x

Mahasiswa baru mengikuti masa orientasi studi dan pengenalan kampus atau ospek di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, Banten, Kamis, 29 Agustus 2013. Ospek merupakan sebuah tradisi turun-terumun sebagai ajan

Iklan

misbahul munir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyoal Budaya 'Jahiliyyah' Perploncoan bagi Mahasiswa Baru

OSPEK selalu sarat dengan tindak pemaksaan, perploncoan, dan bahkan kekerasan di beberapa kasus, yang semua sangat jauh dari nilai pendidikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah melewati liburan panjang semester genap, kini para mahasiswa masuk kembali ke kampus masih-masing. Dan pada masa inilah mulai banyak mahasiswa baru berdatangan. Mereka berasal dari berbagai tempat. Bahkan tidak jarang yang berasal dari luar kota atau bahkan luar pulau. Tentu mereka datang bukan dengan tangan kosong, mereka datang dengan membawa sejuta impian dan juga harapan yang baik dan indah ketika menjadi mahasiswa di kampus impian.

Seperti yang jamak kita ketahui, bahwa setiap datangnya mahasiswa baru pasti selalu disambut dengan ritual yang bernama OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus). Kalau dilihat dari namanya, sepertinya kegiatan ini sangat bagus memang. Intinya untuk mengenalkan segala sesuatu seputar kampus kepada para mahasiswa baru. Namun kenyataannya jauh panggang dari pada api, kegiatan ini ternyata tak seindah namanya. OSPEK selalu sarat dengan aksi-aksi tindak pemaksaan, perploncoan dan bahkan ada beberapa kasus dengan aksi kekerasan. Dan itu semua sangat jauh dari nilai-nilai pendidikan, nilai yang menjadi pengharapan bagi setiap mahasiswa baru. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika menjadi mahasiswa baru pada tahun 2013 silam.

Ritual OSPEK ini tampak sudah menjadi budaya bagi seluruh kampus yang ada di negeri ini. Dan dalam tulisan ini saya menyebutkan sebagai budaya “jahiliyyah”. Maaf kalau istilah tersebut tampak tidak sopan, tapi setidaknya ini menjadi cara bagi saya untuk menyampaikan gagasan ketidak-setujuan saya pada kegiatan yang sarat akan perploncoan bagi mahasiswa baru tersebut.

Aksi perploncoan bagi mahasiswa baru bisa dengan mudah kita temui saat dimulainya tahun ajaran baru dikalangan perguruan tinggi. Narasi tersebut mengkonfirmsi bahwa aksi perploncoan tersebut tampaknya sudah menjadi budaya atau habitus. Meminjam bahasanya Pierre Bourdieu (1984), habitus merupakan praktik sosial yang direproduksi melalui interkasi dinamis antara aspek kognitif dan konteks struktur. Alhasil, interaksi ini kerap berulang dan termodifikasi sehingga menjadi kebiasaan yang terstuktur. Terbentuknya habitus perploncoan bagi mahasiswa baru ini menegaskan kepada kita bahwa aksi tersebut menyalahi aturan pada tatanan di pendidikan tinggi kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tindak perploncoan ini haruslah segera dihentikan. Jangan sampai budaya jahiliyyah ini terus dilaksanakan secara turun-temurun. Apalah jadinya pendidikan tinggi kita kalau proses belajar para mahasiswa baru dimulai dengan aksi perploncoan. Sebab aksi perploncoan ini acap-kali memaksa para mahasiswa baru untuk melakukan hal-hal yang tidak penting, bahkan tidak pantas untuk dilakukan oleh mahasiswa.

Biasanya mahasiswa baru disuruh, bahkan dipaksa, untuk menggunakan pakaian dengan asesoris yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Bahkan tidak sedikit yang bilang mirip seperti orang gila. Juga disuruh teriak-teriak tidak jelas dilapangan, katanya untuk menunjukkan aksi perlawanan. Perlawanan kepada siapa saya juga masih belum paham. Kalau perlawanan terhadap pemimpini yang dzalim di negeri ini saya setuju, tapi mengapa caranya harus dengan aksi perploncoan seperti itu. Dan juga para senior yang menjadi panitia OSPEK biasanya berperilaku semena-mena, membentak-bentak para mahasiswa baru sekehendak hati mereka. Sama sekali tidak mencerminkan sebagai peserta didik.

Saya sangat setuju dengan kebijakan “penyetopan” aksi perploncoan bagi para siswa-siswi baru dikalangan kementrian pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan. Sudah saatnya budaya jahiliyyah ini dihentikan. Semoga kementrian pendidikan tinggi juga bisa dengan tegas membuat kebijakan seperti itu. Sehingga pendidikan tinggi kita bisa menjadi lebih baik, tanpa adanya budaya jahiliyyah perploncoan bagi mahasiswa baru. Semoga!

 

Oleh Misbahul Munir

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ikuti tulisan menarik misbahul munir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler