Kisruh revitalisasi kawasan Monas berkepanjangan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno akhirnya meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan sementara proyek tersebut.
Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995, pembangunan kawasan Monas memang harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah pusat yang diwakili oleh Komisi Pengarah. Diketuai oleh Mensesneg, komisi ini beranggotakan sejumlah menteri.
Adapun Gubernur DKI Jakarta adalah Kepala Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. "Karena itu jelas ada prosedur yang belum dilalui, ya kami minta untuk dihentikan dulu," ujar Praktino , di Kementerian Sekretaris Negara di Jakarta, 27 Januari 2020.
Pratikno mengatakan pihaknya akan segera mengirimkan surat kepada Pemprov DKI untuk menghentikan proyek revitalisasi Monas yang hingga hari ini masih berjalan.
Di balik konflik tersebut, ada masalah komunikasi. Sebagai ketua badan pelaksana, gubernur memang diberi wewenang mengelola aset pemerintah pusat itu. Namun, tak adanya komunikasi yang mulus menyebabkan proyek revitalisasi jadi berantakan.
1.Mengira cukup pemberitahuan
Menurut Pratikno, Pemprov DKI memang sudah mengirim surat kepada Kemensesneg mengenai pelaksanaan revitalisasi tersebut. Namun Mensesneg selaku Ketua Dewan Pengarah belum memberikan persetujuan untuk pelaksanaan revitalisasi itu.
"Kami memang sudah menerima surat yang dikirim oleh Sekda DKI yang intinya memberitahukan pelaksanaan itu. Jadi secara prosedural memang kami minta kepada Pemprov DKI untuk meminta persetujuan dulu kepada Komisi pengarah karena itu aturan yang masih berlaku dan tentu saja harus kita taati," katanya.
Pemberitahuan dan meminta persetujuan jelas berbeda. Kalau cuma memberitahukan bahwa proyek itu sudah dimulai, hal itu bukan meminta persetujuan. Padahal dalam Keppres jelas tertera bahwa wewenang Komisi Pengarah adalah “memberikan persetujuan.”
Selanjutnya: menganggap...
Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.