x

Sejumlah tokoh ulama mengumumkan rekomendasi Ijtimak Ulama IV.

Iklan

Hasan Aspahani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 8 Agustus 2019 18:10 WIB

Politik Ulama: Dari Ijtima ke Ijtima

Menilai apa arti ijtima ulama pertama hingga ke-4. Politik pratktis tanpa strategi yang ditimbang matang?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

IJTIMA Ulama pertama (Minggu, 29 Juli 2018) menghasilkan usulan dua nama cawapres yang direkomendasikan menjadi pendamping Prabowo Subianto, yaitu Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri dan Ustaz Abdul Somad. Ustaz Abdul Somad menolak. Prabowo pun tak memilih nama yang tersisa.

Ijtima Ulama II (Minggu, 16 September 2018) menghasilkan pernyataan tetap memberi dukungan kepada calon presiden Prabowo Subianto dengan "mahar" 17 butir komitmen yang dituangkan dalam sebuah Pakta Integritas.

Kedua jilid kesepakatan itu jelas ditujukan kepada Prabowo Subianto (dan partai-partai koalisinya) sebagai calon yang didukung oleh para ulama. Prabowo kalah. Lalu lahirlah Ijtima Ulama III (Rabu, 1 Mei 2019). Prabowo hadir dalam pertemuan di Sentul yang tak dihadiri oleh wakilnya Sandiaga Uno itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Isi dari Ijtimak Ulama III adalah pernyatan sikap atas hasil pilpres, antara lain para ulama itu menyimpulkan bahwa telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019, dan ajakan untuk melawan kecurangan itu pada butir-butir lain, termasuk mendesak KPU dan Bawaslu untuk memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan calon capres-cawapres yang menang.

Situasi politik berkembang sangat dinamis. Prabowo Subianto menemui rivalnya Joko Widodo. Ia juga berkunjung ke rumah Megawati Soekarno Putri untuk jamuan makan siang nasi goreng bikinan tuan rumah. Ulama protes, karena langkah rekonsiliasi capres yang mereka dukung tak dikonsultasikan dulu ke mereka. Mereka merasa ditinggalkan.

Lalu muncullah Ijtimak Ulama IV (Senin, 5 Agustus 2019). Isinya antara lain pernyataan penolakan atas kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.

Butir-butir lain terkait persoalan internal Ijtimak Ulama (usul pelembagaan dan kaderisasi), pernyataan seputar ideologi, dan hal-hal praktis seperti seruan kepada umat Islam untuk mengkonversi simpanan dalam bentuk logam mulia, atau kehendak membentuk tim investigasi mengusut kecurangan pemilu dan kematian petugas pemilu.

Ijtimak Ulama IV juga mencantumkan soal NKRI Syariah dalam butir rekomendasinya. Apa itu NKRI Syariah? Kalimat lengkapnya begini: Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan, dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci, di atas ayat konstitusi, agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

Di luar pernyataan itu ada penjelan lain yang sepertinya terkait dengan butir rekomendasi itu.

"Ijtimak Ulama bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat penerapan syariah, dan penegakan khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam," ujar Penanggung jawab Ijtimak Ulama IV Yusuf Muhammad Martak.

Jadi ke mana sebenarnya arah politik para ulama ini dari ijtimak ke ijtimak? Ada banyak hal bisa dibicarakan dari langkah-langkah perpolitikan para ulama kita ini. Yang pasti gerakan ini telah memberi warna para politik mutakhir di tanah air.

Menilik butir-butir rekomendasi ijtimak, boleh dikatakan para ulama kita ini bisa menjadi sangat pragmatis (meminta jaminan agar Habib Rizieq dipulangkan dari dibebaskan dari perkara hukum), bisa sangat praktis (mengusulkan nama cawapres), bisa juga sangat emosional (menolak hasil pemilu yang secara hukum sudah dinyatakan sah), bahkan bisa menyerempet makar (tak mengakui pemerintah yang terpilih).

Reaksi terhadap ulama pada umumnya bernada "meremehkan".

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshidiqie ijtimak itu adalah bentuk kemarahan yang terlalu berlebihan dan dipelihara. "Seharusnya sabar saja, orang marah dan kecewa ada di mana saja, tidak usah diambil hati apalagi dijadikan rujukan untuk bersikap sesuatu," ucap Jimly saat kepada Gatra.com, Rabu (7 Agustus 2019).

Bahkan dengan nada gurau Jimly menyarankan agar kemarahan itu didinginkan segera. "Orang memang mudah marah. Cukup ambil wudlu supaya dingin dengan sendirinya," katanya.

Siapa saja boleh ambil aksi politik. Siapa saja boleh memperjuangkan aspirasi politik dan ideologinya. Termasuk lewat pernyataan-penyataan yang diberi cap apapun, juga ijtimak. Khusus untuk para ulama, mungkin perlu diberi saran agar dalam langkah berikutnya hendaknya mempertimbangkan benar strategi dan taktik yang diambil. Jangan sampai hanya menjadi tukang dorong bagi politisi di satu ajang kontestasi sesaat, dan kemudian lekas dilupakan setelahnya.

Pernyataan Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212 (salah satu unsur penggerak Ijtimak Ulama), Novel Bamukmin bahwa dia kapok mengajak politisi (tapi akan tetap berpolitik) dalam gerakan mereka mungkin menandakan bahwa gerakan ulama ini sudah belajar banyak dari ijtimak ke ijtimak.

Ikuti tulisan menarik Hasan Aspahani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler