x

IPDN. TEMPO/Nita Dian

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ini Tugas Pertama Lulusan IPDN Tempo Doeloe

Dulu, di zamannya, penempatan tak seenak sekarang. Ia begitu lulus, langsung di tempatkan di pelosok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Sekarang enak, lulusan IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) begitu lulus, bisa langsung ditempatkan di kota, bahkan di Jakarta," kata Amsarizal. 
 
Saya tak sengaja bertemu lalu kenal denganya. Saya bertemu dengannya saat di Makassar, akhir Januari 2015. Ketika itu, saya dapat undangan liputan dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri yang sedang punya hajat menggelar acara sosialiasi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Umum di ibukota provinsi Sulawesi Selatan tersebut. 
 
Hari itu sebenarnya waktu saya pulang kembali ke Jakarta. Tapi, karena penerbangan ke Jakarta masih agak lama, pagi hari saya diajak sarapan oleh Kepala Bagian Perundang-Undangan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum, Bahtiar. Ia mengajak saya ngopi sambil menikmati kue pancong khas Makassar.
"Mas harus coba kue pancong khas Makassar, ini beda dengan kue pancong di Jakarta," katanya.
 
Ternyata tempat ngopi sambil menikmati kue pancong letaknya tak jauh dari hotel tempat saya menginap. Hanya sepelemparan batu jaraknya. Ikut dengan Bahtiar, seorang lelaki paruh baya, tapi berbadan tegap. Dia, adalah Amsarizal salah seorang pejabat di  Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Makassar. 
 
Amsarizal, ternyata senior Bahtiar di IPDN. Ia lulusan angkatan kedua saat sekolah penghasil birokrat tersebut masih bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri. Bahtiar sendiri lulusan angkatan keempat. 
 
Di warung kopi itulah, sembari menikmati kue pancong yang nikmat, Amsarizal bercerita tentang awal mula dia jadi birokrat, selepas lulus dari IPDN. Kata Amsarizal, jadi lulusan IPDN sekarang sangat enak. Begitu lulus, bisa memilih di tempatkan di kota, atau bahkan di Jakarta.
 
Dulu, di zamannya, penempatan tak seenak sekarang. Ia begitu lulus, langsung di tempatkan di pelosok. Nyaris tak ada yang ditempatkan di kota. Kebanyakan di daerah terpencil yang minim fasilitas. Waktu itu pemerintah sedang punya program besar Inpres Desa Tertinggal. Nah, lulusan IPDN itulah yang jadi andalan untuk mensukseskan program tersebut. 
 
"Saya pertama ditempatkan di Kecamatan Donri Donri, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan," kata Amsarizal.
 
Dan, waktu ia pertama kali mulai bekerja, agak kaget. Tugas pertamanya adalah membuat amplop. Jadi, kata dia, bila kecamatan hendak membuat surat, ia yang mengerjakan semuanya, mulai dari membuat amplop, mengkonsep surat, hingga mengetik, bahkan mengirimnya. 
 
"Amplopnya saya buat dari kertas bekas. Saya masih ingat, ngetik surat pakai mesin tik yang kalau ditekan, suka loncat-loncat," kata dia. 
 
Dulu kata dia, di kecamatan tempatnya mulai bekerja, tak ada yang jual amplop jadi. Jadilah dia birokrat pembuat amplop. Bahkan saking seringnya membuat amplop dari kertas bekas, sampai ia mahir. 
 
"Sekarang saya sudah pintar bikin amplop. Malah kalau mau bisa jualan amplop kali ha.ha.ha," katanya sambil tergelak. 
 
Bahtiar ikut menambahkan. Kata dia, angkatannya juga masih terkena jatah ikut program Inpres Desa Tertinggal. Tugas membuat amplop, mengkonsep surat, mengetik dan mengirimkannya masih dialaminya. Bahkan kata Bahtiar lagi, ia juga kerap diminta menanam pohon, dan menyiraminya. 
 
"Yang nanam pohon, ya saya. Yang merawatnya ya saya. Saya masih ingat, nanam pohon dipinggir-pinggir jalan," katanya. 
 
Dan, yang masih diingatnya, ia kemudian jadi andalan camat kalau hendak membuat naskah pidato. Bahkan, acapkali kalau camat mau presentasi, dirinya yang sering mewakili. 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler