x

Kota Jayapura,Papua rusuh. Sumber: Tempo.co

Iklan

Samsul Bahri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2019

Sabtu, 31 Agustus 2019 11:12 WIB

Presiden Jokowi Harus Menyadari, Masalah Papua Ada di Jakarta

Gejolak Papua akan selalu menjadi masalah bagi setiap era Pemerintahan RI, karena akar persoalan sesungguhnya ada di Jakarta, yaitu kekuasaan politik oportunis mencederai tujuan berbangsa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gejolak di Papua kian panas dan liar, Pemerintah tampaknya belum memiliki solusi komprehensif mengatasi persoalan Papua. Peristiwa yang diawali ketika mahasiswa dari Papua merasa dipersekusi rasial di Surabaya, Malang, dan Semarang, telah memicu pecahnya demonstrasi dan kerusuahan masa di kota-kota di  Papua Barat.  

Saat ini, kita semakin sulit memperoleh informasi dan fakta sesunguhnya yang terjadi di Papua. Berbagai berita resmi pemerintah, berita media arus utama, berita media sosial, serta opini berbagai pihak, berseliuran dan campur aduk tak karuan. Ditambah lagi, Pemerintah dan pihak lainnya menuduh ada golongan memanfaatkan gejolak Papua untuk adu domba. Semakin membingungkan, siapa yang menunggangi siapa?

Terlepas dari bagaimana fakta kejadinnya sesungguhnya, dihubungkan dengan berbagai rangkaian peristiwa terbunuhnya beberapa anggota TNI dan Polri oleh gerakan separatis di Papua akhir akhir ini, mengingatkan kita bahwa ada persoalan bangsa ini tentang Papua  yang belum selesai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekilas balik sejarah, persoalan Papua sudah ada sejak Republiki ini lahir di tahun 1945, Konferensi Meja Bundar 1949 manyatakan penyerahan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahan Belanda kepada Indonesia kecuali Irian Barat (kini Papua). Sejak itu masing-masing negara saling mengklaim Papua sebagai wilayahnya. Belanda merencanakan mengembangkan Papua seperti Inggris menggarap Australia. 

Pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat, Belanda tidak mengakuinya. Perang tak dapat dihindari,  tanggal 19 Desember 1961, Soekarno mencanangkan operasi Pembebasan Irian Barat dengan sandi operasi Trikora.

Amerika Serikat yang mekhawatirkan perang perebutan Papua melemahkan aliansinya melawan komunis, mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia, maka tercapailah New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menyepakati  Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) untuk kemudian akan menyerahkannya kepada Indonesia. Dengan bantuan PBB, diberi kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui penentuan pendapat rakyat (Pepera) pada tahun 1969, disaksikan PBB. Hasilnya, Papua bergabung dengan Indonesia. Organisasi Papua Merdeka, tidak terima. Sejak itu komflik tak pernah padam di Papua, hingga hari ini.

Berbagai pendekatan telah dilakukan Pemerintah untuk meredam konflik di Papua. Pada era rezim Soeharto, pendekatan militer lebih diutamakan. Pada pemerintahan Gus Dur, pendekatan kemanusiaan dengan memberikan kebebasan berekspresi pada masyarakat Papua dan pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Otsus Papua) Tahun 2001. 

Dari berbagai cara yang telah dilakukan Pemerintah, tampaknya tidak pernah mampu mengatasi persoalan Papua secara utuh dan permanen. Sepanjang masa, secara sporadis timbul gejolak, meskipun sesaat kelihatan padam, tetapi tetap menyimpan bara yang kemudian menjadi api konflik. Lalu menjadi timbul pertanyaan, dimanakah akar masalahnya?

Dari berbagai kegagalan yang dilakukan Pemerintah, karena cara pandang berbeda, cenderung menganggap bahwa persoalannya pada masyarakat Papua. Akan tetapi bila kita kaji lebih mendalam,  sesungguhnya persoalanya bukan di masyarakat Papua, tetapi masalahnya di tata kelola pemerintahan Republik ini, yakni memaknai hakekat tujuan berbangsa.

Sebagaiman digariskan dalam konstitusi kita, tujuan kita berbangsa adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini, hingga hari ini, masih jauh dari harapan, bukan hanya bagi masyarakat Papua  tapi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejak  Papua berintegrasi dengan Indonesia tahun 1969, Pemerintahan selalu dikuasai rezim oportunis dimana politisi busuk berkolaborasi dengan pengusaha licik menghisap kekayaan alam dan menguasai  seluruh rakyat Indonesia, termasuk Papua yang kaya. Wabah korupsi  dari era Soeharto hingga hari ini tidak bisa dihentikan adalah salah satu bukti wujudnya. Efek dari penyakit korupsi ini menjalar ke pembusukan-pembusukan sendi-sendi kehidupan berbangsa.

Akibatnya timbul ketidak percayaan rakyat kepada rezim Pemerintah, siapapun rezimnya, untuk mengantarkan ke tujuan berbangsa. Meskipun penderitaan akibat korupsi ini bukan hanya Rakyat Papua, tetapi karena sejarahnya, sebagian masyarakat Papua mempertanyakan apa maknanya menyatu dalam NKRI.  Kesadaran inilah mempersubur separatisme, bukan hanya di Papua, termasuk Aceh dan radikalisme agama.

Seiring dengan kemajuan kesadaran berpikir masyarakat Papua, maka semakin banyak tokoh-tokoh pergerakan Papua Merdeka dengan mudah memanfaatkan isu sentiman kedaerahan untuk menggalang kekuatan melawan integrasi. Faktanya, tokoh-tokoh ini berhasil mendapatkan perhatian dalam diplomasi internasional. Bila gerakan diplomasi internasional semakin kuat dan bersenergi dengan gerakan bersenjata di pegunungan Papua, maka konflik di Papua akan semakin mengancam NKRI. Tampaknya arah menuju kesitu semakin jelas.

Pemerintahan Presiden Jokowi lima tahun kedepan hendaknya serius menyadari akar masalahnya bukan di Papua, melainkan di tata kelola Pemerintahan itu sendiri. Bara api kecil konflik Papua yang tampaknya sporadis muncul, bila tidak di padamkan diakarnya, pada saatnya akan berkobar menyala, mungkin tidak di era pemerintahan Jokowi.  

Ikuti tulisan menarik Samsul Bahri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB