x

Gua Laut Hukurila ikon wisata selam Ambon. Foto: @virgiliavenessa

Iklan

Yopi Ilhamsyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2019

Sabtu, 7 September 2019 23:10 WIB

Bagaimana kondisi terumbu karang di musim kemarau?

Artikel ini menyajikan bagaimana memonitor status terumbu karang menggunakan layanan yang disediakan NOAA

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Laporan climate outlook yang dikeluarkan oleh Badan Kelautan dan Atmosfer Amerika (NOAA) mengungkapkan bahwa Juni 2019 tercatat sebagai suhu darat dan laut terpanas di Bumi dalam rentang periode 1880 hingga 2019 dengan anomali 1,34 derajat Celcius di atas normal. Kondisi ini bahkan lebih tinggi dibanding Juni 2015 saat periode El Niño kuat. Suhu muka laut global menyentuh 0,81 derajat Celcius di atas rata-rata anomali dan menempati peringkat kedua sebagai Juni terpanas sejak 1880.

H.Bâki Iz dalam jurnal Geodesy and Geodynamics yang diterbitkan pada November 2018 menemukan bahwa kenaikan suhu laut semakin cepat dengan rata-rata anomali 0,67 derajat Celcius selama 1850-2015 seiring naiknya konsentrasi CO2 dan diproyeksikan akan meningkat sekitar 0,72⁰C pada abad berikutnya. Nature juga melaporkan percepatan frekuensi panas lautan ekstrem dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini dikarenakan pemanasan global yang berdampak terhadap pemutihan karang di seluruh dunia selama 2015-2016.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas untuk menyimpulkan bahwa kondisi lautan sedang berubah yang mempengaruhi respons keanekaragaman hayati laut termasuk terumbu karang. Oleh karenanya, Coral Triangle Tropik berada dalam ancaman. Ketika musim kemarau masih berlangsung disertai kehadiran El Niño moderat pada Juli-Agustus 2019, pemantauan status terumbu karang di kawasan Coral Triangle menjadi penting.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Layanan NOAA

Coral Triangle yang terdiri dari Indo-Malaya, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon merupakan rumah bagi megadiversity spesies karang dan ikan. Produktivitasnya adalah yang tertinggi. Di samping penyuplai makanan laut, wilayah ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dari pariwisata. Setelah kejadian pemutihan, sumber daya laut menurun, berdampak terancamnya ketahanan pangan kita serta hilangnya mata pencaharian penduduk.

Untuk mengatur strategi yang tepat, NOAA menyediakan pemantauan dan prediksi pemutihan terumbu karang secara real-time berbasis satelit yang dapat di akses pada laman https://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/index.php.

Di halaman utama, kita bisa menemukan produk harian suhu muka laut terkini. Daerah tropis terletak antara 23,5 derajat lintang utara dan 23,5 derajat lintang selatan. Karena radiasi matahari yang intens, suhu muka laut di wilayah ini lebih tinggi berkisar antara 27 hingga 32 derajat Celcius. Sebagian besar terumbu karang dunia berada di wilayah ini.

Saat berlangsungnya perubahan iklim, suhu muka laut di daerah tropis akan lebih hangat dan berdampak pada pemutihan terumbu karang. Di bagian kanan peta, kita bisa menemukan informasi CO2, yang menunjukkan peningkatan konsentrasi, dilambangkan dengan panah ke atas dengan nilai mencapai 410 ppm.

Di bagian bawah peta, produk-produk seperti Alert, DHW, HotSpot, SST (‘Coral Temp’), Anomaly, SST Trend dan Virtual Stations tersedia. Di sebelah kiri peta utama, laman ini menyediakan berbagai resolusi produk yang terdiri dari 50 kilometer (km) dan 5 km serta prediksi musiman penting tentang status karang yang dapat di lihat dalam menu Outlook. Laman ini juga memberikan laporan pemutihan karang di seluruh dunia saat El Niño parah terakhir (2014-2017) serta kondisi dan prediksi saat ini.

Mari kita mulai dari menu SST (‘Coral Temp’), di sini kita menemukan resolusi spasial 5 km suhu muka laut harian dunia. Jika kita ingin mengamati kawasan Coral Triangle, kita dapat mengklik Regional image Coral Triangle. Perubahan suhu permukaan selama 30 dan 90 hari ditampilkan melalui sub-menu animasi di sisi kiri. Untuk mengetahui apakah suhu laut telah berubah dari kondisi normal, informasi tersebut dapat ditemukan di menu Anomaly di halaman utama. Kita menemukan pada pertengahan Agustus 2019, suhu lebih dingin di bagian selatan Indonesia dan lebih hangat di utara, berdampak pada potensi pemutihan terumbu karang di Pulau Weh, Sabang Aceh, Bunaken, Sulawesi Utara, Raja Ampat Papua. Jika kita ingin mengetahui tren suhu muka laut selama tujuh hari terakhir, informasinya disediakan dalam menu SST Trend. Jika suhu muka laut tetap hangat, ini berarti terumbu karang dalam bahaya.

Status siaga 

Informasi penting diberikan di menu Alerts di mana kita dapat memantau area pemutihan selama tujuh hari ke depan. Di musim kemarau, status Watch teridenfitikasi di Sumatera bagian utara, membentang ke barat. Sementara itu, di bagian timur Indonesia, tidak ada indikasi stres panas. Kita bersyukur meski mengalami kekeringan hebat akibat El Niño, indikasi pemutihan karang di kawasan Coral Triangle tidak terdeteksi. NOAA juga melayani prediksi pemutihan karang di masa mendatang di menu Outlook di sisi kiri. Prediksi ini berlangsung selama empat bulan dari Agustus hingga November. Berdasarkan 90 persen kemungkinan stres panas yang berdampak terhadap pemutihan, status Peringatan dilaporkan di lepas pantai utara Papua di mana banyak terumbu karang indah berada. Sementara itu, di lepas pantai timur pulau Luzon di Filipina, terumbu karang berada pada tingkat siaga 1 dan 2, menunjukkan potensi pemutihan karang di wilayah tersebut selama periode Agustus-November 2019.

Meskipun ada beberapa spesies terumbu karang yang dapat bertahan terhadap suhu lautan yang lebih hangat seperti teridentifikasi di Great Barrier Reef Australia, namun di Coral Triangle, sebagian besar rentan terhadap stres panas. Oleh karena itu layanan NOAA sangat berguna untuk mengantisipasi pemutihan terumbu karang sebagai bagian dari upaya mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim. Di musim panas ini, tentu saja, kita masih bisa menyelam jauh ke dalam lautan dan menikmati keindahan terumbu karang bersama dengan ikan dan keanekaragaman lainnya yang membentang di seluruh Indonesia dari Pulau Weh Aceh, Perairan Sumatera Barat, Kepulauan Seribu Jakarta, Karimunjawa, Bali dan Kepulauan Sunda Kecil, Berau Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, Taka Bone Rate Sulawesi Selatan, Bunaken Sulawesi Utara, Maluku ke Raja Ampat Papua Barat. Suatu aktivitas yang menyenangkan bukan?!

 

Ikuti tulisan menarik Yopi Ilhamsyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB