x

Iklan

Misbahul Ulum

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Macet dan Pendewasaan Diri

suber gambar: Okezone

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika berniat menjalankan rutinitas dan aktivitas di Jakarta, anda harus siap dengan bising, panas, padat, banjir, hingga kemacetan di sepanjang jalan. Jakarta memang bagaikan kota jompo yang berjalan dengan sangat lamban, tingkat stress tinggi, kriminalitas tinggi, namun juga miliki UMR yang lebih tinggi dibanding dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

Macet adalah bagian dari rutinitas Jakarta, ibarat kumbang dan kembang, Jakarta dan macet memiliki hubungan yang lebih mesra dan intim dibanding dengan hubungan antara kembang dan kumbang. Jakarta adalah macet dan macet adalah Jakarta, kurang lebihnya demikian. Sepertinya sudah menjadi semacam “kutukan” bahwa Jakarta ditakdirkan untuk menjadi kota yang super macet.

Sebagai bagian dari masyarakat Jakarta (meskipun pendatang), saya mulai terbiasa dengan suasana Jakarta yang menurut saya teramat kejam dan egois. Kejam karena kisah si miskin dan si kaya benar-benar nyata di depan mata, egois karena semua manusia hanya peduli dengan dirinya masing-masing. Jika tidak percaya, anda bisa lihat di setiap traffic light di Jakarta selalu dipenuhi dengan lalu-lalang kendaraan yang nyaris tak beraturan, demikian juga di berbagai perlintasan kereta apinya. Jakarta memang sungguh keterlaluan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, dari semua kekejaman Jakarta, khususnya kemacetan yang kadang membuat bad mood, Jakarta adalah tempat ujian bagi mereka yang ingin belajar sabar dan ngalah. Jika anda kuat menghadapi kekejaman Ibu Kota, saya yakin anda akan lebih mudah menghadapi kekejaman (Ibu tiri) kota kecil lainnya di Indonesia. Ibaratnya, Jakarta adalah inkubator untuk menempa mental penghuninya. Siapa yang sabar dan kuat, ia yang akan menang dan selamat. Tapi bagi siapa saja yang lengah dan tidak kuat, siap-siap untuk kalah dan “pulang kampung”.

Macet itu mendewasakan, dengan siap menghadapi kemcetan berarti kita telah bergerak menjadi orang yang dewasa, tidak cengeng, tidak egois, dan tidak mudah menyerah. Jakarta boleh saja macet, tapi fikiran manusia dewasa tak boleh macet. Jakarta boleh saja egois tapi pemenang sejati tak pernah menang sendiri. Maka, jika anda ingin dewasa, datanglah ke Jakarta.

Misbahul Ulum, Penulis Partikelir yang bercita-cita punya istri hafal al-Qur'an

Ikuti tulisan menarik Misbahul Ulum lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

9 jam lalu

Terpopuler