x

Iklan

julkhaidar romadhon

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tantangan Swasembada Beras

Tahun 2018 diprediksi cuaca tidak bersahabat, basah dan banjir. Akankah taregt serapan tercapai, atau sama seperti dulu impor beras lagi ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tantangan Swasembada Beras

Panen raya padi pada tahun 2018, akan menghadapi tantangan berat. Menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian panen raya pada tahun ini akan dibarengi dengan musim hujan sehingga ada kekhawatiran dengan kualitas gabah yang dihasilkan. Untuk itu, menjadi tugas pemerintah mengantisipasinya sehingga gabah yang dihasilkan benar-benar berkualitas baik.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga sudah mendapatkan laporan adanya lahan padi yang terendam banjir di sejumlah daerah. Dia menyebutkan jumlahnya sangat kecil, sekitar 40 ribu hingga 100 ribu hektar dari total 15 juta hektar di seluruh Indonesia. Selain itu Mentan juga akan focus untuk menjaga harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) yang sebesar Rp 3.700 per kilogram.

Walaupun dia sendiri mendapatkan fakta di lapangan bahwa harga GKP masih berada di kisaran Rp 4.100 hingga Rp 4.500 per kilo gram jauh diatas HPP. Bahkan justru diawal panen harga GKP bahkan sampai menyentuh Rp 6.500 per kilogram. Bahkan Kementerian Pertanian menargetkan ada 2,2 juta ton beras atau setara dengan 4 juta ton gabah kering yang dapat terserap oleh Bulog hingga juni mendatang dari seluruh Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya pemerintah mendapatkan beras petani dengan kondisi harga beras yang sudah diatas HPP?

HPP merupakan  upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan stabilitas harga beras. Esensi dari penerapan HPP adalah insentif yang diberikan pemerintah kepada petani padi dengan cara memberikan jaminan harga diatas harga keseimbangan (price market clearing) terutama pada saat panen raya. HPP berfungsi sebagai jaring pengaman agar harga gabah petani tidak jatuh bebas dibawah harga yang telah dipatok oleh pemerintah. Bulog merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengamankannya sekaligus representasi jaminan pasar bagi gabah beras petani. Sehingga petani menjadi termotivasi dan tetap semangat untuk menanam padi karena ada jaminan harga dan pasar dari pemerintah.

Namun faktanya sekarang, justru HPP gabah beras pemerintah selalu dibawah harga jual gabah beras ditingkat petani. Sehingga pemerintah kesulitan untuk menyerap hasil panen petani sebagai cadangan beras pemerintah. Petani bebas menjual gabah berasnya ke pasaran umum, untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Pemerintah dalam hal ini Bulog Secara tidak langsung sebenarnya, sudah berhasil menjalankan tugas pengamanan HPP. Artinya, tidak ada lagi petani di negeri ini yang mengeluh bahwa harga gabah berasnya anjlok sehingga menyebabkan kesejahteraannya menurun.

Kenyataan di lapangan sebenarnya bertolak belakang. Menurut pengamat pertanian Dwi Andreas Sentosa, HPP merupakan instrument pemerintah terhadap perlindungan harga ditingkat usaha petani. Namun faktanya, HPP gabah sekarang masih bersandar pada Inpres No 5 Tahun 2015 sebesar Rp 3.700 dan sangat jauh tertinggal dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 4.199 per kilogram. Selain itu juga, HPP tersebut cuma naik 12% dari harga GKP tahun 2012 sangat jauh jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang sudah mencapai naik 28 persen.

Bahkan menurutnya, berdasarkan penelitian dan kajian dengan melibatkan 38 kabupaten, ternyata pada tahun 2018 biaya produksi justru meningkat menjadi Rp 4.286 per kilogram atau selisih lebih kurang Rp 600. Oleh karena itulah menurutnya pemerintah harus menaikkan HPP GKP paling minimal Rp 4.300 per kg.

Jika melihat fakta seperti ini, sebenarnya sudah lain ceritanya. Sangat mustahil secara akal sehat petani mau menjual gabah berasnya, jika biaya yang dikeluarkan berusaha tani tidak sebanding dengan harga jual. Sudah bisa dipastikan mereka menjual kepada pembeli di luar sana yang mampu memberikan harga beli yang lebih tinggi. Sehingga pada titik ini petani tidak bisa disalahkan karena itu adalah hak mereka. Begitu juga dengan pedagang tidak bisa disalahkan, karena perniagaannya dengan dasar kesepakatan dan tidak ada unsur pemaksaan kepada petani. 

Namun, jika kita melihat serta mengingat kebelakang akan banyaknya bantuan yang telah diberikan pemerintah selama ini terhadap petani, rasanya target serapan 2,2 juta ton beras pasti dapat tercapai. Perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap pertanian di negeri ini, seharusnya juga disadari oleh petani. Bantuan besar yang telah dilakukan pemerintah berpuluh-puluh tahun dampaknya sudah banyak mensejahterakan pelaku pertanian tanah air.

Bahkan menurut INDEF anggaran untuk kedaulatan pangan yang sudah digelontorkan pemerintahan Presiden Jokowi-JK melonjak 53,2 persen dari Rp 63,7 Triliun pada tahun 2014 hingga mencapai Rp 10,31 triliun pada APBN 2017. Bantuan tersebut menurut Kementan berupa sarana produksi seperti Dryer (pengering padi), Rice Milling Unit (unit penggilingan padi), traktor tangan, mesin pemanen padi, bantuan benih dan pupuk gratis hingga pendampingan serta penyuluhan. 

Maksimalkan Tim Sergap

Walaupun HPP dinaikkan oleh pemerintah untuk mengimbangi kenaikan harga gabah beras petani, dengan tujuan agar serapan Bulog bertambah pasti tidak akan berjalan maksimal. Pemerintah pasti saja akan terkendala untuk memenuhi gudang-gudangnya dengan beras yang hanya 8 persen saja dari produksi nasional. Mengapa? jawabannya karena HPP sudah bisa dipastikan, akan dijadikan patokan bagi pedagang sebagai dasar harga pembelian mereka.

Untuk memenangkan persaingan perebutan gabah beras dengan Bulog, sudah dapat dipastikan mereka akan membeli diatas HPP. Apalagi melihat karakteristik pasar beras di Indonesia yang bersifat terbuka. Dimana akan terjadi pergerakan keluar masuk barang di suatu daerah jika masih terdapat perbedaan marjin harga dan memeberikan keuntungan. Inilah gambaran atau potret sebenarnya karakterisitik dunia perberasan di tanah air yang tidak dapat kita pungkiri. Semua ini bisa dijadikan pelajaran berharga  yang harus kita petik untuk mengambil kebijakan antisipasi ke depan.

Untuk itulah, wajar jika banyak pakar mengingatkan bahwa jangan sampai dana bantuan besar yang telah digelontorkan sia-sia saja. Dengan arti kata lain, tidak tepat sasaran dan menguap begitu saja. Semuanya sangat beralasan, apalagi jika kita berdasarkan fakta bahwa petani di Indonesia terutama di Pulau Jawa, merupakan petani gurem dengan kepemilikan lahan yang sangat sempit 0,2-0,3 hektar. Tambah ironi lagi, bahkan hamper 50 persen petani terutama di Pulau Jawa sebagai andalan penyumbang produksi gabah beras tidak memiliki lahan.

Solusi yang dibawarkan Mentan untuk mengatasi sulitnya menyerap gabah beras petani dengan memaksimalkan Tim Serap Gabah Petani (Sergap) sangatlah tepat. Tim Sergap yang terdiri dari Kementan, TNI dan Bulog harus didorong agar mampu membentuk kelembagaan petani yang kuat. Kelembagaan petani inilah yang menjadi titik kunci mencapai keberhasilan swasembada pangan. Petani harus didorong agar bergabung dengan kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) bahkan koperasi petani. Dengan adanya wadah tersebut, tentu akan mempermudah pemerintah dalam memberikan bantuan, pendataan, penyuluhan hingga pemahaman berbangsa dan bernegara. 

Kelembagaan petani akan mempermudah pengawasan bantuan yang diberikan pemerintah. Pendataan bantuan sangat perlu dilakukan untuk bisa memastikan bahwa memang petanilah pihak yang berhak menerimanya. Selain itu dengan kelembagaan yang kuat, sosialisasi program, kebijakan baru ataupun informasi yang berkenaan dengan kemajuan pertanian dapat dengan mudah tersosialisasikan. Sehingga petani mendapatkan pemahaman dan informasi yang sama.

Namun yang terpenting adalah kelembagaan petani dapat dijadikan Tim Sergap sebagai forum pemahaman akan pentingnya meningkatkan rasa nasionalisme. Tim sergap harus mampu menggugah nurani petani agar mereka mau menjual atau menyisihkan 10 persen gabah beras mereka kepada pemerintah. Petani harus disadarkan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah sangat besar dan sudah semestinya mereka peduli terhadap kondisi cadangan beras pemerintah yang sudah menipis. Karena jika gudang-gudang milik Bulog tidak terisi, maka impor beras akan menjadi solusi terakhir dan pil pahit ini akan ikut ditelan juga oleh petani.

Cara-cara yang humanis diatas, dengan memberikan pemahaman menyeluruh tentang nasionalisme merupakan langkah yang sangat tepat dapat diambil Tim Sergap jika dibandingkan dengan bentuk pemaksaan dan pelarangan. Tim Sergap dituntut untuk lebih mendekatkan diri kepada stake holder terkait, mulai dari petani, penggilingan, pedagang hingga pengusaha. Bicara dari hati ke hati, merupakan langkah elegan untuk bisa menggugah nurani mereka agar lebih mengedepankan rasa nasionalisme serta pentingnya rasa tanggung jawab dan cinta tanah air.

Sebenarnya pemerintah bisa melakukan pemaksaan terhadap petani agar menyetor gabah berasnya kepada Bulog. Pemerintah juga bisa melakukan pelarangan kepada petani agar tidak menjual gabah berasnya selain ke Bulog. Sebenarnya hal tersebut sah saja dilakukan, jika mengingat banyaknya bantuan yang sudah digelontorkan kepada petani. Namun, langkah pemaksaan dan pelarangan tersebut rasanya kurang tepat dan tidak sejalan dengan era demokrasi sekarang dan sudah pasti akan menuai banyak polemik.

Oleh karena itulah, alangkah indah dan bijak jika semua pelaku perberasan tanah air memahami dan menyadari akan pentingnya mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentigan pribadi atau golongan. Bentuk konkretnya ialah dengan menyisihkan gabah beras mereka hanya 10 persen kepada pemerintah, demi untuk memenuhi cadangan beras pemerintah.

*) Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya

 

Ikuti tulisan menarik julkhaidar romadhon lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu