x

Iklan

Putu Suasta

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2019

Selasa, 21 April 2020 10:41 WIB

Paradoks Kehidupan Urban bagi Perempuan

Yang menarik ialah meninjau pergulatan hidup mereka di dunia urban. Kaum perempuan kini menjadi bagian yang dinamis di luar kehidupan domestik mereka. Segala lini kehidupan mulai disusupi, diraih dan didapatkan. Dalam bidang tertentu, mereka juga menunjukkan pencapaian posisi puncak yang cemerlang. Nampaknya keterbukaan akan pendidikan dan informasi, kesempatan-kesempatan, telah memperlihatkan sedikit banyaknya kemajuan bagi achievement kaum perempuan.    Di dunia urbanlah pergolakan segala yang dicita-citakan kaum perempuan paling representatif dihadirkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*Putu Suasta, Alumnus UGM dan Cornell University

 

Di hari Kartini ini, penting untuk menyuarakan kembali catatan lembaga-lembaga pemerhati isu-isu gender tentang terjadinya peningkatan kekerasan rumah tangga hampir di seluruh dunia yang terimbas oleh wabah Covid-19. Namun catatan itu rasanya terabaikan begitu saja, gagal mendapatkan perhatian luas, kalah seksi dibanding pemberitaan-pemberitaan bombastis seputar dampak sosio-ekonomi wabah tersebut. Perempuan memang masih menjadi korban paling rentan dalam hampir semua kondisi sulit kehidupan, termasuk di era modern atau post modern ini.

Di sisi lain, isu perempuan dan kesetaraan gender telah mendapat perhatian relatif lebih besar, termasuk di negeri ini. Setidaknya dalam tataran formal.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Isu kesetaraan masih terus berhembus meski sesekali buyar oleh peristiwa-peristiwa besar di negeri ini. Dunia perempuan masih menjadi perhatian yang serius di kantor-kator kecil di sudut-sudut kota yang memfokuskan pergerakan humanismenya pada dunia perempuan. Emansipasi tengah berjalan dengan cukup cepat. Segala yang tabu di hari kemarin, segala yang tak mungkin bagi kaum perempuan di masa lalu, kini mulai berubah. Kita pernah punya presiden perempuan, menteri perempuan, anggota dewan perempuan, deputi BI perempuan dan lain-lain bidang yang prestisus, semua telah dijajal perempuan. Jika kaum perempuan mau lebih mempercepat kesetaraan itu, barangkali hal itu mudah bagi mereka.

Yang menarik ialah meninjau pergulatan hidup mereka di dunia urban. Kaum perempuan kini menjadi bagian yang dinamis di luar kehidupan domestik mereka. Segala lini kehidupan mulai disusupi, diraih dan didapatkan. Dalam bidang tertentu, mereka juga menunjukkan pencapaian posisi puncak yang cemerlang. Nampaknya keterbukaan akan pendidikan dan informasi, kesempatan-kesempatan, telah memperlihatkan sedikit banyaknya kemajuan bagi achievement kaum perempuan.    

Di dunia urbanlah pergolakan segala yang dicita-citakan kaum perempuan paling representatif dihadirkan. Keadaan itu telah menjawab apa yang selama ini diinginkan kaum perempuan, apa yang masih diperjuangkan dan apa yang telah terengkuh. Kaum perempuan telah berada di titik ‘terbitlah terang’ sebagaimana semboyan pejuang perempuan kita, RA. Kartini. Semua berjalan dan terjadi. Dan masih terbuka lebar pencapaian-pencapaian yang lain bagi kaum perempuan dalam iklim seperti sekarang ini. Mereka tinggal bergerak serius, dan lihatlah hasilnya! 

Tetapi apakah yang mencemaskan dalam dunia urban bagi perempuan? Di sinilah letak paradoksnya. Kehidupan urban menawarkan peluang sekaligus juga ancaman bahaya bagi perempuan hingga sekarang. Dalam pewartaan setahun terakhir ini, kaum perempuan adalah yang paling rentan dengan tindak kejahatan; pelecehan, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan, penjambretan, perampokan. Barang siapa yang tekun mengikuti kabar berita setiap hari, maka yang fenomenal adalah pembunuhan-pembunuhan terhadap kaum perempuan. 

Maka, isu-isu yang berkembang hari ini bukan lagi perkara emansipasi, melainkan tindak kekerasan terhadap perempuan. IDN Time dalam laporannya menyebutkan, isu-isu terkait perempuan khususnya mengenai kekerasan menjadi isu panjang yang seolah tak akan habis diperbincangkan. Kekerasan yang dialami perempuan kini bahkan semakin ekstrem sampai kepada tingkat pembunuhan keji. Femicide, ungkap Mariana Amiruddin, Komisioner dan Ketua Subkomisi Pemantauan, Komnas Perempuan,  atau pembunuhan perempuan karena dia perempuan perlu menjadi perhatian kita. 

Menurut Mariana, femicide dapat terjadi karena tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat nyawanya terancam.  Hal ini termasuk dalam konteks kekerasan di rumah tangga. Femicide terjadi salah satunya karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban. Pelaku umumnya adalah orang-orang dekat korban.

Memang, berdasarkan beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini, pembunuhan-pembunuhan terhadap perempuan adalah para pelaku dan korban saling kenal, dan dalam beberapa kasus hubungan mereka sangat dekat. Itulah sebabnya mengapa Mariana menganggap bahwa perempuan sangat rentan menjadi korban tindak kejahatan pembunuhan. “Ketika Anda perempuan, Anda bisa terancam pembunuhan,” ujarnya. 

Di Bali, sebuah pulau dengan keindahan dan kedamaian bak surga, pada tahun 2019 ini saja, telah terjadi beberapa peristiwa pembunuhan terhadap perempuan. Yang  paling baru ialah pembunuhan yang dilakukan seorang pria yang mengaku sebagai gigolo terhadap wanita yang berprofesi sebagai SPG (sales promotion girl). Sebelum itu juga telah ditemukan mayat perempuan dalam kardus di Tabanan. Suatu bukti dan kenyataan bahwa kaum perempuan memang rentan terhadap tindak kriminal.    

Selanjutnya: Akar kekerasan dalam relasi dunia urban

Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler