x

Iklan

dedy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Agustus 2019

Kamis, 8 Agustus 2019 20:41 WIB

SD Pelita Mutiara Konsisten Terapkan Literasi

Salah satu penyebab rendahnya literasi di Indonesia antara lain dikarenakan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaat budaya literasi. Bahkan sejumlah orang masih belum mengerti makna literasi. Upaya Sekolah Parulian untuk memecah kebuntuan tersebut patut diapresiasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa orang tua murid ikut menemani anak-anaknya membaca di selasar Sekolah Dasar Pelita Mutiara, Simalingkar, Medan, Rabu (7/8). Mereka mendukung gerakan membaca senyap 15 menit sebelum mengawali pembelajaran.

Salah satu orangtua murid bernama Bangun (35) mengatakan, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang membiasakan murid membaca efektif mengubah perilaku anaknya. Gerakan membaca tersebut, kata dia, ampuh untuk membangun kecerdasan dan moral anak. Ia memuji keseriusan dan kreativitas Sekolah Parulian dalam menerapkan GLS.

"Saya lihat Parulian telah mampu melatih siswanya lebih literate. Anak didik mereka mulai cerdas menggunakan informasi untuk menghasilkan produk-produk inovatif. Ini tentu berguna bagi kehidupan anak-anak kami di masa mendatang,” pujinya.

Apa yang dikerjakan Parulian menjawab persoalan bangsa kita. Sebagaimana dilansir UNESCO bahwa tingkat literasi kini terendah di dunia. Dari 61 negara yang disurvey, Indonesia berada di rangking 60. Bahkan yang paling memprihatinkan, dari 1000 orang anak hanya seorang yang punya minat baca. Begitu juga rilis dari Programme for International Student Assessment (PISA). Rilis PISA menyebutkan, pada 2012 budaya literasi di Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera yang disurvei.

Bertahun kemudian, kondisi literasi kita tak membaik signifikan. Faktanya berdasarkan laporan berjudul "Skills Matter" yang dirilis OECD pada 2016, berdasarkan tes PIAAC, tingkat literasi orang dewasa Indonesia masih berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini.

Salah satu penyebab rendahnya literasi di Indonesia antara lain dikarenakan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaat budaya literasi. Bahkan sejumlah orang masih belum mengerti makna literasi. Upaya Sekolah Parulian untuk memecah kebuntuan tersebut patut diapresiasi.

Program literasi yang konsisten dikerjakan SD Pelita Mutiara layak untuk dikloning. GLS di sekolah ini bisa berjalan dengan baik berkat dukungan penuh Kepala Sekolah dan guru-guru. Kepala Sekolah menelurkan kebijakan yang mendukung penuh gerakan literasi. Dengan kebijakan itu, guru-guru dan seluruh elemen sekolah turut terlibat untuk berpartisipasi. “Setiap pagi, sebelum masuk ke dalam kelas kami wajibkan baca 15 menit. Setelah 15 menit, masing-masing guru meminta satu dua anak didik untuk bercerita di hadapan kawan-kawannya. Menceritakan isi buku yang baru dibacanya,” ungkap Kepala Sekolah Lenta Br Karo-karo.

Selain menerapkan program baca 15 menit, sekolah ini juga menerapkan kegiatan meresensi buku dua kali seminggu yakni pada Selasa dan Kamis. Sekolah menyediakan buku-buku untuk dibaca dan diresensi. "Kami juga menyediakan buku tulis khusus untuk dipakai anak didik menuangkan hasil resensinya. Anak-anak kami minta meresensi buku, 30 menit sebelum pulang sekolah,” imbuhnya.

Tak hanya itu, setiap Jumat, SD ini juga menggelar pogram menulis cerita pendek. Durasinya satu jam. Anak-anak diajak menulis cerita apa saja yang bisa mereka hasilkan, sepasti pengalaman mereka di rumah, hayalannya, cerita jalan-jalan atau pengalaman di sekolah dan apa saja.

Kebijakan lainnya, sekolah mengajak orangtua siswa untuk turut menyumbang buku-buku bacaan untuk memperkaya bacaan anak didik. “Kami sadari, kami terus berjuang membiasakan anak-anak kami agar mencintai buku, agar berminat membaca. Tidak mudah memang, tapi kami terus berusaha. Literasi ini harus kami perjuangkan," terangnya.

Yang menarik, SD Pelita Mutiara juga telah berhasil mengintegrasikan literasi ke dalam pembelajaran di kelas. Dengan pengintegrasian itu, perubahan mulai terasa di sekolah. Kalau dulu anak-anak disuruh membaca, mereka malas, sekarang minat membaca anak begitu besar. Dan para guru menjadi teladan bagi anak dalam membaca.

Hana Purba, siswi kelas 4 mengaku berkat program literasi, minat membacanya meningkat. Tak cuma menjadi gemar membaca, rasa percaya dirinya juga perlahan tumbuh. Awalnya, Hana adalah siswa yang pendiam dan pemalu, akan tetapi melalui program literasi sekolah yang memberinya kesempatan untjk bercerita, ia pun mendapatkan kesempatan tampil di depan teman-temannya. Kebiasaan membaca dan bercerita di depan teman-teman telah menumbuhkan rasa percaya dirinya. "Saya sekarang lebih berani bicara, Pak, karena setiap pagi kami membaca dan berbagi cerita sama teman-teman," urainya. (*)

Ikuti tulisan menarik dedy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler