x

Sejumlah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menggelar aksi solidaritas di depan Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis malam, 26 September 2019. Aksi solidaritas tersebut dilakukan untuk mendoakan almarhum Randi, salah satu mahasiswa Universitas Haluoleo yang tewas saat mengikuti demonstrasi di depan kantor DPRD Sulawesi Utara. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Iklan

YOHAN MISERO

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 28 September 2019 06:42 WIB

September Curiga, Perih Kita Bersama

September ini kita belajar satu hal: Pemerintah, Parlemen, dan Pengadilan tidak boleh ditinggal tidur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Demonstrasi belum berakhir. Kritik pada penguasa terus bergemuruh. Amarah publik terus menggulung. Ini semua terjadi di tahun 2019--74 tahun pasca-kemerdekaan. 

Dan cara Pemerintah menangani ini semua: 1) framing media (plus mengerahkan buzzer) seakan gelombang demonstrasi ini dilakukan oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan Presiden dan menggagalkan pelantikan pejabat-pejabat terpilih Oktober nanti, 2) unggah video seakan ada ambulans yang membawa batu ke lokasi demonstrasi – video yang kemudian di-take down karena tidak jelas asal usulnya (ehem), 3) mengirimkan peluru ke dada demonstran, 4) “memeriksa” aktivis hak asasi manusia dan pro demokrasi, 5) masih menahan beberapa demonstran hingga detik ini, 6) mengancam rektor yang membiarkan mahasiswanya menjadi massa aksi, 7) melanjutkan dan kemudian menjustifikasi aksi brutal aparat kepada demonstran, jurnalis, dan paramedis, 8) menangkap seorang mahasiswa yang menurunkan foto Presiden, dan 9) menabrak serta melindas demonstran dengan kendaraan.

Hal-hal yang disebutkan di atas sesungguhnya adalah penyederhanaan dari berbagai respon Pemerintah yang problematik pasca 23-24 September 2019 kemarin. Namun ada satu hal yang sekiranya dapat merangkum hal-hal tersebut: Pemerintah sibuk meredam, jika kita enggan menyebut kata “membungkam”, bukannya mengatasi masalah-masalah yang diangkat oleh masyarakat di seluruh penjuru negeri. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Demonstrasi besar pada 24 September 2019 kemarin pada intinya menyasar produk-produk legislasi. Demonstrasi pun berkonsentrasi di depan Gedung DPR/MPR. Namun, aparat yang secara logika ditugaskan hanya untuk “mempertahankan” Gedung DPR/MPR malah justru “menyerang.” Tidak puas hanya dengan mengusir demonstran dari depan DPR dengan gas air mata, aparat juga mengejar demonstran, menciduk mahasiswa yang sedang makan malam, bahkan menghambat bantuan medis yang diperlukan massa aksi yang terluka akibat kebrutalan aparat.

Hal ini membuat kami curiga. Curiga, karena untuk apa sih aparat sekasar ini? Curiga, apakah ada hal yang menguntungkan mereka dari lolosnya legislasi-legislasi ini? Curiga, apakah Presiden merestui penggunaan kekuatan di level ini? Curiga, mungkinkah Pemerintah juga punya kepentingan pada lolosnya UU abal-abal itu? Dan pertanyaan-pertanyaan yang didasari kecurigaan ini terus menumpuk tanpa ada jawaban.

Nampaknya, Istana juga sudah mulai melihat gunungan kemarahan dan rasa curiga publik ini. Presiden Joko Widodo kemudian mengumpulkan “tokoh-tokoh bangsa” serta berusaha bertemu ketua-ketua BEM di Istana untuk mengatasi keriuhan ini. Dua hal yang rasanya tidak perlu. Atasi saja keresahan-keresahan rakyat ini dengan menjawab tuntutan aksi kemarin:

 

Pertanyaannya kemudian: beranikah? Bukan berani menjanjikan. Bukan berani mempertimbangkan. Tapi, berani menjalankan.

Oh satu lagi, untuk Presiden: tolong itu Kepolisian direformasi. Penangkapan sewenang-wenang, brutalitas di lapangan, bahkan penembakan. Kami ini rakyat, bukan samsak. Di lain pihak, brutalitas itu, serta darah dan air mata ini, sesungguhnya menyadarkan bahwa kami ada di jalan yang tepat: melawan penindasan.

Ada yang ditangkap, ada yang ditembak. Tapi kami pastikan, kami tak akan ke mana-mana. Ada banyak alasan. Mungkin salah satunya karena Ananda Badudu pernah bilang pada kami:

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
 

Tapi jangan tangkap dia lagi. Dan jangan bunuh siapa-siapa lagi.

Ikuti tulisan menarik YOHAN MISERO lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu