x

Iklan

TD Tempino

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memaknai Proklamasi Setelah 71 Tahun Merdeka

Kemudian timbul pertanyaan hanaya segitu najakah Indonesia emaknai Proklamasi kemerdekaan. Apakah hanya dengan mengibarkan bendera sudah cukup

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengibarkan Bendera Merah Putih di depan rumah nampaknya sudah menjadi kewajiban moral Rakyat Indonesia. Setiap memasuki Bulan Agustus seluruh nusantara dironai warna merah putih. Apakah itu di kantor, di apatemen,  di rumah gubuk kontrakan dan di jalan jalan umbul umbul merah putih berkibar meriah.

Kemudian timbul pertanyaan hanya segitu sajakah Indonesia memaknai Proklamasi kemerdekaan. Apakah hanya dengan mengibarkan bendera sudah cukup ? Tentu tidak. Kibaran bendera merah putih pada hakekatnya adalah simbol peringatan bahwa Indonesia telah merdeka sejaka 17 Agustus 1945,

71 tahun telah berlalu, apakah sudah semua rakyat 250 juta menikmati kemerdekaan. Menikmati dalam artian tidak dijajah secara geografis tentu jawaban kompak akan terdengar. Namun merdeka dalam bidang lain seperti keleuluasan ekonomi apakah kita telah merdeka se merdeka nya ?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Biarlah para tuan dan nyonya penguasa pemerintahan menjawab.  Presiden silih berganti dan rakyat yang itu itu saha yang berawal dalam kondisi perekonomian di kelas menegah bawah, sampai saat ini tidak ada perubahan bermakna.  kalaupun ada rakyat yang berhasil mengubah hidupnya lebih banyak karena mereka ber hijrah dengan kemauan dan kemamouan sendiri.

Kemiskinan struktural itu masih meruak di nusantara.  Disinilah seharusnya para penguasa nan silih berganti itu memikirkan dan kemudian bertindak bagaimana cara secara makro ekonomi dan mikro ekonomi mampu mengangkat saudara dhuafa itu dar jurang kemiskinan.

Mereka tetap mengibarkan bendera di depan rumah.  Memandang trenyuh sang merah putih dan kembali bertanya (entah kepada siapa) apakah makna kemerdekaan ini juga merupakan hak kami ?.  Entah apa yang terjadi di tengah kekayaan sumber alam, subur dan gemburnya tanah air,  kenapa kemiskinan itu masih melanda negeri.

Bisakah korupsi disalahkan, atau terorist di jadikan biang. Bolehkan kondisi ini di sebabkan salah urus, ataukah para elit itu sibuk dengan dirinya sendiri dalam membesarkan partai politik, Entahlah. sekali lagi entahlah.  Kemiskinan itu semakin mempurukan dhuafa ketika kebutuhan dasar sandang pangan dan papan semakin menjadi barang mewah.

Tidak usyahlah bicara dulu tentang pendidikan dan kesehatan,  Selama rakyat jelata masih berjuang mengisi kampong tengah (perut) maka dua kebutuhan itu jangan lagi ditawarkan kepada orang miskin.  Selaiknya pemerintah berkuasa berupaya meningkatkan harkat kehidupan rakyat miskin dengan menyediakan sandang, pangan dan papan yang murah  terjangkau.

Hanya itu saja yang diharapkan.  Tidak muluk muluk permintaan rakyat,  Mereka tidak peduli siapa Presiden Republik Indonesia, mereka tidak peduli siapa Gubernur , Bupati dan Camat termasuk Lurah.  Rakyat hanya bermimpi kemerdekaan sejati yang bermuara pada ketersediaan sandang pangan dan papan  menjadi hak mereka.

Ibarat penumpang gerbong kereta api, para penumpang tidak tahu siapa masinis, yang terpenting mereka selamat sampai di tujuan.  Demikianlah kini Pak Jokowi menjadidi masinis NKRI, apakah rakyat peduli dengan kerja kabinet ketika kehidupan mereka tetap tak beranjak dari garis kemiskinan.

MERDEKA

Salamsalaman

Ikuti tulisan menarik TD Tempino lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler