Kelima butir Pancasila tersebut seharusnya bisa menjadi suatu “pencegah” pagebluk di negeri kita. Mulai dari berpasrah akan Tuhan, mengutamakan humanisme, bersatu dalam berbangsa dan bermasyarakat, pemimpin yang bijaksana dan pemimpin yang mampu memberikan keadilan untuk seluruh rakyatnya.
Pada kenyataan hanya terlaksana beberapa sila saja bahkan mungkin hanya 1 sila saja. Sila pertama sudah tentu terlaksana dengan otomatis mengingat negara kita penduduknya beragama. Untuk sila yang lain masih “sulit” diamalkan.
Banyak masyarakat miskin pinggiran tak berdaya akan kemampuan mereka. Slogan #dirumahaja tak mempunyai dampak bagi para para tuna wisma kota ataupun para pencari nafkah harian jika mereka libur bekerja hari itu mungkin mereka akan selamat dari Korona namun keluarga mereka bisa mati merana tidak ada beras yang dimakan. Kaum pinggiran seolah “siap mati” berperang “tanpa senjata” dengan virus ini.
Miris sangat keadaan sekarang ini. Seakan idelogi yang kita anggap “sakti” ini tak mampu menghadapi “musuh negara’ ini. Yang kita lihat saat ini ialah keegoisan masyarakat kelas atas dengan segala fasilitas memadahi bisa memproteksi diri mereka dan keluarga namun tidak terlalu memandang masyarakat dibawahnya.
Saat inilah bangsa Indonesia menunjukkan eksistensinya kepada dunia bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang akrab dengan gotong-royong. Sekaranglah waktunya menampakkan kepada bangsa lain bahwa Pancasila mampu menumbuhkan sikap persatuan.
Presiden pertama, Soekarno telah berjuang keras di panggung internasional sambal membawa ideologi yang menunjukkan ciri khas bangsa Indonesia. Saatnya kita meneruskan perjuangan bapak proklamator kita. Hentikan dan sadarlah atas perbuatan tidak humanis, mari bersatu menghadapi “tentara” tidak terlihat ini.
Ikuti tulisan menarik Muhamad Riza lainnya di sini.