x

Tamu undangan Penghargaan Galeri Investasi BEI 2019 menggunakan pakaian daerah saat melihat museum di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat, 28 November 2019. Pertumbuhan jumlah investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mencatatkan rekor baru di tahun ini sebesar 237.747 single investor identification (SID) per 28 November 2019. Tempo/Tony Hartawan

Iklan

Ghesti Saraswati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Januari 2020

Kamis, 2 Januari 2020 18:49 WIB

Jokowi Tegaskan Agar Tidak Ada Lagi Penggoreng Saham! Apa Itu?

Upaya Lindungi Investor Bertransaksi di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Oleh : Ghesti Saraswati (Alumni FISIP UI)

 Presiden Joko Widodo membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk yang perdana tahun 2020 hari ini, Selasa (2/1/2020). Dalam sambutannya Presiden Jokowi dengan tegas berpesan agar praktik “menggoreng saham” (tindakan memanipulasi harga saham) dibersihkan dan ditindak tegas karena merupakan perbuatan kriminal yang merugikan investor. Apa yang disampaikan Presiden merupakan Langkah tegas untuk menjaga kepercayaan dunia terhadap saham di Indonesia. Mengapa?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Dalam perdagangan saham, ada saja pihak yang disebut manipulator harga saham (goreng harga) demi meraih keuntungan pribadi namun merugikan orang lain (investor umum). Bagaimana praktinya? Para penggoreng saham ini memanfaatkan perusahaan yang fundamental ekonominya belum terlalu baik, harganya masih murah, dan pemegang sahamnya masih sedikit dan belum menyebar.

Para “penggoreng/ manipulator” bekerja dengan memborong saham suatu perusahaan agar saham yang tersisa semakin sedikit (harga semakin mahal jika permintaan banyak tapi persediaan saham mulai habis), di saat yang bersamaan penggoreng saham menyebarkan isu positif agar banyak investor membeli saham yang sudah penggoreng itu borong, saat harga saham sudah naik cukup tinggi (cenderung melonjak drastis), maka si penggoreng saham akan menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan itu semua dan harga saham anjlok secara drastis. Di posisi ini, si penggoreng saham untung besar dan investor selain si penggoreng akan rugi besar.

Tentu saja, praktik ini sangat merugikan bagi para investor secara umum yang memang melakukan investasi di saham untuk jangka panjang. Praktik menggoreng saham bila tidak ditindak tegas bisa saja menjamur dan itu akan mencoreng nama Indonesia dalam hal investasi di mata dunia. Hal itu akan membawa ekonomi Indonesia mundur ke belakang, karena berkat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2019 yang baik, oleh Bloomberg tahun 2020 Indonesia dinilai sebagai tempat favorit (nomor satu) di antara negara emerging market untuk berinvestasi saham dan surat utang negara.

Kinerja IHSG di tengah ketidakpastian ekonomi global pada tahun 2019 terbilang tangguh. Sepanjang 2019, sebanyak 55 perusahaan baru tercatat “melantai” (IPO) di bursa saham dengan dana yang berhasil digalang sebesar Rp 14,7 triliun. Investor yang bertransaksi di pasar modal Indonesia (saham, surat utang, dan reksa dana) pun jumlahnya meningkat 53% pada 2019 (2,4 juta investor) dari yang sebelumnya tahun 2018 hanya 1,6 juta investor.

Apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan mendorong agar OJK, BEI, dan berbagai pihak membersihkan praktik goreng-menggoreng saham di Bursa jelas merupakan langkah yang sudah seharusnya diambil. Investor harus mendapatkan perlindungan agar “nama baik” investasi di Indonesia terus terjaga, sehingga ekonomi dapat terus menggeliat dan mampu memakmurkan rakyat. Maju Terus Indonesiaku!

 

 

Ikuti tulisan menarik Ghesti Saraswati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu