x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mencari Kejernihan di Tengah Kesimpangsiuran

Di antara puluhan konsep, manakah yang tepat untuk pemasaran produk saya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Beberapa konsep muncul dan menghilang dengan sangat cepat. Tak seorang pun membicarakan lagi keunggulan atau Six Sigma atau ekor panjang (long tail) atau teori game. Beberapa ide seperti “Pemasaran Hijau” (Green Marketing) menjadi tanda terima kasih sesaat terutama kepada Al Gore. Para pelaku pemasaran juga dipaksa untuk mengunyah apa yang disebut “emotional branding”, atau “BrandJam” atau pun “Brandscendence”.  

Berbagai konsep yang muncul silih berganti memang memusingkan para pelaku pemasaran. Mana yang paling tepat untuk perusahaan saya? Bahkan, dalam kacamata Jack Trout, semua riset yang dihasilkan melalui komputer dan internet bukannya membuat masalah menjadi jelas, melainkan semakin rumit. Pemasaran menjadi ilmu yang semakin kompleks tentang pengumpulan data, pemangkasan angka, segmentasi ceruk, dan sebagainya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Buku In Search of the Obvious, menurut penulisnya, Jack Trout, merupakan upaya untuk menjernihkan semua kesimpangsiuran akibat berbagai nasihat yang membingungkan itu. Trout ingin mengajak kita untuk kembali pada apa yang seharusnya kita cari dalam mengatasi masalah pemasaran apa pun. Intinya: mencari kejelasan. Dan, ide yang jelas harus meledak dalam pikiran. Untuk melawan banjir informasi, kata Trout, senjata paling ampuh yang kita miliki ialah akal sehat.

Trout mencoba mengidentifikasi beberapa sumber ketidakjelasan. Internet memungkinkan kita memperoleh infomasi dari mana saja. Yang jadi soal, kita tidak bisa menyerap apa saja yang menurut kita perlu kita ketahui. “Kita patut membuat prioritas,” kata Trout. “Bersihkan memori Anda dan isilah dengan hal-hal yang penting saja.” Trout mengutip pandangan Peter Drucker bahwa komputer mungkin lebih berbahaya daripada berguna karena mengarahkan para manajer untuk lebih berfokus ke dalam.

Sumber lainnya ialah orang-orang iklan. Kebanyakan pengiklan dan agen mereka, kata Trout, menciptakan iklan yag didesain untuk menghibur, bukan untuk menjual. Ia meluruskan kesalahan yang lazim dibuat orang-orang iklan, yakni menganggap bahwa membuat iklan yang disukai oleh konsumen merupakan hal yang penting. Padahal, iklan yang menjual seringkali bukan iklan yang menghibur. Itulah iklan yang menggambarkan merek, produk, dan manfaat produk tersebut.

Orang-orang pemasaran juga bisa menjadi sumber ketidakjelasan. Mereka, kata Trout, sering tidak menghargai apa yang seharusnya menjadi focus mereka. Trout memberikan banyak contoh mengenai ide buruk yang dihasilkan orang pemasaran. Misalnya, di McDonald’s seseorang berkata, “Hei, mari kita manfaatkan tren pizza dan menambahkan McPizza pada menu kita!” Tindakan ini mengabaikan persepsi konsumen bahwa restoran hamburger tidak tahu banyak tentang cara membuat pizza.

Pangkal soalnya, kata Trout, banyak orang pemasaran yang tidak memahami dengan jernih proses pemasaran: mengenai apa yang penting dan bagaimana mengevaluasi dan mengoperasikan fungsi-fungsi yang mereka pertanggungjawabkan. Trout mengingatkan bahwa dalam urutan prioritas manajemen puncak saat ini adalah keuangan, penjualan, produksi, manajemen, legal, dan karyawan. Dalam daftar itu tidak terdapat dua hal yang disebut oleh Drucker sebagai fungsi utama kegiatan bisnis, yakni pemasaran dan inovasi. Nasihat Drucker tersebut, menurut Trout, sebenarnya bisa membantu manajemen puncak dalam mengatasi kesukaran yang mereka hadapi.

Dalam upaya mencari kejelasan, Trout menawarkan dua strategi favoritnya. Strategi pertama ialah reposisi ulang persaingan. Subyek ini sudah dibahas oleh Trout bersama Al Ries dalam buku mereka, Positioning: The Battle for Your Mind. Strategi ini menyatakan bahwa untuk menancapkan ide atau produk ke pikiran, terlebih dahulu Anda harus menyingkirkan ide atau produk lama dari pikiran tersebut. Ia mencontohkan program Procter & Gamble yang paling efektif ketika meluncurkan pencuci mulut Scope. Procter & Gamble menggunakan dua kata untuk mereposisi Listerine: “Napas kesehatan.” Siapa yang ingin napasnya bau rumah sakit?

“Kami lebih baik daripada para pesaing,” bukanlah reposisi, Ini iklan perbandingan dan tidak begitu efektif dalam mereposisi persaingan. Dalam penilaian Trout, ada kesalahan psikologis dalam logikan pengiklan yang bisa dengan cepat dideteksi. Mereka menggunakan pesaing sebagai patokan untuk merek mereka sendiri, kemudian mengatakan kepada pembaca atau pemirsa betapa mereka jauh lebih baik. Namun, “Jika merek Anda sangat bagus, kenapa tidak menjadi yang terdepan?”

Strategi favorit kedua Trout ialah kepemimpinan sebagai pembeda yang efektif. Kepemimpinan merupakan cara paling efektif untuk membedakan satu merek. Alasannya, karena kepemimpinan merupakan cara paling langsung untuk membuktikan kemampuan dan pengalaman satu merek. Bukti kemampuan dan pengalaman itu merupakan jaminan yang dipertaruhkan untuk menjamin kinerja merek. Dengan adanya bukti kemampuan dan penglaman kepemimpinan, calon pelanggan mungkin akan percaya hamper apa saja yang Anda katakana tentang merek Anda.

Kepemimpinan merupakan platform sangat bagus yang bisa menjadi dasar untuk membuat cerita tentang bagaimana  Anda menjadi nomor satu. Jack Welch dikenal mempraktekkan prinsip ini dengan mengatakan, “Saya ingin usaha ini menjadi No.1 atau No. 2. Jika tidak, saya akan menjual usaha ini.” Seperti yang pernah dikatakan Trout dalam buku sebelumnya, “Lebih baik menjadi yang pertama daripada yang lebih baik.”

Sebagai sebuah konsep, kepemimpinan merupakan ide komunikasi yang sangat efektif. Kepemimpinan member tahu orang apa yang orang lain beli, yang membuat mereka merasa nyaman dalam keputusan pembelian mereka. Promosi dari mulut ke mulut menjadi motivator yang sangat hebat karena Anda sedang diberi tahu oleh orang lain mengapa mereka membeli suatu produk.

Setelah mengajarkan beberapa hukum pemasaran dalam bukunya yang lain, Trout dalam buku ini mengajarkan beberapa aturan dasar kejelasan. Pertama, hukum telinga. Berbeda dengan anggapan bahwa “satu gambar bernilai seribu kata”, Trout mengusulkan reorientasi total dari sudut pandang visual menjadi verbal. Sudut pandang verbal harus menjadi pendorong, sementara gambar memperkuat kata-kata. Kata-kata yang dicetak di majalah atau diucapkan di televisi harus membawa pesan penjualan.

Yang kedua adalah hukum devisi. Trout mengingatkan kembali Hukum Kekekalan kesepuluh yang tercantum dalam bukunya, The 22 Immutable Laws. Bunyinya: “Dengan berjalannya waktu, satu kategori akan terbagi dan menjadi dua atau lebih kategori.” Bagai amuba yang membelah diri dalam cawan petri, arena pemasaran bisa dipandang sebagai lautan kategori yang terus berkembang. Satu kategori mengawali dirinya sebagai entitas tunggal, komputer misalnya. Tapi, kategori ini lalu memecah diri menjadi segmen-segmen lain, seperti mainframe, computer mini, workstation, computer pribadi, laptop, notebook, dan seterusnya.

Hukum persepsi merupakan yang ketiga. Dalam dunia yang hiperkompetitif, kata Trout, ada sejumlah kesalahan besar yang paling lazim terjadi. Umpamanya saja, percaya bahwa kebenaran akan menang. Ketidakpahaman bahwa pemasaran adalah pertarungan persepsi telah menjadi batu sandungan bagi beribu-ribu pengusaha setiap tahun. Orang-orang pemasaran asyik melakukan riset dan “mendapatkan fakta-fakta”. Mereka menganalisis situasi untuk memastikan kebenaran itu memang berada di pihak mereka.

Banyak orang pemasaran melihat kesuksesan sebagai total atas banyak usaha kecil yang dilakukan dengan baik. Tapi menurut Trout, sejarah mengajarkan bahwa satu-satunya hal yang efektif dalam pemasaran adalah gebrakan tunggal yang berani. Dalam situasi tertentu, hanya ada satu gerakan yang akan memberikan hasil besar. Namun ia mengakui bahwa mencari momen seperti itu memang sulit.

Trout mencontohkan bagaimana cara Coca-Cola dengan Coke-nya dalam menghadapi serangan Pepsi yang membawa ide Generasi Pepsi. Dalam penilaian Trout, ide Coca-Cola tidak jelas: “Kami mempunyai rasa untuk Anda”, “Pilihan sejati”, “Catcth the wave”, “Merah, putih, dan Anda”. Yang tidak pernah disadari Coke adalah bahwa satu-satunya ide nyata yang mereka miliki adalah “Minuman yang sebenarnya”. Mereka seharusnya memakai ide ini untuk melawan ide “Generasi Pepsi”. Untuk mendapatkan ide ini, para manajer pemasaran harus mengetahui apa yang terjadi di pasaran. Mereka harus tahu apa yang efektif dan yang tidak efektif.

Hukum keempat ialah penggabungan dua perbedaan. Bunyinya: Dalam jangka panjang, setiap pasar akan menjadi tempat pacuan dua kuda. Saat ini, contohnya, Google memiliki 54% pangsa bisnis mesin pencari, Yahoo sekitar 20% dan Microsoft 13%. Jika Microsoft berhasil menggaet Yahoo, pangsa mereka melonjak menjadi 33% dan hanya ada dua kuda yang berpacu mengejar bisnis iklan online. Yang membuat rumit adalah fakta bahwa Google telah menjadi merek generik.

Hukum sumberdaya merupakan hukum kelima. Tanpa pendanaan memadai, ide yang jelas tidak akan mencapai keberhasilan. Trout menyarankan, jika ingin sukses hari ini, Anda harus mencari uang yang Anda butuhkan untuk memutar roda-roda pemasaran.

Untuk mewujudkan prinsip-prinsip pencarian kejelasan, Trout menemukan solusi yang tepat bagi berbagai permasalahan saat ini, seperti yang dihadapi GM, Coke, Wal-Mart, surat kabar, dan bisnis bir yang membingungkan. Masalah mendasarnya, pemasaran yang efektif bersifat kompleks sekaligus sangat sederhana; begitu sederhana sehingga para pemasar mengabaikan ide-ide yang sangat jelas dan efektif dalam usaha menjadi cerdik atau kreatif. Jika satu ide sudah jelas bagi Anda, ide tersebut juga akan jelas bagi para pelanggan Anda—yang menjadi alasan mengapa ide itu kreatif. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler