x

Penyidik Polres Taksimalaya dan tersangka teror pelemparan sperma

Iklan

Dian Novitasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Oktober 2019

Senin, 18 November 2019 17:27 WIB

Pelaku Pelemparan Sperma Ditangkap: Begini Kisahnya, Kenapa Polisi Harus Hati-hati?

Pelaku pelemparan sperma,Sidiq Nugraha, 25 tahun, akhirnya diringkus Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota. Sidiq ditangkap di Kelurahan Argasari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya pada Senin, 18 November 2019, sekitar pukul 13.10 WIB.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pelaku pelemparan sperma,  Sidiq Nugraha,  25 tahun, akhirnya diringkus oleh Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota. Sidiq ditangkap di Kelurahan Argasari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya pada Senin, 18 November  2019, sekitar pukul 13.10 WIB.

Sesuai  rilis   Polres Tasikmalaya Kota,   kasus ini terjadi atas laporan Lia Roslia yang menjadi salah satu korban pelecehan seksual. Korban diduga tidak cuma satu orang.

Menurut Kapolres  Tasikmalaya Kota, Ajun Komisaris Besar Pol. Anom Karibianto, pelaku melanggar pasal kesusilaan, sebagaimana diatur dalam pasal 281 (2) KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pura-pura Ngajak Ngobrol
Pelemparan sperma itu  terjadi pada Rabu, 13 November 2019  siang di  Jl. Letjen Mashudi Kota Tasikmalaya.    Sidiq   mula-mula menghampiri Lia Roslia yang sedang menunggu jemputan. Ia pun engajak berbincang-bincang.

Saat itulah,  pelaku kemudian menggesekan “burungnya” ke jok motor dan tidak lama kemudian korban merogoh, dan melempar cairan yang diduga sperma ke arah Lia.  Korban kemudian berteriak minta tolong.

Teror pelemparan sperma

Korban saat itu sempat  mengambil foto laki-laki tersebut sebelum kabur dengan motornya.  Ternyata ada teman suami  Lia  yang mengenali laki-laki tersebut. Suami korban sempat mendatangi rumah terlapor namun terlapor tidak ada dirumahnya.

Polisi Perlu Hati-hati.
Kepolisian Resor Tasikmalaya perlu berhati-hati menangani kasus ini.  Penyidik semestinya melibatkan dokter atau psikiater dalam pemeriksaan. Harus dipastikan tersangka tidak mengidap kelainan seksual seperti eksibisionis.   Jika  ia memiliki kelainan secara mental atau seksual, maka sebetulnya ia  harus dibawa ke rumah sakit, bukan diadili.

Preseden yang menarik adalah kasus Ahmad Darobi yang juga dijerat dengan pasal yang sama dengan kasus Sidiq.   Jaksa melakukan banding dan kasasi atas kasus ini, berharap hukuman Darobi  diperberat, tapi Mahkamah Agung malah membebaskannya karena terdakwa dianggap menderita  kelainan.

Kasus Ahmad Darobi
Kasus Ahmad Darobi merupakan contoh perkara eksibisionis yang terkenal.   Lelaki kelahiran tahun 1974 itu diadili oleh Pengadilan Negeri  Kebumen, Jawa Tengah, karena dituduh melakukan perbuatan cabul atau asusila.

Warga Kelurahan Tamanwinangun, Kecamatan Kebumen, dituduh memperlihatkan  burung kepada anak perempuan yang masih berusia 8 tahun pada 2011.  Perbuatan ini juga diulangi lagi terhadap saksi korban yang lain, yang juga masih anak-anak.

Jaksa menuntut Darobi  dengan Undang-undang Perlindungan Anak, pasal  pencabulan dan kesusilaan dalam KUHP.   Akhirnya hakim PN Kebumen memvonis dengan hukuman 1 tahun penjara pada November 2012.  Ia dinyatakan terbukti melanggar kesusilaan sesuai Pasal 281  KUHP.
Bunyi pasal ini sebagai berikut:

“Dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
1.barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum;
2. barangsiapa sengaja merusakkan kesopanan di muka orang lain, yang hadir tidak dengan kemauannya sendiri.”

  1. Putusan kasasi kasus Darobi

Putusan itu diperkuat oleh vonis banding setahun kemudian.  Hanya, putusan kasasi   pada Mei 2013,  kemudian melepas Darobi.  Majelis kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar menyatakan  Darobi  terbukti melakukan perbuatan seperti dakwaan, tapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Dalam pertimbangan, majelis kasasi menyatakan bahwa terdakwa menderita kelainan seksual yakni suka memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain. Hal ini diderita Darobi sejak remaja, sehingga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.  ***

Ikuti tulisan menarik Dian Novitasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler