x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 29 Agustus 2019 20:23 WIB

Ibukota Pindah, Elite Makin Tidak Terjangkau

Di ibukota baru, para elite politik akan merasa nyaman dan tidak terganggu oleh kegaduhan di jalanan. Artinya, interaksi antar elite politik menjadi semakin sukar untuk dipantau. Begitu pula, interaksi politik dan bisnis akan semakin sukar dipantau oleh khalayak, khususnya masyarakat sipil, karena ‘terasing’ dari keramaian. Para elite akan semakin sukar dijangkau oleh rakyat kebanyakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di manapun juga, ibukota negara itu tidak ubahnya gula-gula. Semut akan mengerumuninya walaupun semula berada di tempat yang jauh. Penciuman yang tajam membuat semut-semut segera mengenali adanya rasa manis di satu tempat dan menuntun mereka untuk sama-sama mendatangi tempat penuh rasa manis itu.

Di dunia manusia, situasinya tidak jauh berbeda. Banyak orang, terutama yang memiliki kepentingan penting bisnis dan politik khususnya, akan berusaha mendatangi ibukota baru, bahkan sebelum pusat pengambilan keputusan itu dibangun. Jakarta mungkin akan jadi seperti New York dan Amsterdam, sementara ibukota baru akan berkembang jadi seperti Washington, D.C. dan Den Haag. Jakarta boleh saja tetap hiruk pikuk sebagai pusat bisnis dan hiburan, tapi pusat pengambilan keputusan sudah beralih ke tempat yang baru.

Sebagai ibukota negara, institusi-institusi penting akan terkumpul di sana: Istana Presiden dan Wakil Presiden, Gedung MPR, DPR, dan DPD, Mabes Polri, Mabes TNI, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Mahkamah Konstitusi, kantor-kantor kementerian, dan lembaga penting lainnya. Belum lagi kantor-kantor diplomatik yang menjadi perwakilan negara lain maupun perwakilan badan-badan dunia. Warga negara yang tinggal di ibukota baru bakal dominan aparat sipil negara, yang memang berkewajiban menopang jalannya pemerintahan pusat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perusahaan-perusahaan besar mungkin saja tidak akan memboyong kantor pusat dan seluruh penghuninya ke ibukota baru, tapi kehadiran kantor perwakilan yang strategis akan menjadi prioritas mereka. Perusahaan akan menempatkan komunikator yang jago melobi para pengambil keputusan, baik di pemerintahan maupun di parlemen. Maknanya, penghuni ibukota negara yang baru ini terutama hasil seleksi alam.

Di ibukota baru itu, yang relatif terisolasi dari banyak warganya dibandingkan dengan di Jakarta, para elite akan lebih mudah bertemu tanpa dibuat repot oleh kehadiran jurnalis yang menunggu di manapun mereka berada. Di Jakarta, para jurnalis yang sangat banyak jumlahnya sudah terbiasa membuka telinga dan mata lebar-lebar untuk menangkap gosip politik-bisnis terbaru. Di ibukota baru, para jurnalis dan editor harus memikirkan bagaimana melakukan hal itu mengingat keterbatasan sumber daya mereka.

Di Jakarta, di mana kantor-kantor media menampung sebagian besar jurnalisnya, lazimnya kantor media mampu menempatkan seorang jurnalis untuk memantau lalu-lalang informasi di satu atau dua kantor pemerintah yang berdekatan lokasinya. Di ibukota baru, pendekatan kerja seperti itu mungkin akan jadi kemewahan. Media harus menghitung benar berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk membiayai kantor perwakilan utama di ibukota baru. Memboyong seluruh kekuatan awak media ke ibukota baru agaknya bukan pilihan. Tentu saja, situasi baru ini menjadi tantangan tersendiri bagi media dan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka melayani kepentingan masyarakat luas.

Unsur-unsur masyarakat sipil, seperti lembaga swadaya masyarakat, mungkin juga tidak akan memindahkan seluruh timnya ke ibukota baru. Akan lebih efisien bagi LSM untuk menempatkan wakilnya saja, meskipun mungkin ada yang siap untuk membawa seluruh timnya. Dengan jumlah sumber daya yang lebih terbatas di ibukota baru, LSM menghadapi tantangan yang lebih besar untuk mengikuti perkembangan yang terjadi.  Mata dan telinga mereka akan sukar memantau banyak hal yang penting. Sinergi antar-LSM tampaknya harus menemukan formatnya yang baru.

Di Jakarta, masyarakat sipil masih mampu megawasi sepak terjang para petinggi negara, walaupun tidak mudah dan tidak selalu berhasil. Tantangan bagi masyarakat sipil akan semakin berat bila ibukota negara pindah. Mungkin bukan pilihan yang tepat bila mereka harus memboyong banyak orang, karena secara logistik itu cenderung memberatkan.

Di ibukota negara yang baru, rakyat tidak akan jadi pengganggu yang mengkhawatirkan. Kultur masyarakat setempat akan jauh lebih homogen dibandingkan dengan Jakarta yang membuat metropolitan ini begitu dinamis, termasuk dalam isu-isu politik. Dapat dibayangkan, pusat-pusat pengambilan keputusan di ibukota baru ini akan terbebas dari gangguan seperti demonstrasi. Di Jakarta, demonstrasi bisa dilakukan oleh siapa saja dan yang didemo bisa siapa saja. Dengan dominan penghuni ibu kota baru para aparat sipil, Istana Presiden, gedung DPR/DPD, maupun kantor institusi lain akan sepi dari demonstrasi.

Demonstrasi tidak selalu buruk, sebab para pengambil keputusan dapat mendengar langsung aspirasi sebagian masyarakat. Tatkala saluran-saluran formal macet, turun ke jalan merupakan pilihan yang wajar bagi warga masyarakat lantaran inilah tempat yang masih memungkinkan mereka menyuarakan pikiran.

Di ibukota baru, para elite politik akan merasa nyaman dan tidak terganggu oleh kegaduhan di jalanan. Artinya, interaksi antar elite politik menjadi semakin sukar untuk dipantau. Begitu pula, interaksi politik dan bisnis akan semakin sukar dipantau oleh khalayak, khususnya masyarakat sipil, karena ‘terasing’ dari keramaian. Para elite akan semakin sukar dijangkau oleh rakyat kebanyakan. Mereka mungkin akan terisolasi dari rakyat umumnya dan asyik dengan sejawatnya sendiri. Ada pandangan umum bahwa ibukota yang jauh dari keramaian masyarakat akan cenderung mengurangi akuntabilitas. Inilah sisi lain yang layak diperhatikan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu