x

instagram.com/sorayajuwita

Iklan

Afifah Lulu Ulfa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2020

Rabu, 20 Mei 2020 07:02 WIB

Tradisi Nguras Enceh: Daya Tarik Wisata Religi di Makam Raja-Raja Imogiri Yogyakarta

Artikel ini akan membahas mengenai salah satu tradisi yang ada di Makam Raja-Raja Imogiri, yaitu Tradisi Nguras Enceh dan aspek religiustitas di dalamnya. Tradisi tersebut merupakan salah satu wujud dari wisata religi yang ada di Yogyakarta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Wisata religi adalah salah satu konsep wisata yang berkembang sangat pesat di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Wisata religi sangat erat kaitanya dengan budaya dan cerita yang menyertai lokasi tersebut. Keanekaragaman budaya yang ada di Yogyakarta menjadi salah satu bagian dari atraksi wisata religi yang ditawarkan kepada wisatawan.

Pemahaman orang dengan konsep wisata religi sampai sekarang masih bersifat sangat terbuka. Setiap orang berhak untuk memberikan pendapatnya mengenai wisata religi. Konsep wisata ini pun berhubungan dengan konsep lain, seperti wisata sejarah, wisata budaya, dan lain sebagainya.

Setiap orang yang melakukan perjalanan wisata religi tentu memiliki motivasi tersendiri. Unsur kesakralan dari setiap kegiatan yang dilakukan menjadi hal yang sangat di cari. Upaya untuk mendapatkan ketenangan jiwa dan raga menjadi tujuan akhir dari perjalanan ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang Kalian Ketahui tentang Makam Raja-Raja Imogiri?

Banyak wujud budaya leluhur yang masih bisa ditemukan di Yogayakarta, Tradisi Nguras Enceh di kompleks Makam Raja-Raja Imogiri salah satunya. Tradisi Nguras Enceh adalah salah satu bentuk mengenang jasa Raja Mataram ke 3 kala itu, Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang terkenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana.

Berbeda dengan lokasi pemakaman pada umumnya, kompleks Makam Raja-Raja Imogiri terletak di atas bukit. Wisatawan yang ingin mencapai puncak harus melewati puluhan anak tangga. Terdapat fasilitas tour guide juga yang dapat dinikmati oleh peziarah apabila ingin mengetahui lebih mendalam cerita dibalik Makam Raja-Raja Imogiri.

Wisatawan yang akan berkunjung di kompleks bagian dalam makam harus menggunakan pakaian khas Jawa baik perempuan maupun laki-laki harus mematuhi aturan tersebut sebagai bentuk menghormati kebudayaan yang ada di makam tersebut. Pengelola akan menyediakan pakaian adat tersebut sehingga wisatawan tidak perlu membawanya dari rumah. Ketika akan memasuki makam pun diberlakukan aturan kuota maksimal untuk yang boleh masuk.

Selain itu,  pengelola menerapkan waktu kunjungan ke Makam Raja-Raja Imogiri. Pada Hari Senin-Selasa, makam akan dibuka pada pukul 10.00-12.30 WIB, Hari Rabu pada pukul 09.00-22.30 WIB, dan Hari Sabtu-Minggu akan buka selama 24 jam. Makam akan ramai dikunjungi oleh peziarah dan wisatawan biasanya ketika ada kegiatan tertentu atau hari besar Agama Islam.

Kegiatan dari tradisi ini berupa prosesi pengurasan air dalam enceh (gentong) yang dianggap membawa berkah. Hal inilah yang membuat wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia rela berbondong-bondong mengikuti prosesi upacara tersebut untuk ngalap berkah (mengharapkan berkah). Tradisi ini dilakukan setiap Hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Sura, Penanggalan Jawa dan dimaknai sebagai upaya untuk membersihkan diri dan hati dari segala keburukan.

Enceh yang tersimpan di Makam Raja-Raja Imogiri merupakan peninggalan Sultan Agung yang dipercayai oleh masyarakat lokal memiliki kemanfaatan untuk mendatangkan berkah. Enceh tersebut diisi dengan air suci yang diambil dari sumber mata air di petilasan Sultan Agung ketika bertapa di Gunung Bengkung. Pihak pengelola mengambil air dari petilasan Sultan Agung hanya ketika akan diadakan Tradisi Nguras Enceh.

Tradisi Nguras Enceh juga merupakan agenda rutin dari dua kerajaan di Pulau Jawa, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sebelum menjadi raja, putra-putri mahkota dari kedua kerajaan tersebut mengunjungi makam para leluhurnya untuk memimpin Tradisi Nguras Enceh. Upacara ini diikuti oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Surakarta, keluarga kedua kerajaan, juru kunci makam, masyarakat Imogiri, peziarah, dan wisatawan.

Aspek Religusitas dalam Wisata Religi

Kegiatan yang dilakukan di Makam Raja-Raja Imogiri sangat berkaitan dengan religiusitas setiap orang yang berkunjung. Religi yang dimaksud bersifat sangat luas, meliputi variasi pemujaan, kegiatan spiritual, dan sejumlah praktek yang telah bercampur dengan budaya dan kearifan lokal setempat. Sikap religi akan sangat bergantung pada kepercayaan setiap individu. Pemaknaan seseorang akan suatu tempat, benda, atau kegiatan tertentu bergantung pada keyakinan yang dimilikinya.

Saat ini wisatawan yang melakukan kegiatan wisata religi memiliki ekspektasi yang lebih beragam. Ketika mereka mengunjungi tempat atau lokasi yang dianggap sakral tidak hanya ingin mengetahui cerita dibaliknya, tetapi juga melakukan perjalanan wisata. Selain itu, wujud aktualisasi dirinya ketika berwisata adalah dengan mengabadikan kegiatan yang dilakukannya dengan foto atau video.

Jenis kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan juga akan sangat beragam. Hal itu kembali bergantung kepada karakteristik dari wisatawannya, berkaitan dengan usia dan preferensi yang dimilikinya. Generasi muda akan lebih cenderung mempraktikkan kegiatan wisata religi yang mengutamakan pada pengalaman yang otentik dan unik. Sedangkan generasi tua akan lebih bersifat konservatif ketika mengunjungi kawasan wisata religi.

Melalui wisata religi, perspektif kita mengenai wisata akan lebih beragam. Berwisata tidak hanya melulu untuk kesenangan duniawi saja, tetapi juga meningkatkan aktualisasi diri setiap individu. Kalau begitu, bukankah wisata religi sangat menarik untuk dilakukan?

Ikuti tulisan menarik Afifah Lulu Ulfa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler