x

Iklan

ahmad fauzi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tenaga Kerja dan Upah dalam Islam

Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak di eksploitasi oleh manusia dan diolah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ilmu ekonomi merupakan ilmu tentang tingkah laku manusia, berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yang tidak dapat terlepas dari kebutuhan manusia mempertahankan hidup dan kehidupannya. Setiap hari manusia sebagai individu ataupun sebagai masyarakat mengelola sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam yang terbatas maupun sumber daya manusia sebagai makhluk yang berpikir, sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas. Manusia membutuhkan sandang pangan dan papan, ketiga hal tersebut sangat akrab dengan kehidupan manusia. (Sukarno wibowo, 2013: 5).

Dalam kesehariannya manusia sebagai makhluk ekonomi tidak terlepas dari tiga komponen penting yang saling berkaitan yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Namun terlepas dari itu dalam kegiatan produksi sebuah perusahaan seorang produsen masih memerlukan orang lain sebagai pekerja untuk melancarkan kegiatan produksinya. Maka dari itu disini penulis akan sedikit membahas bagaimana pandangan islam tentang tenaga kerja yang diperlukan dalam kegiatan produksi beserta upah dari hasil kerja tersebut.

Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak di eksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh atau tenaga kerja. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Oleh karena itu disamping adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja sungguh-sungguh agar mampu mengambil sumber alam tersebut untuk kepentingannya. Agama islam mendorong ummatnya bekerja dan memproduksi bahkan menjadikan sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, terlebih dari itu allah akan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal dan pekerjaanya.

Bekerja juga merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungnnya yang lebih manusiawi, melalui kerja manusia menjadi manusia, melalui kerja manusia menemukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri. (A.sonny keraf, 2002: 161).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam islam terdapat empat prinsip ketenagakerjaan untuk memuliakan hak-hak pekerja, antara lain :

Pertama, kemerdekaan.

            Sejak adanya Rasulullah SAW islam dengan tegas mendeklarasikan sikap anti perbudakan islam tidak mentolerir sistem perbudakan dengan alasan apapun terlebih lagi adanya praktik jual beli pekerja dan pengabaian hak-hak nya yang sangat tidak menghargai nilai kemanusiaan. Penghapusan perbudakan mengisyaratkan bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk merdeka dan berhak menentukan kehidupannya sendiri tanpa kendali dari orang lain penghormatan tersebut menunjukkan bahwa islam melarang keras adanya praktik jual beli tenaga kerja seperti halnya perbudakan.

Kedua, kemuliaan derajat

            Dalam ajaran islam menempatkkan setiap manusia dalam posisi yang sama, apapun jenis profesinya dan sebesar apapun kekayaanya. Hal itu disebabkan islam sangat mencintai umat yang gigih bekerja untuk memenuhi kehidupannya. Seperti hadist yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi: “Tidaklah seorang diantara kamu makan suatu makanan lebih baik dari pada memakan dari hasil keringatnya sendiri.”

            Hadits diatas menjelaskan bahwa islam sangat memuliakan nilai kemanusiaan setiap manusia terkhusus tenaga kerja. Selain itu islam juga melarang merendahkan orang lain dengan cara menilai dari pekerjaannya karena nasib setiap manusia berbeda dan telah diatur oleh Allah SWT.

Ketiga, keadilan.

            Dalam ketenagakerjaan islam tidak mengenal sistem kelas, dikarenakan ajaran islam menjamin setiap orang yang bekerja memiliki hak yang setara dengan orang lain termasuk atasan atau pimpinannya. Bahkan hal-hal kecil dan sepelepun islam mengajarkan ummatnya agar selalu menghrgai orang yang bekerja. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rsulullaah SAW. terhadap pembantunya beliau memperlakukannya dengan adil dan penuh penghormatan walaupun pembantu tersebut adalah seorang yahudi namun beliau tidak pernah memaksakan agama kepadanya.

 

 

Keempat, kelayakan upah

            Upah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwadu (ganti), upah atau imbalan. Konsep upah muncul dalam kontrak ijrah yaitu pemilikan jasa dari seorang yang dikontrak tenaganya oleh seseorang yang mengontrak tenaga. Ijrah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu yang disertai dengan kompensasi. Kompensasi atas imbalan tersebut disebut al-ujrah (upah). (Rahmat syafi’i, 2001:121).

            Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang memperkerjakan. Dalam masalah upah pekerja ini islam memberi pedoman kepada para pihak yang memperkerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi.

            Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah hadist nabi yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan upahnya terhadap apa yanag dikerjakan.”

            Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa seorang pekerja atau buruh berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan upah, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam islam. Selain ketepatan pengupahan, keadilan juga dapat dilihat dari proporsionalnya tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterima, dalam artian upah yang diberikan oleh seorang atasan terhadap pekerjanya harus sesuai dengan apa yang dikerjakannya.

            Dari pembahasan ini penulis mengambil kasus yang pernah dijadikan bahan observasi sebelumnya yaitu pada usaha mie lidi yang berada disekitar kampus tepatnya di mangli, pada penelitian tersebut yang berkaitan dengan pembahasan kali ini adalah sistem upahnya, juga karena disitu merupakan usaha yang bisa dikatakan sudah agak besar maka terdapat beberapa karyawan baik dalam pengolahan, penggorengan, pembungkusan, dan lain sebagainya. Disini yang menarik adalah usaha tersebut berawal dari kecil masih belum memerlukan karyawan ataupun tenaga kerja, adanya tenaga kerja tersebut setelah beberapa tahun berkembang dan karyawannya juga masih tetangga-tetangga penduduk sekitar usaha mie lidi tersebut, melihat kondisi dan situasi lingkungan yang kekurangan lahan pekerjaan disitulah seorang bpk. Yulik selaku produsen mie lidi di istana lidi itu menerima tenaga kerja. Dari sistem pengupahannya disitu borongan dalam artian upah tersebut sesuai dengan pekerjaan karyawan dan sudah disepakati sebelumnya, jadi ketika pekerja memulai kerjanya dari pagi hari maka di sore hari mereka sudah dapat menerima upahnya, dan dalam pengupahan ini tidak terdapat penundaan karena seorang produsen disitu juga mengerti status ekonomi karyawan yang masih tetangga sendiri yang sangat membutuhkan terhadap upah tersebut, juga dalam sistem pengupahan disini sesuai dengan proporsional pekerjaannya, artinya untuk karyawan dalam penggorengan dengan pembungkusan ataupun pengolahan disitu berbeda upahnya menyesuaikan dengan berat dan ringannya pekerjaan tersebut.

            Jadi dapat disimpulkan bahwasanya dalam islam hak-hak tenaga kerja dan upahnya disini sudah terealisasi seperti kasus diatas namun masih banyak diluar sana yang belum mengerti betul tentang etika dalam berbisnis yang masih menyepelekan karyawan atau tenaga kerja, masih sering menunggak upahnya, masih banyak kasus-kasus pelecehan tenaga kerja yang paling marak terjadi pada TKI yang bersusah payah mencari pekerjaan sampai ke negara-negara asing hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya, ini yang masih lemah di negara ini kurangnya lahan pekerjaan sehingga menyebabkan warganya terlantar sampai ke luar negeri, semoga saja kedepannya negara ini bisa menerapkan etika-etika dalam berbisnis dan juga hak-hak pekerja sesuai dengan ajaran islam agar para buruh dan tenaga kerja mendapatkan hak mereka dan bisa hidup dengan damai tentram tercukupi di negaranya sendiri.

 

REFERENSI

Keraf, sonny, A, 2002, Etika bisnis, Tuntutan dan relevansinya, Jakarta: Kanisius.

Sukarno, wibowo, 2013, Ekonomi mikro islam, Bandung: Pustaka setia.

Syafi’i, Rahmat, 2001, Fiqih muamalah, Bandung: Pustaka setia.

Ikuti tulisan menarik ahmad fauzi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu