x

Guru memberikan pelajaran kepada sejumlah siswa di kelas 4 yang kekurangan bangku dan meja di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tegal 04, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 29 Juli 2019. Kekurangan meja dan bangku di SDN 04 Tegal sudah terjadi hampir dua tahun terakhir sehingga membuat murid belajar di lantai, dan pihak sekolah sudah mengusulkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor namun belum ada realisasinya. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Iklan

sura din

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 April 2020

Sabtu, 9 Mei 2020 08:19 WIB

Pembelajaran Daring Terhambat, Guru di Dompu Datangi Rumah-rumah Siswa

Di kampung saya, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, sekolah mengirim beberapa guru untuk menyambangi rumah siswa, memberikan tugas dan diminta untuk mengerjakan di saat itu juga. Kebanyakkan guru 'penjelajah' ini merupakan guru honor. Mereka menjadi garda terdepan untuk membumian ilmu pengetahuan kepada peserta didik di masa pandemi Covid-19.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

PEMBAHASAN mengenai Covid-19, telah menyedot energi banyak pihak. Tidak hanya pemerintah, awak media, tapi juga masyarakat secara keseluruhan. Bagaimana tidak, Covid-19 telah mencabik-cabik aspek kehidupan manusia, baik sosial, politik, bahkan ekonomi. Dalam aspek sosial, semenjak Covid-19 bergerilya, terjadi goncangan sosial yang maha dahsyat, pemutusan hak kerja (PHK) di mana-mana, interaksi sosial di batasi, daya jelajah masyarakat sangat terbatas. Kampus, kantor dan sekolah diliburkan. Di berbagai lorong, gang, jalan masuk perkampungan dibuat portal untuk menfilter orang yang datang maupun pergi.

Penyebaran Covid-19 membuat masyarakat harus siap siaga setiap saat. Jika ada yang terpapar positif Covid-19, maka siap-siap mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Jangankan yang sembuh atau lolos dari maut, yang meninggal pun mengalami penolakan dari masyarakatnya sendiri. Kemudian aspek politik, semenjak Covid-19 menyeruak di permukaan, membuat pilkada di beberapa daerah di tanah air harus diundur sampai batas yang tidak di tentukan. Sedangkan pada aspek ekonomi, arus barang yang harusnya bisa berjalan dengan mulus, baik lintas daerah maupun provinsi tersumbat karena di tutupnya pelabuhan dan bandara. Pada lapisan masyarakat di tingkat gresrot juga terkena dampak Covid-19, penghasilan mereka sangat minim bahkan ada usaha-usaha jualan mereka yang terpaksa gulung tikar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semenjak merebaknya penyebaran Covid-19, berdampak hampir semua elemen kehidupan manusia, tak terkecuali lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan mulai dari pendidikan usia dini (PUD) hingga perguruan tinggi terpaksa di liburkan. Semua tenaga pendidik menepi dari aktivitas mengajar seperti biasa, mereka mengikuti dan tunduk pada himbauan pemerintah.

Namun demikian, proses mengajar tetap harus berjalan, peserta didik harus tetap melakukan aktivitas belajar, walaupun harus dengan cara memanfaatkan kanal media sosial seperti WhatsApp, aplikasi Zoom dan jaringan aplikasi lainnya. Belajar seperti ini bukan saja baru pertama kali, namun juga tidak pernah direncanakan secara matang sebelumnya. Jangankan guru, pemerintah pun tidak pernah menduga bahwa proses pembelajaran akan seperti ini.

Sehingga dalam pelaksanaannya mendapatkan banyak kendala, baik yang dihadapi oleh guru, maupun peserta didik. Kendala itu meliputi ketiadaan jaringan, tidak adanya kouta, sampai tidak adanya HP peserta didik dalam mengirimkan tugas kepada gurunya.

Kendala ini bisa dipastikan semua guru pasti mengalaminya, terlebih bagi sekolah-sekolah yang ada di daerah. Dimana letaknya jauh dari kota, berbatasan langsung dengan gunung, persawahan, dan lautan. Bahkan semenjak sekolah di liburkan, sekolah-sekolah itu menjadi nampak sepi, semak belukar tumbuh tanpa hambatan, ilalang leluasa menatap sekitar. Hewan peliharaan warga leluasa mondar-mandir di areal sekolah, seakan mereka menemukan kemerdekaannya. Geliat sebagai lembaga pendidikan dimana biasanya riuh dengan suara siswa yang berlarian, menyanyi di kelas, guru dengan serius menyampaikan materi di ruangan. Seketika di rengguk oleh virus yang bernama Corona.

Bahkan siswa memiliki banyak waktu luang untuk membantu orang tuanya selama liburan. Mereka ke sawah, ke ladang, mengambil kayu di gunung, serta menyelam di lautan untuk mengambil rumput laut untuk di jual. Seakan mereka mendapatkan kebebasan untuk menyapa semesta, menjelajahinya sambil memberikan lembaran rupiah bagi kedua orang tuanya.

Beberapa sekolah mengambil inisiatif dengan cara yang lain, agar proses pembelajaran tetap berjalan. Di kota masih memungkinkan belajar secara online, namun di kampung saya, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, pilihan itu tidak memungkinkan. Pihak sekolah mengirim beberapa guru untuk menyambangi rumah siswa, memberikan tugas dan diminta untuk mengerjakan di saat itu juga.

Walaupun terkesan di paksakan, tapi nampaknya pilihan itu dianggap paling tepat. Di satu sisi, pihak sekolah menunjukkan kepada wali murid, bahwa sekolah masih perduli kepada anak-anak mereka. Sehingga walaupun belajar dengan cara yang tak semestinya, namun dapat mendekatkan hubungan, baik guru dengan peserta didik terlebih guru dengan wali murid. 

Pada saat yang bersamaan, beberapa guru yang menyambangi rumah peserta didik, juga memberikan edukasi tentang penyebaran Covid-19. Bagaimana cara mengatasinya, dengan sering mencuci tangan, menjaga jarak, tidak keluar rumah jika tidak penting, menghindari kerumunan. Guru-guru 'penjelajah' ini memainkan fungsi ganda selama penyebaran Covid-19. Edukasi yang mereka lakukan kepada peserta didik dan wali murid tentang Covid-19, dapat meringankan beban satuan tugas (satgas) di setiap desa yang sengaja dibentuk untuk penanganan penyebaran Covid-19.

Pembelajaran dor to dor seperti ini tidak lantas menyurutkan semangat guru-guru 'penjelajah' ini untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kadang ketika mereka datang, peserta didiknya sudah pergi kerja di sawah, ada yang sedang memanen jagung di ladang, bahkan ada yang menjadi buru harian di sebuah proyek.

Jika kondisinya demikian, biasanya guru memberi pesan kepada tetangga, sanak saudaranya, baik terkait tujuan, maupun niat kedatangan di hari berikutnya, untuk kiranya di sampaikan kepada wali murid. Sungguh amat beruntung jika bisa bertemu dengan peserta didik beserta orang tuanya, sehingga misi kunjungan bisa langsung diwartakan tanpa kendala.

Kebanyakkan guru-guru 'penjelajah' ini merupakan guru honor. Mereka menjadi garda terdepan untuk membumian ilmu pengetahuan kepada peserta didik di masa genting penyebaran Covid-19. Sebagian mereka harus meminjam kendaraan tetangga, jika sedang melakukan kunjungan ke rumah-rumah peserta didik. Biaya operasional yang di siapkan oleh sekolah kadang tidak mencukupi dan sangat terbatas. Sehingga mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk memuluskan misi dalam menyambangi rumah-rumah peserta didik.

Di balik penyebaran Covid-19, ada banyak pelajaran yang bisa petik, tidak hanya pemerintah namun juga seorang pendidik. Bahwa dalam situasi apapun, pendidik masih bisa survive untuk mencerdaskan anak bangsa.

Di balik segala kendala, hambatan, dan kesulitan mendera selama penyebaran Covid-19, telah membuat pendidik tidak kehilangan cara untuk mewartakan bentangan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Ia laksana embun membasahi dahaga ilmu di lubuk hati peserta didik, menjadi oase di gurun pikiran peserta didik, dan menjadi pribadi yang sabar kala berpapasan dengan situasi sulit.

Mestinya perhatian pemerintah dan publik tidak hanya di alamatkan kepada para tim medis yang berada di barisan terdepan dalam menanggulangi penyebaran Covid-19, tapi juga pendidik juga harus di pandang sama. Karena mereka juga berjibaku dengan segala macam cara untuk bisa menghamparkan ilmu pengetahuan, di antara himpitan ruang gerak yang terbatas karena Covid-19.

 

 

Ikuti tulisan menarik sura din lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler