x

Iklan

Muhammad Aliem

Pegawai BPS Kab.Barru
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 10 September 2019 07:56 WIB

Mana Lebih Penting, Membangun Infrastruktur atau Manusia?

Infrastruktur atau Manusia? Keduanya penting. Tapi, biasanya para pemegang kuasa memilih salah satu sebagai prioritas. Penyebabnya : ada batas anggaran. Faktor Biaya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Infrastruktur atau Manusia? Keduanya penting. Tapi, biasanya para pemegang kuasa memilih salah satu sebagai prioritas. Penyebabnya : ada batas anggaran. Faktor Biaya.

Sejauh saya melangkah, infrastruktur menjadi hal yang sering didahulukan. Porsi anggarannya gila-gilaan. Efeknya segera terlihat mata. Apalagi bagi mereka yang berstatus sebagai petahana.

Polesan yang terlihat mata akan begitu menggoda. Jelas punya nilai jual. Bersifat monumental. Bisa menjadi bahan jualan yang nyata.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beda halnya dengan prioritas pembangunan manusia. Efeknya jangka panjang. Sepuluh hingga 25 tahun baru kelihatan ujung pangkalnya. Itu pun jika arahnya benar. Kalau pondasinya keliru, hanya dengan asumsi tanpa data mendasar, jangan kaget hasilnya hanya kegagalan semata. Anggaran habis, efeknya tak terasa.

Lalu, bagaimana jika keduanya sama rata. Infrastruktur terbangun mengetuk udara, mendongak ke langit. Sejalan dengan pembangunan manusia, kesehatan dan pendidikan juga beriringan.

Namun, skala prioritas mesti diketuk palu. Sayangnya, kebocoran anggaran kian masif terjadi di sana-sini. Tampang gagah-berdasi, tutur sopan namun kantong-kantong terisi sesak dengan harta curian. Mencuri dari negara.

Saya pernah merasakan hidup di daerah dengan prioritas pembangunan manusia. Dua sektor digenjot : Pendidikan dan Kesehatan. Indikatornya bisa dilihat dari angka IPM yang tercipta. Seakan hasilnya abstrak.

Bagi yang hanya melihat bangunan monumental sebagai indikator keberhasilan pembangunan, maka mereka pasti berkata : pembangunan gagal. Tapi tanpa disadari, jika ia berobat ke fasilitas kesehatan, ia hanya perlu memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal saja. Biayanya : gratis.

Tanpa disadari pula, biaya sekolah mendekati nol rupiah. Biaya SPP tidak terdengar lagi. Tidak menjadi hantu bagi mereka yang tak punya harta.

Namun sayangnya, metode itu punya kekurangan. Akselerasi pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya melambat. Tidak begitu terlihat mata telanjang. Rasanya berbeda.

Bagaimana tidak, daerah yang saya maksud itu berani menggelontorkan anggaran lebih dari 20 persen di bidang pendidikan. Gila. Bidang Kesehatan mendompleng di belakangnya.

Untuk pertama kalinya, anak-anak bersekolah gratis. Para orang tua bisa sedikit tersenyum. Anak-anak mereka punya masa depan dengan kebijakan pendidikan gratis itu. Tentu saja dengan tujuan hidup lebih baik dan terdorong keluar dari jeratan kemiskinan.

Saya meyakini, membangun manusia sebagai prioritas adalah investasi jangka panjang. Mungkin belasan hingga puluhan tahun baru terlihat efeknya. Namun, jika berhasil akan menciptakan generasi emas. Yang unggul dari segi pendidikan dan kesehatannya. Karena keduanya prioritas.

Dan pada pelanjutnya, prioritas sudah bergeser ke infrastruktur. Mungkin dua periode sudah cukup untuk membentuk pondasi pembangunan manusia. Saat ini, fokusnya ke infrastruktur. Pedesterian didandani, dipercantik. Jalanan diperlebar, dipermulus. Jalanan baru dibangun. Hampir di setiap penjuru daerah. Bangunan monumental ditanam indah. Dengan bentuk lebih moderen.

Tak hanya sampai di situ, segala yang bisa tertangkap mata dan rasa mulai digenjot pembangunannya. Tidak ketinggalan, taman juga dipoles lebih menarik. Yang banyak disoroti oleh para calon penantangnya adalah ini : revitalisasi miliaran rupiah di spot yang sama. Pembangunan berulang. Menelan biaya tak sedikit.

Tapi begitulah dunia politik. Meski kita paham jika tidak ada yang 100 persen berhasil. Residu kegagalan sering lebih jelas terlihat. Diumbar ke publik.

Jika sudah begini, pemilih diharap lebih cerdas. Pindai setiap kata para politikus. Apalagi yang berseberangan jalan. Dan punya niat tuk mengambil bagian. Hal lumrah. Biasa terjadi.

Barakallah.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Aliem lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler