Setiap Hari Natal, orang mudah teringat pada kisah Riyanto, pemuda Mojokerto, Jawa Timur. Dialah anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama yang meninggal saat menyingkirkan bom Natal di Gereja Eben Haezer, 24 Desember 2000.
Sore itu, Riyanto, 25 tahun, berpamitan pada ayahnya, Sukarmin, kini berusia 70 tahun. Mengenakan seragam loreng hijau khas Banser dan mengendarai vespa kesayangannya, ia menuju tempat tugas untuk mengamankan kebaktian di gereja Eben Haezer, Jalan Kartini Nomor 4, Kota Mojokerto, Jawa Timur.
Tak ada firasat apa pun dalam benak Sukarmin yang sehari-hari menjadi tukang becak. Dia tak menyangka saat itu adalah terakhir kali ia melihat Riyanto sebelum gugur terkena ledakan bom yang diamankannya. Sukarmin yang sehari-hari bekerja sebagai tukang becak, malam itu sedang berada di luar rumah mencari pengguna jasa becaknya.
“Waktu itu saya di luar dan sempat mendengar katanya ada bom yang meledak di gereja,” ujar Sukarmin, yang tinggal di Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Senin, 26 Desember 2016.
Putra sulung Sukarmim itu ternyata menjadi korban. Malam itu juga, jenazah Riyanto dibawa ke rumah duka dan keesokan harinya dimakamkan.
Sempat memeluk bom
Pendeta gereja Eben Haezer, Rudi Sanusi Wijaya, menceritakan, tragedi pada malam Natal 2000 itu. Saat itu pengurus gereja menemukan dua barang mencurigakan di dua lokasi. Pertama, bungkusan tas plastik di bawah telepon umum di depan gereja. Kedua, tas berisi kado di dalam gereja di bawah bangku.
Dua barang mencurigakan itu pun dibuka karena khawatir berisi bom. Tas plastik di bawah telepon umum itu berisi rangkaian kabel. Salah satu anggota Banser NU, Riyanto, membuka lalu membuangnya di lubang gorong-gorong yang hanya berjarak sekitar 10 meter di depan gereja. Saat dibuang, bom tersebut meledak dan menewaskan Riyanto.
Adapun tas yang ditemukan di bawah bangku di dalam gereja sempat dibuka Rudi. “Tidak ada kitab (Injil) dan berisi kotak seperti kado,” katanya. Lantas Rudi menyuruh pengurus gereja meletakkannya di depan gereja. Setelah diletakkan, bom kedua pun meledak.
Anggota Banser yang bertugas bersama Riyanto, Amir Sagianto, menggambarkan detik-detik saat bom pertama meledak. Menurut Amir, ketika tas plastik itu dibuka oleh Riyanto, sudah mengeluarkan asap.
’’Saya juga sempat melihat sedikit ada rangkaian kabel dan paku yang terpasang,’’ kata Amir seperti ditulis radarmojokerto.
Seisi gereja pun panik dan berhamburan keluar. Tas sempat digeletakkan begitu saja oleh Riyanto. Tapi beberapa detik kemudian diambil lagi dan dibawa lari dengan maksud agar diredam dengan dilempar ke selokan.
Belum sempat masuk ke dalam selokan, bom pun meledak tepat setelah dilempar oleh Riyanto usai dipeluk sambil lari. ’’Seingat saya saat itu bomnya sudah dilempar tapi belum masuk ke dalam got terus meledak. Setelah itu, keadaan sekitar gereja langsung gelap. Semua lampu mati, "ujar Amir.
Selanjutnya: membela agama lain
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.