x

Iklan

Irfan Budiman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Claudio Ranieri, Pizza, Sampanye, dan Sebaris Lirik

Claudio Ranieri tetap seorang tinkerman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ruang ganti pemain penuh dengan pizza. Tak terhitung jumlahnya. Claudio Ranieri, pelatih Leicester yang membawa makanan itu ke sana.

Itu adalah janji Ranieri. Andai, para pemainnya mampu membuat clean sheet alias tanpa kebobolan, hadiah sudah disiapkan untuk mereka, yakni pizza – penganan khas Italia, negeri asal Ranieri.

Setelah menunggu selama sepuluh pekan, klub Leicester mendapatkan clean sheet. Bertanding di King Power Stadium – kandang Leicester mereka mendapatkan  kemenangan tipis 1-0 atas Crystal Palace – klub asuhan Alan Pardew.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hanya satu gol memang. Tapi kemenangan itu patut dirayakan. Selain gol itu menjadikan Jamie Vardy – si pencetak gol, masuk dalam jajaran striker hebat di Liga Primer yang mampu mencetak gol dalam 7 kali pertandingan berturut-turut, kemenangan ini juga jadi kado istimewa buat Ranieri yang berulang tahun ke-64.

Walhasil, selain pizza di ruang ganti itu juga terdapat 12 botol sampanye merek Moet & Chandon. Suasananya persis seperti tim yang baru merebut gelar juara. “Sampanye dan pizza tidak istimewa memang tapi tetap oke,” kata Ranieri. 

Baru seperempat perjalanan dari musim ini, memang. Tapi pesta ini layak juga digelar. Leicester --  klub yang musim lalu terjerembap dan hampir kembali lagi ke divisi Championship mendadak menjadi buah bibir.

Saat ini mereka anteng di posisi ke-5, mengangkangi klub-klub besar dengan modal uang besar pula seperti Chelsea, Liverpool, dan Tottenham Hotspur.

Tak pernah dibayangkan sebelumnya, bila Ranieri bisa mendongkrak tim ini hingga ke papan atas. Maklum, sebelum datang ke Leicester, Ranieri baru saja kehilangan pekerjaan dengan catatan yang memalukan.

Pekerjaannya sebagai manajer timnas Yunani berakhir dengan kegagalan. Tim yang pernah menjadi juara Piala Eropa 2004  itu tercoreng namanya karena mereka kalah  0-1, dari tim lemah Kepulauan Faroe.

Dengan kekalahan itu, total Ranieri hanya mencetak satu poin dari hasil draw. Selebihnya mereka kalah. Federasi sepak bola Yunani pun memecatnya. Setelah Ranieri pergi, ternyata tim Yunani tak juga beranjak membaik. Mereka akhirnya hanya berada di posisi juru kunci di Grup F.

Menangani Yunani adalah catatan terburuk yang pernah dialami Ranieri. Padahal sebelumnya, dia terkenal bertangan dingin. Di awal karirnya dia berhasil membawa Cagliari mendapatkan promosi ke Serie B. Lalu ketika menangani Fiorentina, dia berhasil mempersembahkan Coppa Italia pada musim 1995–96.

Paling fenomenal adalah saat menangani Valencia, yang berhasil merebut tiga gelar juara sekaligus, yakni UEFA Intertoto Cup: 1998,  Copa del Rey: 1998–99, dan Piala Super UEFA pada 2004.

Prestasi terakhir adalah di Monaco, yang berhasil membawa kembali klub itu bermain di Ligue 1. Pada musim  2012–13, dia berhasil membawa Monaco menjuarai Ligue 2.

***

Di Inggris, Claudio Ranieri bukanlah nama yang asing. Apalagi buat pers Inggris yang terkenal sinis. Dia sudah berada di Chelsea sebelum  Roman Abramovich datang. Prestasinya tak buruk, tapi juga tak istimewa. Salah satunya menjadi runner up Piala FA.

Namun yang paling banyak diingat oleh dari kiprahnya di Stamford Bridge adalah kesukaannya mengganti susunan pemain dalam setiap pertandingan. Tak hanya melakukan rotasi, dia juga senang mengganti strategi permainan. Gara-gara itu pula, dia pun mendapatkan julukan “Tinkerman”.

Ranieri ketiban rejeki ketika Roman Abramovich datang. Dia pun menghabiskan uang sebanyak 120 juta pound untuk membeli pemain yang diinginkan.

Meski finis sebagai runner up Liga Primer dan lolos ke Liga Champions, namun kebersamaannya di Chelsea hanya berumur satu musim. Dia kemudian digantikan oleh Jose Mourinho – yang baru saja sukses mengantar Porto menjadi juara Liga Champions. Dia pun berkelana di berbagai liga.

Ketika dia balik ke Liga Primer, pers Inggris menulis headline soal kembalinya Si Tinkerman. Banyak yang meragukan, bahkan juga mencemoohnya.

Nama-nama seperti Martin O’Neil dan Guus Hiddink lebih difavoritkan ketimbang Ranieri. Apalagi Leicester -- tim yang dipegangnya bukan klub besar yang kaya raya.

Di Leicester Ranieri malah mendapatkan pemain-pemain bagus. Tak hanya itu mereka juga mampu berlari kencang. Wes Morgan, Ritchie de Laet, Marc Albrighton, Jeffrey Schlupp, dan Jamie Vardy adalah pemain-pemain yang masuk dalam daftar sepuluh pelari cepat di Liga Primer.

Tak sulit bagi Ranieri untuk membentuk timnya itu. Dia pun punya cara unik. Di awal-awal musim berjalan, dia meminta para pemainnya untuk mendengarkan lagu Fire milik Kasabian – band Inggris.

"Saya minta para pemain untuk mendengarkan lagu ini. Seperti dalam lirik lagu itu, saya ingin para pemain menjadi prajurit untuk para pendukung klub ini,” katanya.  ““Dengarkan liriknya.”

Bukan hal yang baru memang. Pep Guardiola semasa di Barcelona terkenal sebagai pelatih yang selalu memutar lagu-lagu penyemangat bagi para pemainnya. Lagu Viva La Vida milik Coldplay berulang kali diputarnya. Lagu lainnya adalah  Without You  yang dinyanyikan Usher.

Sebaris lirik terbukti ampuh untuk para pemain Leicester. Di pertandingan pembuka mereka mampu unggul 4-2 melawan Sunderland.

Waktu berlalu, trik untuk mendongkrak semangat para pemainnya pun berubah. Pizza – penganan khas Italia, dijadikan hadiah bagi mereka jika berhasil meraih kemenangan tanpa kebobolan.

“Saya tanya apakah mereka mau makan pizza? Tidak sehat? Tidak itu karbohidrat. Bagus untuk otot-otot,” kata Ranieri. Pizza itu didatangkan ke ruang ganti.

Seperti cemoohan pers Inggris, Claudio Ranieri memang tinkerman sejati. Bedanya, bukan taktik dan strategi di lapangan, yang selalu diubahmya. Melainkan memutar cara menyemangati para pemainnya. 

Setelah pizza, sampanye, dan sebaris lirik, menarik ditunggu apa trik Ranieri selanjutnya. 

Ikuti tulisan menarik Irfan Budiman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan