x

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Rabu 18 September, resmi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. ANTARA

Iklan

Anas Muhaimin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 September 2019

Rabu, 18 September 2019 21:39 WIB

Imam Nahrawi Tersangka, Satu Contoh Lagi Kenapa KPK Akhirnya Dijinakkan

Banyaknya pejabat dan politikus yang masuk penjara menjelaskan kenapa tak satu partai pun di DPR yang menolak pelemahan KPK. Sikap Presiden Joko Widodo memang perlu disesalkan karena merestui penjinakan KPK, tapi....

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Satu lagi menteri Kabinet Jokowi terjerat kasus korupsi. Setelah  Menteri Sosial Idrus Marham  masuk penjara karena korupsi proyek listrik,  kini Menteri Pemuda dan  Olahraga  menjadi tersangka suap dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan  Imam Nahrawi menerima  duit total Rp26,5 miliar, melalui asistennya Miftahul Ulum.

Sebagian uang itu  diterima berkaitan dengan pencairan dana hibah untuk KONI. Sebagian lagi karena posisi Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Tugas Program Indonesia Emas dan terkait jabatan lainnya.

"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan kepentingan lainnya," kata Alexander Marwata kata Wakil Ketua KPK  Alexander Marwata,  18 September 2019.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sudah diperkirakan bermuara ke Menteri
Korupsi dana hibah KONI sudah diperkirakan akan bermuara ke menteri setelah  para pejabat dua institusi ini diadili dan divonis bersalah. Dana hibah puluhan miliar rupiah itu tidak mungkin dicairkan tanpa sepengetahuan, bahkan sepersetujuan, Menteri Olahraga.

Sepekan lalu, Mulyana  yang menjabat sebagai Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga  divonis 4 tahun 6 bulan penjara.  Dua stafnya, Adhi Purnomo dan Eko Triyanta, dihukum 4 tahun penjara.  Mereka dinyatakan terbukti menerima suap dari  Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

Pejabat KONI itu pun sudah diadili. Ending divonis 2 tahun, 8  bulan penjara pada Mei 20 2019. Adapun bendahara KONI Johny E. Awuy dihukum satu tahun delapan bulan penjara Hakim menyatakan keduanya  terbukti memberi suap  kepada sejumlah  pejabat Kemenpora untuk memuluskan pencairan dana hibah.

Menteri Imam  pernah  menjadi  saksi di pengadilan  pada akhir April lalu.   Ia ditanya oleh jaksa mengenai proposal dana hibah KONI.  Imam mengaku telah men-disposisi-kan urusan ini ke Mulyana. “Setelah ada disposisi, apa yang dikerjakan deputi?" ujar jaksa. "Saya tidak tahu karena sudah kewenangan deputi," jawab Imam.

Imam juga mengaku tidak pernah mendapat laporan  kelanjutan proposal KONI tersebut. Lalu fungsi saudara apa kalau tidak pernah menanyakan progres?" tanya jaksa kembali. "Saya hanya bertanggungjawab secara umum," ucap Imam.

Kini terutangkap, kesaksian itu bertolak belakang dengan realitas. Nyatanya KPK menemukan bukti adanya aliran duit KONI juga ke Imam.

Contoh keberanian KPK
Kasus Imam merupakan salah satu contoh keberanian dan keberhasilan KPK dalam membongkar  korupsi. Sejauh ini baru Imam dan Idrus Marham  menteri di era Jokowi yang ditangkap. Tapi, beberapa menteri sebetulnya sudah disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi.  Adapun di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa menteri juga  dijaring KPK seperti Andi Malarangeng, Jero Wacik, dan Suryadharma Ali.

Indonesia Corruption Watch  mencatat: KPK juga telah menangkap  23 anggota DPR  dalam lima tahun terakhir. Diantaranya, Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Tak hanya menjaring  politikus dan  pejabat pusat,  KPK juga menjerat pejabat daerah. Lembaga ini telah menangkap 104 kepala daerah sepanjang 2004-2018. Komisi Antikorupsi juga menjaring  lebih dari 200 anggota DPRD dalam lima tahun terakhir.

Semua itu menjelaskan, kenapa  semua partai politik pun di DPR setuju pelemahan Komisi Antikorupsi. Sikap Presiden Joko  Widodo memang perlu disesalkan karena merestui penjinakan KPK.  Tapi, posisi Presiden  sebetulnya  tidak sekuat yang dibayangkan orang,  Kendati dipilih langsung oleh rakyat, ia  juga mengandalkan partai politik untuk menopang kekuasaan.   

Yang jelas, siapapun politikus dan elite penguasa, tampaknya lebih  nyaman jika KPK menjadi jinak atau lemah.  ***

Artike lain:
Skandal Nahrawi: Korupsi bisa karena Butuh & Serakah. Tak cukup Dicegah, Pak Jokowi

 

 

Ikuti tulisan menarik Anas Muhaimin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler