x

Iklan

Ahmad Yusdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Siapa Tujuh Samurai Mafia Gula?

“Tujuh Samurai Mafia Gula”, mereka inilah penyebab rakyat Indonesia harus membeli gula dengan harga mahal demi memperkaya diri semata.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Foto: Pabrik Gula PT Jawamanis Rafinasi yang terletak di Jalan Raya Anyar KM 11, Ciwandan, Cilegon.

Tertangkapnya Ketua DPD RI Irman Gusman dalam Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) pada Jumat malam, 16 September 2016, sebagai bentuk prioritas KPK memberi perhatian khusus pada kedaulatan pangan negara ini, termasuk gula.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Irman Gusman sebagai tersangka kasus suap kuota impor gula oleh Bulog pada CV SB di Sumatera Barat pada 2016. Dalam penangkapan itu Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberi peringatan pada semua pihak agar tidak melakukan tindakan culas di sektor pangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sewaktu menjabat Menko Maritim, Rizal Ramli pernah mengungkapkan keberadaan “tujuh samurai mafia gula” yang melakukan tindakan culas di sektor pangan ini. Sistem kuota impor dinilai oleh Rizal sebagai celah subur tumbuhnya kartel gula.

Sistem kuota jelas sangat merugikan rakyat, karena yang menarik manfaatnya hanya pedagang atau kuota holder saja. Misal ketika harga gula sangat murah di luar negeri, rakyat Indonesia tak bisa menikmatinya, tetap harus membeli mahal gula dalam negeri. Ini semua karena ulah mafia yang hanya mementingkan perut gendutnya semata.

Tak hanya rakyat harus membeli gula dengan harga mahal, para mafia gula ini juga telah menyebabkan rakyat banyak merana dengan inflasi yang membubung tinggi. Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) mencatat, praktek mafia gula selama ini menyebabkan 1,4 juta petani tebu nasional terancam bangkrut massal.

Satu hal yang paling menarik, istilah “tujuh samurai” adalah istilah yang mengacu pada pengusaha besar yang mampu mengendalikan harga. mereka gampang sekali memainkan harga. Pemerintah bisa dibikin hanya sebatas cecunguk saja. Hanya dari kongkalikong atau kesepakatan para “samurai”, pemerintah bisa tak berdaya lantaran mereka mempraktikkan kartel.

Pertanyaannya, mengapa pemerintah sama sekali tak bisa membasmi mafia pangan ini?

Ada beberapa kesimpulan yang sudah lazim terlintas di benak orang banyak apabila membicarakan mafia. Pertama, mental korup pejabat. Sebab, oknum pejabat di dalam pemerintah itu sendiri ikut terlibat di dalam rantai praktik kartel dan jadi sahabat-karib mafia.

Kedua, mental bejat pengusaha sebagai strategi bertahan. Mereka menerapkan strategi tertentu agar membuat roda perusahaan tetap jalan di tengah situasi ekonomi yang buruk. Biasanya, kartel berupa persengkongkolan di antara pemain bisnis sejenis, entah itu kesepakatan mengatur harga, membatasi produksi, atau hal-hal yang bersifat memonopoli.

Ketiga, koordinasi antar-kementerian. Kita bisa liat soal kebijakan pangan yang tak pernah beres.

Keempat, kebijakan pemerintah yang buruk sehingga praktik kartel bisa terjadi dengan relatif mudah. Contoh kuota impor. Kartel itu ada karena pemerintah sendiri yang menciptakan lewat bagi-bagi kuota impor. (Faisal Basri, Kontan, 27/8/2015).

Di tahun 2013, Gerakan Indonesia Bersih (GIB) melaporkan PT. Jawamanis Rafinasi dan PT Duta Sugar Internasional (Wilmar Group) dan 6 perusahaan pabrik gula rafinasi lainnya ke KPK atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemilik pabrik gula rafinasi itu bersama-sama BUMN PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dugaan perbuatan melawan hukum itu dimotivasi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dengan merekayasa kebijakan impor 240 ribu ton gula mentah (raw sugar).

Selain ke-8 perusahaan itu, GIB juga melaporkan Menteri Perdagangan di masa itu, Wakil Menteri Perdagangan, Dirjen Perdagangan Negeri, Direktur Komersial dan Komoditi Luar Negeri, dan Direktur Utama PT. PPI. GIB mengindikasi ada yang tidak beres pada penunjukan PPI sebagai importir raw sugar itu.

Kasus berawal sekitar 9 Maret 2012 saat Wamendag Bayu Khrisnamurti mengumumkan Kemendag telah menunjuk PPI sebagai pelaksana tunggal importasi gula mentah. Dengan alasan, karena tidak tercapainya target produksi terutama untuk pasokan gula kristal putih di Indonesia Timur.

Karena PPI tidak memiliki pabrik gula, maka Kemendag memberikan kebebasan kepada PPI untuk menunjuk pabrik gula yang akan menggiling gula mentah. Akhirnya ditunjuklah dua perusahaan Grup Wilmar (PT Jawamanis Rafinasi dan PT Duta Sugar Int’l) dan 6 perusahaan pabrik gula rafinasi lainnya untuk menggiling gula mentah impor dari Australia.

Dari 240 ribu ton yang diimpor PPI pada 19 dan 20 April 2012, yang baru baru masuk saat itu 23 ribu ton. Rinciannya 19 April tiba di pelabuhan Merak sebanyak 3 ribu ton dan pada 20 April 2012 tiba di pelabuhan Cilacap sebanyak 20 ribu ton. Faktanya sekalipun gula mentah yang diimpor PPI belum tiba akan tetapi 8 pabrik gula rafinasi yang ditunjuk PPI telah menjual ribuan  ton dengan karung berlabel PPI.

Perbuatan melawan hukum tersebut patut diduga dimotivasi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Mengingat harga gula pada saat itu di pasaran mencapai Rp11.500/kg. Sementara pabrik gula rafinasi mengimpor dari Australia rata-rata seharga Rp 4.500/kg. Artinya terdapat selisih harga sebesar Rp6.900.

Penunjukan PPI sendiri sebagai importir raw sugar berpotensi merugikan keuangan negara Rp5,7 miliar, dihitung dari selisih bea masuk raw sugar dan gula kristal putih Rp240 per kilo. Kemudian tolling fee Rp 1.175 per kilo dikali Rp240 ribu kilogram setara Rp282 miliar. Harga raw sugar PPI sendiri US$635 per ton, ternyata harga itu lebih mahal 45 dollar AS per ton menurut harga pasar versi kantor berita AS, Blommberg. Sehingga ada selisih harga sekitar Rp97,2 miliar.

Sayang Rizal Ramli tidak menyebutkan siapa ke tujuh mafia yang ia maksud itu. Apakah yang ia maksud dengan “tujuh samurai mafia gula” itu salah satunya adalah Grup Wilmar? Wilmar International Ltd merupakan raksasa komoditas global milik keluarga Robert Kuok (Malaysia) dan Martua Sitorus (Indonesia). Kuok dikenal sebagai raja gula dan sawit Asia Tenggara. Pembangunan pabrik Jawamanis dan akuisisi Duta Sugar adalah bagian dari ekspansi bisnis gula Wilmar.

Rakyat Indonesia harus bahu membahu melakukan pembongkaran terhadap mafia impor gula putih ini. Praktek mafia adalah kejahatan kemanusiaan, dimana segelintir manusia karena didorong syahwat rakusnya ingin memperkaya diri semata harus menyengsarakan ratusan juta penduduk negeri ini.

Jika pemerintah dan aparat penegak hukum sudah tidak bisa dipercaya untuk membasmi para bandit ini, maka rakyat sendiri yang akan bergerak melakukan pemberantasan terhadap mafia impor gula ini.

Ikuti tulisan menarik Ahmad Yusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu