x

Ilustrasi

Iklan

Rudi Fitrianto

Pengamat Kebijakan Publik, Politik dan Hukum
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 1 April 2020 11:58 WIB

Meneropong Problem Legalitas Usaha Pertamini

Pertamini merupakan jenis usaha baru yang diminati oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia terkait dengan harganya yang murah usaha pertamini juga tidak perlu menyediakan tempat yang luas. Terhadap eksistensi mereka juga saat ini masih dipertanyakan apakah negara mengakuinya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KERJASAMA Dan KESELAMATAN

Menurut  Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro  yang dikutip dari media online CNN Indonesia tertanggal 21 November 2016 mengatakan bahwa Pertamini telah memplesetkan logo, nama, serta slogan perusahaan. Ia menjelaskan, hal ini membuat konsumen bingung karena kerap mengira Pertamini sebagai unit usaha milik perusahaan minyak pelat merah tersebut. Selain hal tersebut, Pertamini juga dinilai tidak memiliki standar khusus terkait keselamatan operasi dan pelayanan SPBU. Akibatnya, masyarakat bisa saja mengira jika Pertamina memang tidak memiliki standar khusus terkait hal itu.

Menurut beliau Pertamina juga tengah meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham) untuk mendapatkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi nama Pertamina. Beliau juga meminta dasar hukum dari Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait penyaluran BBM penugasan jenis Premium dan Solar yang dilakukan secara eceran. Beliau  menganggap, penjualan BBM secara eceran memberatkan konsumen karena harganya dibuat lebih mahal dari biasanya.

Berbeda dengan pendapat Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang yang dikutip di media online liputan6.com tertanggal 28 Maret 2016 mengatakan, ‎Pertamina akan menerima segala macam bentuk penjual BBM eceran untuk diubah jadi SPBU mini. Untuk menjadi SPBU mini, pengusaha BBM eceran akan dibina oleh rekanan Pertamina yakni Garuda Mas dengan memakan biaya sekitar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Menurut beliau, dengan cara seperti itu penjualan BBM eceran akan lebih tertib karena takaran pas dan lebih memperhatikan aspek keamanan. Harga BBM yang dijual SPBU mini ‎lebih tinggi dibanding SPBU biasa karena titik subsidi hanya sampai SPBU. Namun, harga di tentukan oleh Pemerintah Daerah dengan adanya ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Beliau mengungkapkan bahwa SPBU mini sangat diperlukan masyarakat untuk memudahkan mendapat BBM karena tidak ada SPBU di wilayahnya. Lantaran untuk membangun SPBU harus ekonomis.

Dari pernyataan kedua pejabat Pertamina tersebut bahwa pihak Pertamina selama ini belum pernah menjalin kerjasama secara resmi dengan Pertamini, bahkan terkait restu usaha mejualkan produk Pertamina, mereka saja masih belum satu suara. Hal inilah yang menjadi hal yang krusial yang perlu diselesaikan bersama baik pihak Pertamina dan Asosiasi Pengusaha Pertamini. Padahal jika dilihat secara objektif dan logis sebenarnya pihak Pertamina akan mendapat benefit terhadap keberadaan Pertamini ini, dikarenakan produk mereka ikut dijualkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat Indonesia di seluruh pelosok daerah yang mungkin dalam hal ini juga tidak terjangkau oleh bagian pemasaran resmi dari Pertamina. Kedepan pihak Pertamina dan Pemerintah harus bersikap jelas terkait hal ini. 

Menurut Kepala BPH Migas  Andy Noorsaman Sommeng pada bulan 31 Juli 2017 dalam wawancaranya dengan kanaljabar.com, pihak BPH migas telah mengeluarkan aturan yang membuka peluang penjualan bensin dalam skala kecil bagi Masyarakat Umum. Aturan tersebut adalah Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah yang Belum Terdapat Penyalur, peraturan tersebut untuk mengatasi penjualan BBM illegal. Peraturan BPH migas tersebut memberikan kesempatan bagi para pengusaha kecil untuk kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal. BBM yang dijuak dapat berbagai jenis sampai biofuel sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 peraturan tersebut.

Sub-penyalur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas 6/2015, adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis BBM tertentu dan/atau jenis BBM khusus penugasan di daerah yang tidak terdapat penyalur dan menyalurkan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya dimana wilayah operasinya berada.

Adapun syaratnya adalah sebagai berikut:

  1. Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi Sub Penyalur memiliki kegiatan usaha berupa Usaha Dagang dan/atau unit usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa;
  2. Lokasi pendirian sub penyalur memenuhi standar Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. Memiliki atau menguasai alat angkut BBM yang memenuhi standar pengangkutan BBM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. Memiliki peralatan penyaluran yang memenuhi persyaratan teknis dan keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. Memiliki izin lokasi dari Pemerintah Daerah setempat untuk dibangun fasilitas Sub Penyalur;
  7. Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak minimal 5 (lima) km dari lokasi Penyalur berupa Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) terdekat atau 10 km dari Penyalur berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  8. Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi oleh Pemerintah Daerah setempat.

Terkait faktor keamanan dan keseamatan dari usaha pertamini juga harus diperhatikan, dikarenakan beberapa kejadian yang tidak diinginkan disejumlah daerah telah terjadi seperti meledaknya pompa pengisian BBM Pertamini dikarenakan dekat dengan sumber api. Beberapa diantara mereka mungkin masih lalai dan abai terkait faktor risk and hazard, padahal ini sangat fundamental sekali dikarenakan menyangkut keselamat dan kemanan keluarga.

Pembangunan lokasi Pertamini juga harus mengkaji segala macam resiko termasuk faktor keselamatan dan keamanan, selain itu para pengusaha pertamini dalam menentukan lokasi usaha tersebut seharusnya memilih tempat yang jauh dari perumahan penduduk dan kerumunan kendaran, termasuk dari jangkauan anak – anak serta sumber api. Selain itu pihak pengusaha pertamini juga diupayakan mempunyai alat pemadam api sendiri di tempat usaha untuk penyelamatan diri apabila keadaan yang tidak memungkinkan terjadi.***

Ikuti tulisan menarik Rudi Fitrianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu