiap berita yang disajikan akan berpengaruh dalam pembentukan opini publik. Karena itu para penyedia berita mesti menyajikan berita yang berimbang, memberi kesempatan kepada semua pihak terkait untuk mengkonfirmasi dan menyuarakan sudut pandangnya masing-masing. Dengan demikian keadilan ditegakkan tanpa ada pihak yang merasa dirugikan dan terjalimi.

Dalam sebuah ceramah di hadapan para siswa Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI), SBY memberi contoh konkrit bagaimana prinsip balance and cover both side itu dipraktekkan: "Kalau saudara mengkritik gubernur, maka berikanlah ruang bagi gubernur untuk memberi penjelasan agar  rakyat mengetahui sebab akibat dan duduk perkaranya.  Dengan begitu, telah terjadi keadilan karena cover both side. Bahasa menujukan karakter bangsa, jadi silahkan diaplikasikan di dunia pers," katanya.

Bagainapun juga, pers yang bebas merupakan salah satu komponen  paling esensial dari masyarakat  demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial merupakan kunci keberhasilan pembangunan demokrasi. Hal pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul tirani media terhadap publik. Publik harus mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan menyajikan berita seobjektif mungkin agar  tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan. Karena itu seruan moral yang disampaikan SBY di atas sangat penting kita suarakan kembali terutama pada hari perayaan Pers Nasional ini.

Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu